Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapi SBY, Sekjen PDI-P: Mohon Maaf Pak, Puncak Kecurangan Pemilu Justru Terjadi 2009

Kompas.com - 17/09/2022, 18:58 WIB
Singgih Wiryono,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristianto menanggapi video berisi pidato Presiden Keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Dalam video itu, SBY mengaku harus turun gunung karena mencium tanda-tanda Pemilu 2024 akan tidak adil dan tidak jujur.

Menurut Hasto, hal semacam itu justru pernah terjadi di masa kepemimpinan SBY. 

"Mohon maaf Pak SBY tidak bijak, dalam catatan kualitas Pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/9/2022).

Baca juga: SBY: Saya Harus Turun Gunung, Ada Tanda-tanda Pemilu 2024 Bisa Tidak Jujur

Hasto meminta SBY untuk bertanggung jawab atas kecurangan yang terjadi karena saat itu merupakan periode kepemimpinannya.

Hasto mengatakan, pada era kepemimpinan SBY ditemukan manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) yang bersifat masif.

"Salah satu buktinya ada di Pacitan," kata dia.

Selain itu, Hasto menyinggung saat SBY terpilih pada tahun 2004.

Saat itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum dijabat  Anas Urbaningrum yang masuk Partai Demokrat setahun setelah Pemilu 2004 digelar.

"Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati yang harusnya menjadi wasit dalam Pemilu, ternyata kemudian direkrut menjadi pengurus teras Partai Demokrat," kata petinggi PDI-P ini.

Dalam video yang beredar di media sosial, SBY menyebut ada tanda-tanda bahwa Pemilu 2024 bisa berjalan tidak jujur dan tidak adil sehingga ia harus turun gunung. 

Seperti video yang tersebar lewat akun Tiktok @pdemokrat.sumut, SBY berpidato di depan para kader Demokrat bahwa akan ada kecurangan yang sudah terstruktur.

"Para kader, mengapa saya harus turun gunung, menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang. Saya mendengar, mengetahui bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil," kata SBY dalam video itu.

Baca juga: Megawati: Saya Enggak Mau Dibilang Oposisi Ketika Pemerintahan Pak SBY

"Konon, akan diatur dalam pemilihan presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka, dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka," ujar  dia.

SBY juga menyebut, Demokrat akan sengaja dijegal lewat presidensial thresold 20 persen agar tidak ikut mengajukan calon presiden.

"Informasinya Demokrat sebagai oposisi jangan berharap bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri bersama koalisi tentunya, jahat bukan? Menginjak-injak hak rakyat bukan?" ucap SBY.

"Pikiran seperti itu batil, itu bukan hak mereka, pemilu adalah hak rakyat, hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, yang berdaulat juga rakyat, dan ingat selama 10 tahun dulu, kita di pemerintahan dua kali menyelenggarakan pemilu termasuk pilpres, Demokrat tidak pernah melakukan kebatilan seperti itu," kata SBY dalam video itu.

Kompas.com telah mendapatkan konfirmasi dari Ketua DPD Partai Demokrat Sumatera Utara Lokot Nasution mengenai isi video tersebut dan mengizinkan Kompas.com untuk mengutipnya.

Ia membenarkan video tersebut diambil dalam Rapimnas Demokrat, Kamis (15/9/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan Cawe-cawe PJ Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan Cawe-cawe PJ Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com