Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saling Serang Demokrat-PDIP Setelah SBY Turun Gunung Cium Aroma Rekayasa Pemilu 2024

Kompas.com - 19/09/2022, 10:36 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang dugaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang bakal diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil memicu polemik.

SBY menyatakan mempunyai informasi terkait dugaan rekayasa itu.

"Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil," kata SBY saat berpidato di acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, Kamis (15/9/2022).

Baca juga: SBY: Saya Harus Turun Gunung, Ada Tanda-tanda Pemilu 2024 Bisa Tidak Jujur

Video pidato itu viral di media sosial, termasuk diunggah oleh akun Instagram DPD Partai Demokrat Sumatera Utara, @pdemokrat.sumut.

Dalam video itu, SBY mengatakan bahwa berdasarkan informasi yang ia terima, Pilpres 2024 konon akan diatur sehingga hanya diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Konon, akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka," kata SBY.

Dalam video itu, SBY tidak menjelaskan siapa pihak yang ia maksud sebagai "mereka".

"Informasinya, Demokrat sebagai oposisi jangan harap bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri, bersama koalisi tentunya. Jahat bukan? Menginjak-injak hak rakyat bukan" ujar SBY.

Ia mengatakan, pemikiran seperti itu adalah sebuah kejahatan karena menurut dia rakyat memiliki hak untuk memilih dan dipilih.

Baca juga: Tanggapi SBY, Sekjen PDI-P: Mohon Maaf Pak, Puncak Kecurangan Pemilu Justru Terjadi 2009

Ia juga mengaku tidak pernah melakukan hal serupa selama menjabat sebagai presiden Republik Indonesia pada 2004 hingga 2014.

"Selama 10 tahun lalu kita di pemerintahan dua kali menyelenggarakan Pemilu termasuk Pilpres, Demokrat tidak pernah melakukan kebatilan seperti itu," kata SBY.

PDI Perjuangan bereaksi

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) langsung bereaksi terhadap pernyataan SBY yang menyatakan ada tanda-tanda Pilpres 2024 bakal digelar secara tidak jujur dan adil.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyatakan Pemilu 2009 yang digelar di masa SBY dinilai sarat kecurangan.

Baca juga: Sekjen PDI-P Sebut Rezim SBY yang Mendorong Liberalisasi Politik

"Mohon maaf Pak SBY tidak bijak, dalam catatan kualitas Pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/9/2022).

Hasto meminta SBY untuk bertanggung jawab atas kecurangan yang terjadi karena saat itu merupakan periode kepemimpinannya.

Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto saat ditemui di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (17/8/2022). KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto saat ditemui di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (17/8/2022).

Hasto mengatakan, pada era kepemimpinan SBY ditemukan manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) yang bersifat masif.

"Salah satu buktinya ada di Pacitan, Jawa Timur," kata dia.

"Ada yang bisa menunjukan berbagai skema kecurangan pada saat Pemilu 2009 kalau memang mau didalami lagi," ucap Hasto.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com