Semasa kepemimpinannya, ia aktif menulis artikel-artikel, salah satunya bertajuk Sarekat Islam yang diterbitkan di Onze Kolonien (1913).
Ia menuliskan tentang pertumbuhan koperasi pedagang lokal Sarekat Islam dan juga memuji gerakan Budi Utomo.
Pada 1919, Sam kembali ke Indonesia. Ia dipindah ke Yogyakarta untuk mengajar matematika dan sains di sekolah teknik Prinses Juliana School.
Baca juga: Penukaran Uang Rupiah Baru 2022 Dimulai Hari Ini, Simak Caranya
Setelah tiga tahun, Sam memulai perusahaan asuransi bernama Assurantie Maatschappij Indonesia bersama Roland Tumbelaka, seorang dokter asal Minahasa.
Pada 1923, Sam dicalonkan oleh Partai Perserikatan Minahasa untuk menjadi sekretaris badan perwakilan daerah Minahasa di Manado. Ia menjabat selama periode 1924 sampai 1927.
Pada awal Agustus 1945, Sam diangkat untuk menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mewakili Sulawesi.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno, keesokan harinya PPKI menggelar rapat.
Rapat tersebut turut dihadiri Sam Ratulangi dan menghasilkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Pada waktu Agresi Militer Belanda II, Yogyakarta dikuasai oleh Belanda. Para pemimpin Indonesia, termasuk Soekarno-Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka.
Sam sendiri juga ditangkap oleh Belanda pada 25 Desember 1948. Pada 12 Januari 1949, ia dipindahkan ke Jakarta dan kemudian ke Bangka. Namun, karena memiliki masalah kesehatan, Sam pun diizinkan untuk tinggal di Jakarta sebagai tahanan rumah.
Baca juga: Uang Kertas Baru 2022, Inilah 8 Pahlawan Nasional yang Terpampang
Sam meninggal pada 30 Juni 1949. Jenazahnya dimakamkan sementara di Tanah Abang. Kemudian, pada 23 Juli 1949, Sam dibawa ke Manado dengan kapal KPM Swartenhondt.
Kapal tersebut sampai di Manado pada 1 Agustus 1949. Keesokan harinya, jenazah Sam pun dimakamkan di kampung halamannya di Tondano.
Pada Agustus 1961, Sam dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Soekarno.
Nama Sam Ratulangi pun dijadikan nama bandar udara di Manado, yaitu Bandara Sam Ratulangi.
(Penulis : Verelladevanka Adryamarthanino | Editor : Nibras Nada Nailufar)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.