JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Henry Soetio, penyuap mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Mardani H Maming sudah wafat.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan hal ini menjadi alasan pihaknya hanya menjerat penerima suap perkara izin tambang ini.
“Pemberinya, Hendri Sutiyo itu sudah meninggal, jadi pemberinya sudah meninggal,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/7/2022) malam.
Baca juga: Bantah Terima Gratifikasi, Mardani Maming Klaim Kasusnya Business to Business
Alex mengatakan, kasus suap ini beririsan dengan kasus yang menjerat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Kasus tersebut ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun, Alex mengaku belum mengetahui apakah perkara yang menjerat Dwidjono itu sudah diputus di pengadilan.
Menurutnya, perkara suap Maming ini bermula dari masyarakat yang melaporkan fakta-fakta persidangan Dwidjono. Laporan tersebut kemudian dikirimkan ke pimpinan KPK dan didalami.
“Kemudian kita mendapatkan cukup alasan untuk melakukan penyelidikan,” kata Alex.
Alex mengaku tidak mengingat secara pasti kapan laporan itu naik ke tahap penyelidikan. Mengenai proses penyelidikan ke penyidikan, kata Alex, bergantung pada temuan barang bukti.
Baca juga: KPK Resmi Tetapkan Mardani Maming Tersangka Suap Izin Tambang
Menurutnya, perkara Maming cepat naik ke tahap sidik karena KPK berhasil mengantongi informasi aliran uang yang dikirimkan melalui transfer. KPK juga meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait.
“Dan memang diakui ada beberapa kali pemberian baik secara tunai maupun transfer dan disertai pula dengan bukti transfer itu,” kata Alex.
Sebelumnya, KPK resmi menahan Maming setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Maming sempat menyandang status buron sebelum akhirnya datang ke Gedung Merah Putih KPK guna menemui penyidik pada tanggal 28 Juli.
KPK menilai Maming tidak bersikap kooperatif karena dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan, yakni 14 dan 21 Juli sehingga mengeluarkan status buron itu.
Kuasa hukum Maming beralasan pihaknya sedang mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karena itu, ia meminta jadwal pemeriksaan Maming ditunda.
Baca juga: KPK Resmi Tahan Mardani Maming di Rutan Pomdam Jaya Guntur
Tetapi, KPK tidak menilai alasan tersebut bisa dibenarkan secara hukum. Sebab, praperadilan hanya menguji aspek formil.
KPK kemudian menjemput paksa Maming pada 25 Juli, namun gagal karena dia tidak ada di kediamannya. Maming kemudian ditetapkan sebagai buron pada 26 Juli.
Saat tiba di KPK Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mengaku bingung dirinya menjadi buron dan ditetapkan masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Sebab, pihaknya telah melayangkan surat kesanggupan menemui penyidik pada tanggal 28 Juli.
“Saya juga bingung tanggal 25 suratnya masuk tapi kenapa hari Selasa saya dinyatakan DPO. Padahal saya sudah mengirim surat dan koordinasi sama tim penyidik bahwa saya akan hadir tanggal 28,” ujar Maming kepada wartawan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.