Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejanggalan Dugaan Kekerasan Seksual Putri Candrawathi yang Diungkap LPSK dan Ditentang Komnas HAM

Kompas.com - 06/09/2022, 10:34 WIB
Singgih Wiryono,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berjejer para komisioner dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di ruang rapat pleno Kantor Komnas HAM pada Kamis (1/9/2022) pekan lalu.

Mereka bersama-sama mengeluarkan rekomendasi terkait hasil penyelidikan kasus kematian Brigadir J (Nofriansyah Yosua Hutabarat) yang diserahkan kepada Polri pagi itu.

Terlihat Komisioner Komnas HAM bidang Penelitian Sandrayati Moniaga, Komisioner Komnas HAM bidang Penyuluhan Beka Ulung Hapsara dan Komisioner bidang Penyelidikan Choirul Anam.

Baca juga: Mengenal Tes Lie Detector untuk Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi

Di sisi Komnas Perempuan hadir dua Komisioner yaitu Ketua Komisioner Andy Yentriyani dan Komisioner lainnya yaitu Siti Aminah Tardi.

Ada yang mengejutkan dari rekomendasi itu ketika dibacakan, yaitu kuat dugaan terjadi tindak kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada istri Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

"Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada saudari PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022," kata Beka yang saat itu membacakan hasil laporan.

Kesimpulan tersebut didapat bukan tanpa alasan. Komnas HAM menyebut dugaan kekerasan seksual didapat dari temuan faktual peristiwa di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.

Kala itu, Brigadir J disebut melakukan tindak kekerasan seksual di rumah Putri sendiri di Magelang, Jawa Tengah, di saat Ferdy Sambo sudah bertolak ke Jakarta.

Baca juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Akan Diperiksa dengan Lie Detector

Ancaman yang diterima Brigadir J oleh Kuat Maruf juga memberikan fakta bahwa ada keributan setelah peristiwa kekerasan seksual itu terjadi.

Untuk memastikan peristiwa itu terjadi atau tidak, Komnas HAM bersama Komnas Perempuan merekomendasikan kepolisian agar dugaan kuat kekerasan seksual bisa diusut kembali.

"Rekomendasi: Menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap saudari PC di Magelang dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan khusus," imbuh Beka.

Beragam kejanggalan diungkap LPSK

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) Edwin Partogi menilai, temuan Komnas HAM tersebut tak bisa membuktikan dugaan kekerasan seksual.

Setidaknya, ada lima kejanggalan yang diungkap Edwin dari peristiwa dugaan kekerasan seksual itu.

Pertama, terkait tempat kejadian perkara (TKP) yang ada di rumah Putri sendiri di Magelang, Jawa Tengah.

"Itu kan yang dibilang TKP di Magelang itu kan rumahnya PC, rumahnya FS, artinya tempat dugaan kekerasan seksual itu kan dalam penguasaan ibu PC, bukan dalam penguasaannya Yosua," ujar Edwin saat dihubungi melalui telepon, Senin (5/9/2022).

Baca juga: LPSK Ungkap Perlakuan Spesial Putri Candrawathi ke Brigadir J

Kejanggalan kedua, dalam konteks kekerasan seksual, Edwin menyebut adanya relasi kuasa pelaku yang dominan dibanding korban.

"Dalam konteks ini tidak tergambar relasi kuasa karena Yosua anak buah, ADC (Aide-de-camp), ajudan, driver PC, dan anak buah dari FS. Jadi tidak tergambar relasi kuasa," imbuh Edwin.

Kejanggalan ketiga, sudah semestinya pelaku kekerasan seksual memastikan minimnya saksi mata dalam melancarkan kejahatannya.

Akan tetapi, dalam kasus Putri, Brigadir J mengetahui masih ada Kuat Ma'ruf dan pembantu Putri yaitu Susi yang berada di dalam rumah.

