Kejanggalan kedua, dalam konteks kekerasan seksual, Edwin menyebut adanya relasi kuasa pelaku yang dominan dibanding korban.
"Dalam konteks ini tidak tergambar relasi kuasa karena Yosua anak buah, ADC (Aide-de-camp), ajudan, driver PC, dan anak buah dari FS. Jadi tidak tergambar relasi kuasa," imbuh Edwin.
Kejanggalan ketiga, sudah semestinya pelaku kekerasan seksual memastikan minimnya saksi mata dalam melancarkan kejahatannya.
Akan tetapi, dalam kasus Putri, Brigadir J mengetahui masih ada Kuat Ma'ruf dan pembantu Putri yaitu Susi yang berada di dalam rumah.
"Dalam kekerasan seksual itu pelaku memastikan tidak ada saksi. Tapi di peristiwa ini masih ada KM dan S ART-nya, jadi terlalu nekat lah kalau itu kekerasan seksual," papar dia.
Kejanggalan keempat yang disebut Edwin adalah peristiwa yang paling unik dalam kasus kekerasan seksual.
Biasanya, korban yang mengalami dugaan kekerasan seksual akan mengalami trauma berat, namun usai peristiwa kekerasan seksual Putri masih sempat bertemu Brigadir J di kamar pribadinya.
"Ketika di rekonstruksi masih tergambar bahwa usai peristiwa KS di Magelang, PC masih bertanya kepada RR di mana Yosua? dan Yosua masih menghadap PC di kamar. Jadi korban bertanya kepada pelaku dan pelaku menghadap korban di kamar itu suatu hal yang unik," papar Edwin.
Terakhir, usai terjadi dugaan kekerasan seksual di Magelang, Putri tak langsung melaporkan peristiwa itu.
Padahal, menurut Edwin, Putri adalah seorang istri jenderal bintang dua, yang bisa saja langsung melaporkan kasus tersebut.
"Ibu PC kan istri jenderal, kalau telepon polisi, polisinya datang. Kalau polisi (sudah datang) kan bisa dilakukan visum segera," imbuh dia.
Edwin menilai, bila saat itu Putri langsung melaporkan dugaan kekerasan seksual maka bukti saintifik bisa segera dikantongi.
Akan tetapi, saat ini, bukti saintifik seperti hasil visum sudah tidak bisa dilakukan dan perkara kekerasan seksual sulit dibuktikan.
"Kalau sekarang kan enggak ada yang bisa dibuktikan dari klaim. Dari klaim dugaan kekerasan seksual di Magelang saat ini tidak memiliki bukti yang saintifik," imbuh Edwin.
Mendengar beragam opini kejanggalan yang dipaparkan LPSK, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik meminta agar LPSK tak ikut campur dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) lembaga lain.