Rangkaian tahapan analisis melingkupi proses perencanaan, perumusan, formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan secara komprehensif.
Sifat pekerjaan yang dimiliki oleh seorang Analis Kebijakan, sangat menekankan sisi konseptual dari pada prosedural yang lebih bersifat teknis dan minor.
Analisis bersifat penalaran dengan metode tertentu, untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang terjadi pada implementasi, sebagai bahan penyempurnaan pada tahap formulasi kebijakan.
Prosedur kerja birokrasi yang didasarkan pada surat perintah penugasan, masih merefleksikan kerangka struktural eselonisasi jabatan pada setiap unit kerja pemerintahan.
Dalam praktiknya, posisi seorang analis kebijakan dalam struktur birokrasi tersebut, berdampak bias karena statusnya yang di satu sisi menjadi bagian hierarkis, namun di sisi yang lain juga merupakan entitas tersendiri berdasarkan fungsinya. Sebuah dualisme peran yang sulit dihindarkan.
Seorang analis diharapkan mampu mengerjakan tugas-tugas secara mandiri tanpa harus terikat oleh struktur, menjadi tidak optimal karena diwajibkan berperan ganda, baik untuk peran struktural maupun fungsionalnya.
Para pejabat tinggi di pemerintahan pada kementerian atau lembaga negara tertentu, bukanya tidak memahami adanya dualisme peran bagi JFAK di lingkungan kerjanya.
Namun tuntutan untuk mencapai target-target kinerja yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) sebagai derivasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), menjadi perhatian utama dengan mendayagunakan SDM pegawai yang dimiliki.
Imbasnya, setiap JFAK harus bekerja ekstra memenuhi angka kredit, sekaligus mampu mewujudkan tugas-tugas organisasi dalam rangka mendukung posisi pimpinan secara struktural.
Kondisi seperti ini tentu tidak cukup ideal bagi setiap Pejabat Fungsional, khususnya Analis Kebijakan.
Seorang analis kebijakan diwajibkan mencapai angka kredit agar dapat “dinilai” berkinerja sebagaimana spirit yang terkandung dalam wacana reformasi birokrasi.
Pada saat yang bersamaan, juga harus mengerjakan tugas-tugas rutin yang seringkali lebih bersifat teknis prosedural ketimbang konseptual dan menekankan proses analisis mendalam.
Dibutuhkan suatu pembagian tugas yang lebih tegas, dengan harapan setiap JFAK dapat berfokus pada tugas-tugasnya sebagai thinker yang mendukung proses analisis dan rasionalisasi setiap agenda publik.
Melihat ke depan
Proses rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memadai, menjadi kunci dalam menciptakan birokrasi yang sehat.
Dualisme peran JFAK dalam tubuh birokrasi, lebih disebabkan oleh keterbatasan kuantitas SDM pegawai pada setiap unit kerja, bukan karena beban tugasnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Permen PAN-RB No. 45 Tahun 2013.
Pemetaan kebutuhan pegawai di instansi pemerintah, perlu terus dilakukan sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman, serta didukung oleh kemampuan fiskal negara yang diharapkan semakin tangguh.
Dengan komposisi pegawai dan manajemen ASN yang lebih baik, peran JFAK akan lebih optimal dan mampu membuahkan hasil kajian yang berkualitas sebagai bahan dalam perumusan dan penyempurnaan kebijakan publik di Indonesia.
*Rusman, Analis Kebijakan – Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan DJPI – Kementerian PUPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.