Tentu, kontribusi dalam penyusunan berbagai regulasi—baik di tingkat pusat maupun daerah—tak juga ditinggalkan LPAI.
Diikutsertakannya LPAI dalam forum-forum penyusunan ketentuan formal tak terhindarkan karena LPAI lahir beberapa tahun sebelum KPAI didirikan.
Suatu ketika, LPAI pernah ditawari oleh salah satu presiden untuk dinaikkan kelasnya menjadi lembaga negara. Saya, atas nama LPA-LPA, dengan segala kerendahan hati memilih untuk menggeleng.
Kehormatan dari presiden itu, jika kami terima, kami khawatirkan justru akan sedikit banyak mengurangi kegesitan LPAI.
Karena memiliki ruang untuk terjun langsung ke lapangan, tak terelakkan bahwa LPAI pada akhirnya memang akan sangat mungkin masuk ke dalam pusaran pro kontra.
Intimidasi menjadi risiko harian. Dilaporkan ke polisi juga dialami oleh para pengurus LPAI. Termasuk, yang terkini, adalah hujatan karena LPAI ikut masuk dalam kasusnya FS dan PC.
Dan kebetulan karena saya sendiri yang masuk ke arena itu, maka “kenyang” sudah saya ditimpuki kalangan yang antipati.
Secara internal, LPAI memandang atensi negara terhadap pasal-pasal perlindungan khusus masih harus ditingkatkan.
Lebih spesifik lagi terkait perlindungan khusus bagi anak-anak dari para warga yang tengah berkonflik dengan hukum.
Anak-anak itu, sekali lagi, berisiko tinggi mengalami perlakuan diskriminatif dari masyarakat dan bahkan—menyedihkan—dari alat-alat negara sendiri.
Alhasil, sama sekali tidak tepat jika kedatangan LPAI ke Magelang untuk menemui anak-anak FS dan PC dimaknai sebagai aksi cari panggung.
Ini adalah kasus kesekian di mana LPAI, selaku representasi masyarakat, justru tengah menakar serta menagih seberapa jauh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya benar-benar memiliki kesiapan dan kesediaan untuk melaksanakan kewajiban sekaligus tanggung jawab mereka dalam memberikan perlindungan khusus.
Apalagi setelah bulan Juli lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres 101/2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak, LPAI khawatir bahwa Perpres itu pun tidak menjangkau anak-anak dari para narapidana.
Perpres itu, sebagaimana juga mindset kebanyakan masyarakat, masih melihat anak terbatas pada dua posisi: korban atau pelaku.
Bahwa Mabes Polri serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak turut menyertakan utusannya langsung dari Jakarta ke Magelang, semoga itu juga dilakukan dalam rangka memastikan kesiapan Polda, Polres, dan kantor dinas terkait terjun selaku first responder.