Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pemeriksaan Ahyudin dan Ibnu Khajar secara Maraton Berujung Penetapan Tersangka…

Kompas.com - 26/07/2022, 07:14 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebanyak empat petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah ditetapkan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan atau penggelapan dana.

Para tersangka itu adalah Ahyudin (A) selaku pendiri sekaligus Presiden ACT tahun 2005-2019, yang saat ini menjabat Ketua Pembina ACT. Lalu, Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT sejak 2019-saat ini.

Baca juga: Bareskrim Duga ACT Selewengkan Rp 34 Miliar Dana CSR Kecelakaan Lion Air, Rp 10 Miliar di Antaranya untuk Koperasi Syariah 212

Kemudian Hariyana Hermain (HH) selaku Pengawas ACT tahun 2019 yang saat ini menjadi anggota Pembina ACT, serta anggota Pembina ACT tahun 2019–2021 dan Ketua Pembina ACT saat ini, Novariadi Imam Akbari (NIA).

“Pada pukul 15.50 WIB telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).

Dalam kasus ini, mereka dikenakan pasal soal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Keempatnya dijerat Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Subsider, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Selanjutnya, dikenakan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan TPPU juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.

"Ancaman penjara untuk TPPU 20 tahun, dan penggelapan 4 tahun," ucap Helfi.

Baca juga: Perjalanan Kasus Dugaan Penyelewengan Dana ACT: Pencabutan Izin hingga Penetapan Tersangka

Diperiksa maraton

Sekitar dua minggu sebelum Direktrorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka ini, Ahyudin dan Ibnu diperiksa sebagai saksi secara maraton oleh penyidik.

Pemeriksaan dilakukan sejak kasus dugaan tersebut masih berada di tahap penyelidikan pada 8 Juli 2022.

Adapun dugaan penyelewengan ini diketahui berawal setelah Majalah Tempo membuat laporan jurnalistik yang berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".

Salah satu yang diungkapkan terkait sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional para petinggi di ACT yang berlebihan.

Baca juga: Polri Tak Tahan 4 Tersangka Kasus ACT, Termasuk Ahyudin dan Ibnu Khajar

Selain itu, PPATK juga menemukan indikasi serupa terkait penyelewengan dana yayasan ACT untuk kepentingan pribadi dan kegiatan terlarang. Data ini juga diserahkan ke Bareskrim.

Kasus tersebut pun naik ke tahap penyidikan pada 11 Juli 2022. Setelahnya, penyidik terus melakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi, termasuk keempat tersangka.

Pengamatan Kompas.com, dalam setiap pemeriksaan, Ahyudin dan Ibnu diperiksa hingga lebih dari 8 jam.

“Saya tidak pernah absen loh, delapan kali. Anda bayangkan delapan kali, per ke sini 12 jam, 12 jam dikalikan delapan, dan mungkin masih ada sekian kali lagi ke depan,” kata Ahyudin usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022)

Menurutnya, selama pemeriksaan sebagai saksi, ia ditanyakan soal mekanisme ACT terkait hal penggajian, pembelian aset yayasan, pengadaan kendaraan bagi pejabat yayasan maupun bagi pegawai.

Selain itu, soal legalitas Yayasan ACT serta dana sosial, termasuk dana dari pihak Boeing uang dikelola ACT untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 tahun 2018.

Baca juga: Bareskrim Tetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar Tersangka Penyelewengan Dana ACT

Usai pemeriksaan pada 12 Juli 2022, Ahyudin juga pernah menyatakan siap berkorban dan dikorbankan asalkan ACT tetap eksis sebagai lembaga kemanusiaan.

"Demi Allah ya, saya siap berkorban atau dikorbankan sekalipun asal semoga ACT sebagai lembaga kemanusiaan yang Insya Allah lebih besar manfaatnya untuk masyararkat luas tetap bisa hadir, eksis, berkembang, dengan sebaik-baiknya," kata Ahyudin usai pemeriksaan di lobi Bareskrim Polri, Selasa malam.

Ibnu juga banyak ditanyakan hal serupa, yakni soal legalitas dan struktur ACT. Ia mengaku lelah setelah selesai diperiksa pada pemeriksaan hari Selasa (12/7/2022) malam.

"Saya lelah, saya butuh istirahat," ujar Ibnu.

Potong Donasi 20-30 Persen

Saat ini, para tersangka dalam kasus tersebut masih belum ditahan. Menurut Helfi, proses penahanan dan penangkapan para tersangka masih sedang didiskusikan serta akan dilakukan gelar perkara terlebih dahulu.

Adapun salah satu penyelewengan atau penggelapan dana yang dilakukan ACT terkait dana sosial untuk para korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Total uang yang digelapkan senilai Rp 34 miliar. Uang itu digunakan untuk penggunaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

"Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," kata Helfi.

Baca juga: Dana ACT Diduga Mengalir ke Luar Negeri, BNPT Masih Investigasi

Helfi menjelaskan, ACT menyalahgunakan dana itu untuk pengadaan armada rice truck senilai Rp 2 miliar. Lalu, untuk program big food bus senilai Rp 2,8 miliar, dan untuk pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya senilai Rp 8,7 miliar.

Kurang lebih Rp 10 miliar untuk koperasi syariah 212, sebanyak Rp 3 miliar digunakan untuk dana talangan CV CUN, serta Rp 7,8 miliar untuk PT MBGS.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa Ahyudin dan Ibnu Khajar membuat surat keputusan bersama (SKB) pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30 persen.

Menurutnya, Ahyudin bersama ketiga tersangka lainnya memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina pengawas, dan pengurus ACT dari uang donasi tersebut.

“Bahwa hasil usaha dari badan hukum yang didirikan oleh yayasan tak harusnya juga digunakan untuk tujuan berdirinya yayasan, akan tetapi dalam hal ini A menggunakannya untuk kepentingan pribadi,” ujar dia.

Baca juga: Dana ACT Diduga Mengalir ke Luar Negeri, BNPT Masih Investigasi

Pada saat Ahyudin menjabat sebagai ketua pembina ACT, tersangka Hariyana bersama Novariadi yang menentukan pemotongan dana donasi sebesar 20-30 persen untuk membayar gaji karyawan.

“Sedangkan ketentuan pengurus pembina dan pengawas tidak boleh menerima gaji tidak boleh menerima upah maupun honorarium,” tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com