Alasan lain yang dikemukakan MK menolak uji materi UU 35/2009 terkait usul membolehkan ganja untuk keperluan pengobatan adalah sampai saat ini belum ada kajian dan penelitian di dalam negeri terkait hal itu.
"Keinginan para pemohon untuk diperbolehkannya narkotika golongan I untuk pelayanan kesehatan atau terapi belum terdapat bukti telah dilakukan pengkajian dan penelitian bersifat komprehensif dan mendalam secara ilmiah. Dengan belum adanya bukti pengkajian tersebut maka keinginan pemohon sulit untuk dipertimbangkan dan dibenarkan oleh mahkamah untuk diterima alasan rasionalitasnya," kata Hakim MK Suhartoyo saat membacakan pertimbangan putusan.
Baca juga: MK Minta Pemerintah Segera Kaji Ganja Medis untuk Kebutuhan Kesehatan
Menurut Hakim Suhartoyo, sejumlah fenomena yang memperlihatkan pasien dengan penyakit tertentu yang sembuh dengan memanfaatkan ganja yang merupakan narkotika golongan I masih belum cukup untuk dijadikan bukti.
"Mahkamah dapat memahami dan memiliki rasa empati yang tinggi kepada para penderita penyakit tertinggi yang secara fenomenal dapat disembuhkan dengan terapi yang memanfaatkan narkotika golongan I namun mengingat hal tersebut belum merupakan hasil yang valid dari pengkajian dan penelitian secara ilmiah," ujar Hakim MK Suhartoyo.
3. Kebijakan negara lain belum bisa diadopsi
Menurut Hakim MK Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, kebijakan sejumlah negara yang mengizinkan pemanfaatan ganja untuk keperluan pengobatan tidak serta merta bisa menjadi landasan hukum untuk diterapkan di Indonesia.
"Fakta hukum tersebut tidak serta merta dapat dijadikan parameter bahwa seluruh jenis narkotika dapat dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan yang dapat diterima dan diterapkan oleh semua negara. Hal ini disebabkan karena adanya karakter yang berbeda baik jenis bahan narkotikanya, struktur dan budaya masyarakat dari negara yang bersangkutan," kata Hakim MK Daniel.
Baca juga: Pemerintah Didesak Segera Beri Izin Riset Ganja untuk Keperluan Medis
"Walau diperoleh fakta hukum banyak orang yang menderita penyakit-penyakit tertentu dengan fenomena yang mungkin dapat disembuhkan dengan pengobatan yang memanfaatkan narkotika golongan tertentu, namun hal tersebut tidak berbanding lurus dengan besar akibat yang ditimbulkan apabila tidak ada persiapan terkait struktur dan budaya hukum masyarakat termasuk sarana prasarana yang dibutuhkan belum sepenuhnya tersedia," lanjut Hakim MK Daniel.
4. Pengubahan golongan narkotika wewenang DPR dan Pemerintah
Para penggugat meminta MK untuk mengubah Pasal 6 Ayat (1) UU Narkotika untuk memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis.
Mereka juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 8 Ayat (1) yang berisi larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan inkonstitusional.
Menurut Hakim MK Suhartoyo, untuk menggeser jenis dan golongan narkotika ganja harus dilakukan melalui revisi undang-undang.
Sedangkan proses revisi undang-undang, kata Hakim MK Suhartoyo, tidak bisa dilakukan secara sederhana.
Baca juga: Uji Materi yang Ditolak MK Bukan Akhir Perjuangan Manfaatkan Ganja Medis untuk Kesehatan
"Oleh karena itu untuk melakukan perubahan sebagaimana tersebut di atas dibutuhkan kebijakan yang sangat komprehensif dan mendalami melalui tahapan penting yang harus dimulai dengan penelitian dan pengkajian ilmiah," ujar Hakim MK Suhartoyo.
Hakim MK Suhartoyo juga menyampaikan, persoalan kepastian hukum terkait pemanfaatan ganja yang termasuk narkotika golongan I merupakan kewenangan pembuat undang-undang yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah.
Sebab dalam UU 35/2009 tentang Narkotika juga mengatur tentang pasal pemidanaan penyalahgunaan narkotika.
"Mahkamah dalam beberapa putusannya telah berpendirian hal-hal tersebut menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, open legal policy," ujar Hakim MK Suhartoyo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.