JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami aliran dana yang terkait dengan mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu pada 2011.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya juga akan mendalami ada tidaknya penyuap selain Henry Soetio yang telah meninggal dunia.
Namun demikian, kata Alex, hal itu bergantung pada perkembangan penyidikan. Ia menegaskan, pihaknya mengacu pada temuan penyidik, bukan pengandaian.
“Jadi saya tidak bisa memastikan, semua bergantung pada bukti yang diperoleh pada tahap penyidikan,” kata Alex dalam konferensi pers yang digelar Kamis (28/7/2022) malam.
Baca juga: Mardani Maming Jadi Tersangka: Ini Kejadian 2011, Dipermasalahkan 2021
Alex mengatakan hal yang sama juga berlaku pada dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara Maming.
Menurutnya, bisa atau tidaknya kasus suap tersebut berkembang kepada kasus TPPU bergantung pada temuan penyidik.
“Ini kan semua berdasarkan nanti di penyidikan apakah ditemukan bukti terkait dengan tindak pidana TPPU-nya,” ujar Alex.
Mardani Maming diduga menerima suap terkait penerbitan izin usaha pertambangan. KPK mengaku menemukan bukti transfer pengiriman uang.
Baca juga: KPK Duga Maming Buat Sejumlah Perusahaan Fiktif untuk Bisnis Tambang
Selain itu, KPK juga menemukan dugaan sejumlah suap itu diberikan dengan kedok kerja sama bisnis sejumlah perusahaan.
“Kebetulan perusahaan-perusahaan itu sudah saya sampaikan, terafiliasi dengan MM (Mardani Maming),” tutur Alex.
Maming disebut mendapatkan suap lebih dari Rp 104,3 miliar setelah mengalihkan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) milik PT Bangun Karya Pratama Lestari ke pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), Henry Soetio.
Baca juga: KPK Resmi Tetapkan Mardani Maming Tersangka Suap Izin Tambang
IUP OP itu terkait lahan dengan luas 370 hektar di Kecamatan Angsana, Tanah Bumbu.
Selain mendapatkan suap, Maming juga disebut mendirikan sejumlah perusahaan fiktif yang digunakan sebagai formalitas transaksi bisnis.
Salah satunya adalah sebuah pelabuhan bernama PT Angsana Terminal Utama. KPK menduga seluruh operasional dan biaya pembangunan pelabuhan itu berasal dari Henry Soetio.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.