Mereka juga sepakat menempatkan Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai alternatif.
"Janjinya, saya mendukung dia kalau saya sendiri tidak maju. Tadinya saya akan maju lebih dahulu, tetapi karena fisik tidak memungkinkan, ya Mbak Mega yang maju. Kalau nantinya Mbak Mega kesulitan, kemungkinannya adalah Sri Sultan HB X," ungkap Gus Dur dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 7 September 2017.
Baca juga: Surat Sakti Lurah Gambir yang Buat Gus Dur Tinggalkan Istana
Peluang Megawati menjadi presiden pun melambung. Dukungan itu juga menepis kekhawatiran Megawati ditolak karena faktor agama dan ideologi nasionalis.
Jika ada kehawatiran demikian, Gus Dur dan sejumlah tokoh NU yang pasang badan membela putri Soekarno itu.
Akhirnya, Gus Dur dan Megawati dipertemukan di Pemilu Presiden 1999. Kala itu, presiden masih dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI selaku lembaga tertinggi negara.
Panggung pemilihan menjadi sengit tatkala BJ Habibie memutuskan mengundurkan diri. Habibie mundur dari pencalonan setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak MPR.
Praktis, gelanggang pemilihan presiden yang digelar melalui Rapat Paripurna MPR 20 Oktober 1999 menjadi milik berdua, antara Gus Dur dan Megawati.
Ujungnya, Gus Dur berhasil keluar sebagai pemenang dengan mengantongi 373 suara, 60 suara lebih banyak dari Megawati.
Baca juga: Gus Dur: Tak Ada Jabatan yang Layak Dipertahankan dengan Pertumpahan Darah
Namun, tak berhenti di situ, Gus Dur melobi Megawati untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Di saat bersamaan, dia meminta mantan Panglima ABRI Wiranto tak maju sebagai cawapres.
Megawati pun menurut. Dia ikut serta dalam pemilihan calon wakil presiden yang digelar 21 Oktober 1999.
Hasilnya, Megawati unggul setelah mengalahkan Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Maka, lahirlah pimpinan baru RI, duet Gus Dur sebagai presiden dan Megawati duduk di sampingnya sebagai wakil.
Ketika mengemban kuasa, Gus Dur dan Megawati tak sekali dua kali ribut. Megawati mengakui pertengkaran keduanya kerap terjadi.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 13 Juli 2017, Ketua Umum PDI-P itu menyampaikan bahwa ketika bertengkar, dirinya enggan bertemu dengan Gus Dur.
Namun, pertengkaran biasanya tak berlangsung lama. Selalu saja Gus Dur yang inisiatif untuk mengajak damai.