JAKARTA, KOMPAS.com - Senjata api (senpi) yang digunakan oleh Bharada E dalam insiden polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J di kediaman Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo menuai polemik.
Oleh polisi, Bharada E disebut menggunakan senpi pistol jenis Glock dengan magasin berisi 17 peluru. Sebanyak 5 peluru dimuntahkan Bharada E dan mengenai tubuh Brigadir J.
Sementara, Brigadir J disebut menggunakan pistol jenis HS dengan magasin berisi 16 peluru. Sebanyak 7 peluru dilepaskan Brigadir J, tetapi tak satupun mengenai Bharada E.
Baca juga: Polemik Glock 17, Pistol yang Disebut Buat Perwira, tapi Dipakai Bharada E
Beberapa pihak menilai bahwa senpi Bharada E tak seharusnya dipakai oleh anggota kepolisian golongan tamtama.
"Dalam peraturan dasar kepolisian, tamtama penjagaan hanya diperbolehkan membawa senjata api laras panjang ditambah sangkur," kata Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto, kepada Kompas.com, Senin (18/7/2022).
Sementara, polisi mengeklaim, penggunaan senpi tersebut tak menyalahi aturan.
Lantas, bagaimana sebenarnya aturan penggunaan senjati api oleh anggota Polri?
Ihwal penggunaan senjata api oleh anggota Polri sedianya telah diatur dalam Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Polri, Senjata Api Non Organik Polri/TNI, dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api.
Definisi mengenai senjata api standar Polri termaktub dalam Pasal 1 angka 4 beleid tersebut.
"Senjata api atandar Polri yang selanjutnya disebut senjata api organik Polri adalah senjata api kaliber 5,5 milimeter ke atas dengan sistem kerja manual,nsemi otomatis dan/atau otomatis, serta telah dimodifikasi, termasuk amunisi, granat dan bahan peledak untuk keamanan dan ketertiban masyarakat," demikian bunyi pasal tersebut.
Baca juga: Glock Bharada E Vs HS-9 Brigadir J, Dua Senjata dalam Insiden Polisi Tembak Polisi
Kemudian, disebutkan dalam Pasal 2 bahwa penggunaan senjata api oleh personel kepolisian harus seizin pejabat yang ditunjuk Kapolri.
Setidaknya, terdapat 8 jenis senjata api organik yang diatur dalam Peraturan Kepolisian, mulai dari senpi genggam hingga senpi pelontar.
Berikut rincian jenis senjata api yang penggunaannya harus mengantongi izin sebagaimana diatur dalam Pasal 2:
Menurut Pasal 8 Peraturan Kepolisian, izin penggunaan senpi harus memenuhi sejumlah persyaratan, yakni:
Baca juga: Anggota Komisi III Duga Ada Kejanggalan atas Informasi Penggunaan Glock 17 Bharada E
Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2022 tak mengatur detail penggunaan senjata api berdasar golongan anggota kepolisian.
Namun, dalam Peraturan Dasar Kepolisian yang dirilis oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri tahun 2019, diatur soal perlengkapan anggota polisi saat piket kesatrian.
Perlengkapan tersebut berbeda-beda antara satu golongan polisi dengan golongan lainnya, tak terkecuali senjata yang digunakan.
Disebutkan bahwa untuk perwira dan bintara yang piket, maka dilengkapi dengan senjata pistol sesuai dengan ketentuan Polri.
Sementara, untuk golongan tamtama, disebutkan demikian:
"Bersenjata plus sangkur (yang disamakan) atau sesuai ketentuan Polri," demikian dikutip dari Peraturan Dasar Kepolisian.
Baca juga: Polri: Ajudan-Driver Pejabat Polisi Boleh Pegang Senpi, Pistol Glock 17 Tak Hanya untuk Perwira
Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan pun menilai, penggunaan senjata jenis Glock 17 oleh Bharada E terkesan janggal.
Sebab, sepengetahuannya, di internal Polri, senjata api jenis Glock hanya digunakan oleh personel berpangkat Kapten atau Ajun Komisaris Polisi (AKP) ke atas.
“Yang saya ketahui, saya bukan pemakai senjata, tapi saya rajin membaca-baca, bahwa Glock itu untuk internal Polri, yang memakai kapten ke atas," katanya dalam dialog Sapa Indonesia Malam, Kompas TV, Rabu (13/7/2022).
Sementara, menurut Bambang Rukminto, pemberian rekomendasi penggunaan senjata harusnya disesuaikan dengan peran dan tugas personel kepolisian.
Oleh karenanya, dia mempertanyakan peran Bharada E kaitannya dengan tugas penjagaan terhadap Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo. Apakah dia ditugaskan menjaga rumah dinas, sebagai sopir, atau sebagai ajudan Ferdy.
"Kalau penjaga tentu diperbolehkan membawa senjata api laras panjang plus sangkur atau sesuai ketentuan. Kalau sopir buat apa senjata api melekat apalagi jenis otomatis seperti Glock," ujar Bambang.
"Kalau sebagai ajudan, apakah ajudan Pati (perwira tinggi) sekarang diubah cukup minimal level tamtama dan apakah ajudan perlu membawa senpi otomatis seperti Glock?" tuturnya.
Bambang mengatakan, sejauh ini aturan penggunaan jenis senjata belum diatur detail dalam Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2022.
Padahal, menurutnya, petunjuk soal penggunaan senjata api, peruntukannya, termasuk aturan pengawasannya penting untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan.
"Makanya ini juga harus menjadi bahan evaluasi agar ke depan tidak muncul lagi insiden-insiden senpi personel yang bisa menimbulkan korban kematian," kata dia.
Baca juga: Polri Didesak Tegak Lurus Arahan Jokowi Tuntaskan Kasus Kematian Brigadir J
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengeklaim, pistol Glock 17 tidak hanya diperuntukkan bagi perwira polisi. Personel polisi level bintara juga bisa menggunakan Glock 17.
"Enggak. Bintara juga bisa (pakai Glock 17)," katanya kepada Kompas.com, Senin (18/7/2022).
Ramadhan berdalih, semua anggota Polri pada prinsipnya boleh menggunakan senpi, baik itu pejabat, sopir pejabat, termasuk personel yang bertugas dalam pengamanan dan pengawalan perwira kepolisian.
Adapun menurut polisi, Brigadir J yang tewas dalam insiden yang terjadi pada Jumat (8/7/2022) itu merupakan personel Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang diperbantukan di Propam sebagai sopir Irjen Ferdy Sambo.
Sementara, Bharada E adalah anggota Brimob yang diperbantukan sebagai asisten pengawal pribadi Ferdy.
Kasus yang dinilai penuh kejanggalan ini kini tengah ditangani oleh tim khusus Polri. Secara terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga turut mengusut kasus ini.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.