"Dalam kekerasan seksual itu pelaku memastikan tidak ada saksi. Tapi di peristiwa ini masih ada KM dan S ART-nya, jadi terlalu nekat lah kalau itu kekerasan seksual," papar dia.

Kejanggalan keempat yang disebut Edwin adalah peristiwa yang paling unik dalam kasus kekerasan seksual.

Biasanya, korban yang mengalami dugaan kekerasan seksual akan mengalami trauma berat, namun usai peristiwa kekerasan seksual Putri masih sempat bertemu Brigadir J di kamar pribadinya.

"Ketika di rekonstruksi masih tergambar bahwa usai peristiwa KS di Magelang, PC masih bertanya kepada RR di mana Yosua? dan Yosua masih menghadap PC di kamar. Jadi korban bertanya kepada pelaku dan pelaku menghadap korban di kamar itu suatu hal yang unik," papar Edwin.

Terakhir, usai terjadi dugaan kekerasan seksual di Magelang, Putri tak langsung melaporkan peristiwa itu.

Baca juga: LPSK: Sulit Dipahami, Putri Masih Memanggil Brigadir J dan Bertemu di Kamar Setelah Kejadian di Magelang

Padahal, menurut Edwin, Putri adalah seorang istri jenderal bintang dua, yang bisa saja langsung melaporkan kasus tersebut.

"Ibu PC kan istri jenderal, kalau telepon polisi, polisinya datang. Kalau polisi (sudah datang) kan bisa dilakukan visum segera," imbuh dia.

Edwin menilai, bila saat itu Putri langsung melaporkan dugaan kekerasan seksual maka bukti saintifik bisa segera dikantongi.

Akan tetapi, saat ini, bukti saintifik seperti hasil visum sudah tidak bisa dilakukan dan perkara kekerasan seksual sulit dibuktikan.

"Kalau sekarang kan enggak ada yang bisa dibuktikan dari klaim. Dari klaim dugaan kekerasan seksual di Magelang saat ini tidak memiliki bukti yang saintifik," imbuh Edwin.

Komnas HAM minta LPSK tak ikut campur tupoksi lembaga lain

Mendengar beragam opini kejanggalan yang dipaparkan LPSK, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik meminta agar LPSK tak ikut campur dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) lembaga lain.

Dia meminta agar LPSK mengurus apa yang sesuai dengan tupoksi mereka yaitu melindungi saksi dan korban.

"Dia (LPSK) urus saja tupoksinya menjamin keselamatan Bharada E, jangan masuk ke tupoksi lembaga lain," tutur Taufan.

LPSK tidak semestinya berkomentar terhadap hasil kerja lembaga Komnas HAM.

Karena menurut Taufan, hasil rekomendasi Komnas HAM sudah sesuai dengan alur penyelidikan dan pemeriksaan yang dilakukan.

Termasuk dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dialami Putri. Komnas HAM tidak memberikan pernyataan adanya kekerasan seksual dan hanya mendorong kasus kembali diusut untuk keadilan Brigadir J dan Putri.

Baca juga: LPSK Ungkap Kejanggalan Dugaan Kekerasan Seksual ke Putri Candrawathi

Karena dari laporan Komnas HAM, apabila kasus tersebut tidak selesai maka berpotensi melanggar hak memperoleh keadilan sesuai dalam Pasal 17 Undang-undang Nomor 29 Tahun 1999.

Selain itu, proses penyelidikan juga menggunakan metode saintifik seperti menggunakan second opinion dalam menguji pernyataan Putri Candrawathi.

"Ada empat saksi dan dua ahli psikologi, itu pun kami tetap menggunakan kata 'dugaan' supaya didalami lagi dengan menggunakan ahli lain dari lembaga resmi," ujar Taufan.

Sementara itu, dalam kasus kematian Brigadir J, polisi telah menetapkan lima orang tersangka.

Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (istri Sambo), Bripka Ricky Rizal atau RR (ajudan Sambo), Kuat Ma’ruf (ART Sambo), dan Bharada E (ajudan Sambo).

Para tersangka dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com