Rupanya, Sambo sempat memerintahkan bawahannya supaya mengumumkan ke publik bahwa Bharada E merupakan penembak nomor satu.
"FS memerintahkan untuk melakukan rilis kembali yang disampaikan oleh mantan Kapolres Jakarta Selatan," ungkap Yusuf.
"Kan waktu itu ada rilis soal sebutan penembak nomor satu. Itu ada perintah dari FS," lanjut dia.
Skenario tersebut lagi-lagi dipercayai para anak buah Sambo, salah satunya oleh Kombes Budhi Herdi Susianto yang kala itu menjabat sebagai Kapolres Metro Jakarta Selatan.
Di awal terungkapnya kasus ini Budhi bilang, Brigadir J melepaskan 7 peluru dari pistolnya, namun tak satu pun mengenai Bharada E.
Sementara, Bharada E memuntahkan 5 peluru yang seluruhnya mengenai Brigadir J.
Dalam sidang etik kemarin, para anak buah Sambo yang terseret kasus ini mengaku menyesal. Beberapa bahkan menangis.
Mereka merasa kecewa karena telah masuk dalam jebakan rekayasa Sambo.
"Ketika itu masuk ke pertanyaan saksi yang ditanya kapan ada kesadaran bahwa menjalankan perintah itu salah, bahwa faktanya tidak demikian yang diskenariokan, muncullah sebuah tangisan di antara saksi itu. Mungkin dia merasa bersalah atau kecewa dengan FS," ungkap Yusuf.
Baca juga: Ferdy Sambo Tembak Kepala Brigadir J Saat Sudah Terjatuh Bersimbah Darah
Namun, kata Yusuf, kala itu para personel kepolisian tersebut tak kuasa menolak perintah Sambo yang merupakan atasan mereka.
Padahal, norma kode etik Polri telah mengatur bahwa anggota kepolisian harus menolak perintah atasan jika itu bertentangan dengan norma hukum, agama, dan susila.
Namun, semua sudah terlanjur. Kini para bawahan Sambo itu hanya bisa menyesali perbuatan mereka.
"Makanya ketika mereka ditanya kapan saudara merasakan bahwa apa yang dikatakan FS itu bohong, tidak sesungguhnya fakta, yang ada di situlah mereka menusuk hati sehingga tidak bisa menahan air matanya," kata Yusuf.
Sebagaimana diketahui, kasus kematian Brigadir J telah menyeret banyak nama, termasuk puluhan personel Polri.
Hingga kini, total ada 34 polisi yang dicopot dari jabatannya dan dimutasi ke Yanma Polri.