Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan "Obstruction of Justice" Irjen Ferdy Sambo dalam Kasus Brigadir J dan Ancaman Hukumannya

Kompas.com - 08/08/2022, 11:10 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan perbuatan menghalangi proses hukum (obstruction of justice) mencuat dalam pemeriksaan tim Inspektorat Khusus (Irsus) terhadap mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo.

Irsus Polri menduga Sambo melanggar etik dan tak profesional dalam melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) pada kasus kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Sambo disebut melakukan sikap tidak profesional karena diduga mengambil dekoder kamera pengawas atau CCTV di sekitar rumah dinasnya di, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD turut menyampaikan pendapat terkait hal itu. Dia mengatakan, pengambilan dekoder CCTV di TKP dapat dikategorikan sebagai tindakan obstruction of justice.

“Jadi pengambilan CCTV itu bisa melanggar etik karena tidak cermat atau tidak profesional dan sekaligus bisa pelanggaran pidana karena obstruction of justice dan lain-lain,” kata Mahfud, saat dikonfirmasi, Minggu (7/8/2022) kemarin.

Di sisi lain, ada ancaman pidana bagi pihak-pihak yang menghalangi proses hukum.

Ancaman pidana obstruction of justice

Bentuk upaya menghalangi proses hukum bisa bermacam-macam, seperti membantu menyembunyikan alat bukti atau tersangka, menghilangkan atau merusak dokumen, dan membantu pelarian diri tersangka dalam proses pemeriksaan dan penyidikan.

Ancaman pidana bagi pihak-pihak yang melakukan perbuatan menghalangi proses hukum (obstruction of justice) tercantum dalam Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Isi Pasal 221 KUHP adalah:

(1) Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.000 :

1e. barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang sudah melakukan sesuatu kejahatan yang dituntut karena sesuatu perkara kejahatan, atau barangsiapa menolong orang itu melarikan dirinya dari pada penyelidikan dan pemeriksaan atau tahanan oleh pegawai kehakiman atau polisi, atau oleh orang lain, yang karena peraturan undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan jabatan kepolisian; (K.U.H.P. 119, 124, 126, 216, 331).

2e. barangsiapa yang sesudah terjadi kejahatan, membinasakan, menghilangkan, menyembunyikan benda2 tempat melakukan atau yang dipakai untuk melakukan kejahatan itu atau bekas-bekas kejahatan itu yang lain-lain, atau yang berbuat sehingga benda-benda itu atau bekas-bekas itu tidak dapat diperiksa oleh pegawai kehakiman atau polisi baikpun oleh orang lain, yang menurut peraturan undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan jabatan kepolisian, segala sesuatu itu dengan maksud untuk menyembunyikan kejahatan itu atau untuk menghalang-halangi atau menyusahkan pemeriksaan dan penyelidikan atau penuntutan (K.U.H.P. 180 s, 216, 222, 231 s)

(2) Peraturan ini tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan yang tersebut itu dengan maksud akan meluputkan atau menghindarkan bahaya penunututan terhadap salah seorang kaum keluarganya atau sanak saudaranya karena perkawinan dalam keturunan yang lurus atau dalam derajat yang kedua atau yang ketiga dari keturunan yang menyimpang atau terhadap suami (isterinya) atau jandanya. (K.U.H.P. 166, 367).

Baca juga: Polri Tetapkan Ajudan Istri Sambo Tersangka Pembunuhan Brigadir J

Dalam penanganan perkara korupsi juga tercantum, ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghalangi proses hukum.

Hal itu diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bunyi Pasal 21 UU Tipikor adalah: “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

Sedangkan bunyi Pasal 22 UU Tipkor adalah: “Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Baca juga: Kasus Brigadir J, Ajudan Istri Ferdy Sambo Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana

Bisa diproses bersamaan

Menurut Mahfud, hukum formal merupakan kristalisasi dari moral dan etika.

Dengan demikian, pelanggaran etik dan pidana bisa diproses bersama-sama.

