Hubungan AS - China, sangat berkembang sejak akhir 1990-an, dan stabil semasa pemerintahan George Bush.
Tetapi, nature dan struktur hubungan bilateral jangka panjang AS - China tetap tidak menentu, tidak jelas, dan tidak mapan.
Hubungan bilateral Jepang-China pada dasarnya stabil sejak awal 1970-an dan sampai akhir abad ke-20.
Bisa dikatakan, sejak awal abad ke-21, hubungan kedua negara, Jepang-China, secara strategik tidak atabil, karena perubahan struktural di dalam kedua negara dan antara kedua bangsa.
China, Jepang, dan AS adalah kekuatan amat penting di Asia sekarang ini dan mendatang. Hubungan di antara mereka bisa dikatakan sebagai pondasi hubungan internasional, perdamaian, dan stabilitas di Asia Timur.
Tapi kata Chu Shulong (2008) dari School of Public Policy and Management, Tsinghua University, juga bisa menjadi sumber konflik strategik besar di kawasan.
Bahkan dapat dikatakan, akan menjadi apa Asia sekarang dan mendatang akan sangat tergantung pada tiga negara itu dan hubungan di antara mereka.
Sementara itu, kata Tong Zhao (2022) dari the Carnegie Endowment for International Peace’s Nuclear Policy Program, sekarang ini, China sudah sampai pada kesimpulan bahwa AS bertekad untuk menahan dan melemahkan China.
Salah satu usaha yang dilakukan AS adalah menjadikan Jepang dan Korsel sebagai sekutunya--membentuk aliansi trilateral, AS-Jepang-Korsel-- dalam kompetisi strategik dengan China.
Langkah lainnya adalah membentuk Dialog Keamanan Kuadrilateral (Quad /The Quadrilateral Security Dialogue; yakni dialog keamanan strategik antara Australia, India, Jepang, dan AS), Quad Plus (plus Korsel, Selandia Baru, Vietnam, Brasil, dan Israel), dan Five Eyes (aliansi intelijen yang terdiri dari Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris, dan AS).
Jepang semakin merasakan ancaman dari China yang terus bertumbuh semakin besar baik sebagai kekuatan militer maupun ekonomi.
Sementara China juga melihat aliansi strategik komprehensif antara AS dan Korsel sebagai ancaman baginya.
Berbeda dengan Jepang yang teguh bersekutu dengan AS, Korsel masih "bimbang." Pada bulan Mei 2021, dilakukan KTT antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Korsel Moon Jae-in (sekarang Presiden Yoon Suk-yeol).
Dalam KTT, kedua presiden menegaskan kerja sama kedua negara dalam menghadapi tantangan global, termasuk Covid-19, perubahan iklim, dan pemulihan ekonomi global akibat pandemi Covid-19.
Tetapi, kata Seungjoo Lee, dari Chung-Ang University (2022), pemerintah Moon Jae-in berhati-hati dalam memperkuat kerja sama dengan Washington dalam strategi regionalnya.