JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Mardani H Maming (MM) membuat sejumlah perusahaan fiktif.
Wakil ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, perusahaan fiktif itu dibentuk untuk mengelola bisnis tambang di Kabupaten Tanah Bumbu. Termasuk di antaranya adalah unit usaha yang bergerak di bidang pelabuhan.
“Diduga PT Angsana Terminal Utama (ATU) dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan,” kata Alex dalam konferensi pers di KPK, Kamis (28/7/2022) malam.
Baca juga: Babak Baru Dugaan Suap Mardani Maming usai Ditahan KPK
Alex mengatakan, sejumlah perusahaan yang diduga fiktif itu dikelola keluarga Maming. Namun, kendali perusahaan tetap berada di tangan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P Kalimantan Selatan tersebut.
“Perusahan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga MM,” tutur Alex.
Alex menjelaskan, sumber biaya operasional PT ATU, termasuk tahap pembangunannya pada 2012-2014, berasal dari pengusaha tambang batubara bernama Henry Soetio.
Dalam perkara ini, Henry merupakan pengendali perusahaan PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang bergerak di bidang tambang.
Baca juga: Bantah Terima Gratifikasi, Mardani Maming Klaim Kasusnya Business to Business
Perusahaan ini mendapatkan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) setelah Maming mengalihkan IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL).
Izin itu mencakup pertambangan di lahan seluas 370 hektar.
Setelah izin dialihkan, Maming kemudian mengarahkan Henry mengajukan permohonan izin pelabuhan guna menunjang operasi pertambangan.
“Diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT ATU yang adalah perusahaan milik MM,” ujar Alex.
Baca juga: Sempat Jadi Buron, Maming: Saya Bukan Hilang, Saya Ziarah ke Wali Songo
Alex juga menyebut Maming menerima aliran dana dari Henry yang diberikan dalam beberapa tahap. Pemberian uang itu dikemas dalam bentuk kerja sama underlying.
Tujuannya, agar aliran uang dari perusahaan Henry atau PT PCN ke Maming seakan-akan merupakan aktivitas formal kerja sama perusahaan.
“Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp 104, 3 Miliar dalam kurun waktu 2014 sampai dengan 2020,” kata Alex.
Sebelumnya, KPK menahan Mardani H Maming setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin tambang.