Selain itu, Mahfud juga menjelaskan bahwa sanksi etik bukan diputus oleh hakim dan bukan sebuah hukuman pidana.

Ia mengatakan, sanksi etik meliputi sanksi administratif seperti pemecatan, penurunan pangkat, hingga teguran.

“Sedangkan peradilan pidana diputus oleh hakim yang hukumannya adalah sanksi pidana seperti masuk penjara, hukuman mati, perampasan harta hasil tindak pidana, dan lain-lain,” ujar Mahfud.

Baca juga: Satpam Sebut Rumah Pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling, Duren Tiga Ditempati Orangtuanya

Saat ini, Sambo ditempatkan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, karena diperiksa dalam dugaan pelanggaran etik yakni berperan dalam mengambil CCTV yang ada di kediamannya terkait kasus kematian Brigadir J.

Atas tindakan tersebut, Sambo diduga melakukan pelanggaran karena tidak profesional dalam melakukan olah TKP kasus kematian Brigadir J.

Adapun Sambo telah dicopot dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri pada Kamis 4 Agustus 2022.

Dia dimutasi sebagai perwira tinggi (Pati) Pelayanan Markas (Yanma) Polri.

Dalam kasus ini, polisi juga telah menetapkan Bharada E atau Richard Eliezer sebagai tersangka pada Rabu (3/8/2022).

Baca juga: Putri Chandrawati ke Mako Brimob, Bawakan Pakaian dan Besuk Ferdy Sambo

Bharada E dipersangkakan dengan pasal tentang pembunuhan yang disengaja yakni Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain itu, Bareskrim menetapkan Brigadir Ricky Rizal (RR) sebagai tersangka dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Dia merupakan ajudan istri Sambo, Putri Candrawathi.

Bareskrim menyatakan, Brigadir RR dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Sebagaimana diketahui, kematian Brigadir J pertama kali diungkap pihak kepolisian pada Senin (11/7/2022).

Polri mengungkap bahwa Brigadir J merupakan personel Bareskrim Polri yang diperbantukan di Propam sebagai sopir Ferdy Sambo.

Baca juga: Istri Ferdy Sambo ke Mako Brimob: Saya Percaya dan Mencintai Suami Saya

Sementara itu, Bharada E adalah anggota Brimob yang diperbantukan sebagai asisten pengawal pribadi Sambo.

Menurut keterangan polisi saat itu, Brigadir J tewas setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Polisi menyebutkan, peristiwa ini bermula dari dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi, istri Sambo.

Brigadir J disebut sempat mengancam istri Sambo dengan menodongkan pistol hingga membuat Putri berteriak.

Bharada E yang juga berada di rumah tersebut lantas merespons teriakan Putri, tetapi malah dibalas dengan tembakan Brigadir J.

Baca juga: Polri Tahan Sopir dan Ajudan Istri Irjen Ferdy Sambo

Bharada E pun membalas dengan melepaskan peluru. Saat baku tembak tersebut, Brigadir J disebut memuntahkan 7 peluru yang tak satu pun mengenai Bharada E.

Sementara, Bharada E disebut memberondong 5 peluru ke Brigadir J.

Dalam perkembangannya, pihak keluarga menduga banyak kejanggalan dalam kasus ini.

Misalnya, CCTV di lokasi kejadian yang disebut seluruhnya rusak.

Kemudian, ditemukan luka tak wajar di tubuh Brigadir J mulai dari luka memar, luka sayat, hingga luka gores di leher seperti bekas jeratan tali.

Baca juga: Ferdy Sambo Diduga Terlibat Pengambilan Dekoder CCTV, Mahfud: Bisa Obstruction of Justice

Saat jasad Brigadir J tiba di rumah duka di Jambi, Sabtu (9/7/2022), pihak keluarga bahkan sempat dilarang membuka peti jenazah.

(Penulis : Achmad Nasrudin Yahya | Editor : Kristian Erdianto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com