Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Tanya yang Belum Dijawab Polisi soal Tewasnya Brigadir J di Rumah Sang Jenderal

Kompas.com - 18/07/2022, 19:34 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah tanya dalam kasus dugaan penembakan yang menewaskan Brigadir J atau Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo sampai saat ini belum terjawab.

Peristiwa berdarah itu terjadi pada Jumat (8/7/2022) pukul 17.00 WIB. Namun, perkara itu baru diumumkan kepada masyarakat pada Senin (11/7/2022) atau 3 hari setelahnya.

Menurut keterangan Mabes Polri, Brigadir J diduga meninggal setelah terlibat saling tembak.

Dugaan baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, itu terjadi pada Jumat (8/7/2022).

Disebutkan Polri, Brigadir J yang merupakan sopir dari istri Ferdy Sambo, PC, baku tembak dengan Bharada E selaku ajudan Kadiv Propam.

Baca juga: BREAKING NEWS: Kapolri Nonaktifkan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan, baku tembak itu dipicu Brigadir J yang melakukan pelecehan kepada PC.

Brigadir J masuk ke kamar PC dan melakukan aksi pelecehan hingga penodongan pistol.

PC pun spontan berteriak dan didengar oleh Brigadir J yang juga kebetulan sedang berada di rumah tersebut.

"Ibu berteriak minta tolong, akibat teriakan tersebut, Brigadir J panik dan keluar dari kamar. Kemudian mendengar teriakan dari Ibu, maka Bharada E yang saat itu berada di lantai atas menghampiri,” kata Ramadhan.

Ramadhan menuturkan, posisi Bharada E dengan Brigadir J berjarak 10 meter. Bharada E yang berada di lantai atas bertanya ada apa ke Brigadir J, tetapi direspons dengan tembakan.

“Akibat tembakan tersebut, terjadilah saling tembak dan berakibat Brigadir J meninggal dunia,” ujar Ramadhan.

Baca juga: Dekoder CCTV di Dekat Rumah Irjen Ferdy Sambo Diambil, Anggota DPR: Untuk Penyidikan atau Diamankan?

Dari hasil olah TKP, Ramadhan mengungkapkan, ada tujuh proyektil yang dilepaskan Brigadir J dan 5 proyektil dari Bharada E.

Lima proyektil dari Bharada E semuanya tepat sasaran dan menyebabkan tujuh luka tembak di tubuh Brigadir J.

Sementara itu, Bharada E sama sekali tidak terkena tembakan peluru.

Sejak awal mula perkara itu dipaparkan kepada masyarakat, muncul berbagai kejanggalan dalam perkara itu.

Kejanggalan itu mulai dari keterangan kronologi kejadian, tugas Brigadir J, rekaman kamera pengawas (CCTV) di lokasi kejadian yang tidak tersedia dengan alasan perangkat rusak, penggunaan senjata api, hasil autopsi korban, hingga pengakuan keluarga mendiang.

Baca juga: Terhadap Istri Irjen Ferdy Sambo, LPSK Akan Lakukan Asesmen Psikologis

Maka dari itu pihak keluarga mendiang Brigadir J hingga kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus mempertanyakan sejumlah kejanggalan dalam perkara itu.

1. Minta autopsi ulang

Kuasa hukum keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, meragukan hasil otopsi yang dilakukan kepolisian.

Menurut Kamaruddin, keluarga hanya mendapatkan informasi Brigadir J sudah diotopsi dari media.

"Tetapi apakah otopsinya benar atau tidak, karena ada dugaan di bawah kontrol atau pengaruh, kita tidak tahu kebenarannya," ujar Kamaruddin saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (18/7/2022).

Kamaruddin meminta agar jenazah Brigadir J diotopsi ulang.

Selain itu, dia juga mendorong visum et repertum diulang.

Baca juga: Minta Jenazah Brigadir J Diotopsi Ulang, Keluarga: Rahangnya Bergeser, Kami Tak Terima Disebut Mati karena Peluru

"Jangan-jangan jeroannya pun sudah tidak ada di dalam. Kita tidak tahu," katanya.

Kamaruddin turut membeberkan pihaknya menemukan sejumlah luka tak wajar di tubuh Brigadir J.

Luka-luka itu dikumpulkan dalam bentuk foto dan video untuk dijadikan alat bukti dalam membuat laporan polisi ke Bareskrim.

2. Dugaan pembunuhan berencana

Kuasa hukum dari keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J resmi melaporkan dugaan pembunuhan berencana ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Pihak kuasa hukum mengatakan laporan mereka diterima polisi.

"Laporan kita sudah diterima, tadi kita melaporkan sebagaimana dijelaskan. Laporan kita soal pembunuhan berencana Pasal 340 (KUHP), kemudian ada pasal pembunuhan, ada pasal penganiayaan juncto Pasal 55 dan Pasal 56, kemudian ada soal pencurian dan soal peretasan," ujar pengacara keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan, di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).

Johnson menjelaskan, polisi tidak menerima laporan atas dugaan pencurian dan peretasan.

Pasalnya, kata Johnson, mereka harus melengkapi bukti dengan cara menyerahkan foto dan ponsel yang diretas itu.

Baca juga: Polisi Akan Tindak Lanjuti Laporan Keluarga Brigadir J soal Dugaan Pembunuhan Berencana

"Sementara yang tercantum di sini adalah soal pembunuhan berencana, pembunuhan dan penganiayaan," katanya. Adapun laporan ini teregister dalam laporan polisi (LP) bernomor LP/B/0386/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI.

LP diterima AKBP Herminto Jaya pada tanggal 18 Juli 2022.

Dalam hal ini, pelapornya adalah Kamaruddin Simanjuntak, yang merupakan salah satu pengacara keluarga Brigadir J.

Tim kuasa hukum keluarga Brigadir J mendatangi Gedung Bareskrim Polri tadi pagi.

Mereka mengklaim membawa sejumlah bukti untuk melaporkan kasus ini.

"Kedatangan kita untuk membuat laporan polisi tentang dugaan tindak pidana dugaannya pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHPidana jo pembunuhan sebagaimana dimaksud Pasal 338 KUHP, jo penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain jo Pasal 351," ujar Kamaruddin.

3. Misteri rekaman CCTV

Menurut Seno Sukarto, Ketua RT 05 RW 01 di Kompleks Polri daerah Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, perangkat dekoder kamera CCTV di kompleks itu diganti oleh polisi tanpa sepengetahuannya.

Seno mengungkapkan, keterangan dari sekuriti yang melapor kepadanya bahwa sejumlah polisi yang datang ke rumah Ferdy Sambo tanpa menggunakan seragam.

"Maksudnya bukan CCTV di rumah Pak Sambo, tapi alat (dekoder) CCTV yang di pos. Itu (diganti) hari Sabtu, saya tahu hari Senin. Iya (polisi) tidak pakai seragam," ujar Seno pada Rabu (13/7/2022).

Seno mengatakan, ia tidak mengetahui pasti alasan polisi mengganti dekoder kamera CCTV yang posisinya berada di pos kompleks Polri tersebut.

Baca juga: Sepekan Berlalu Setelah Dugaan Baku Tembak di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri, Polisi Periksa Kamera CCTV

"Sampai sekarang saya ketemu aja (polisi yang mengganti) juga tidak," kata Seno.

Menurut Seno, sejumlah kamera CCTV yang berada di kompleks Polri dipastikan aktif saat aksi baku tembak yang menewaskan Brigadir J itu terjadi.

Sejumlah kamera CCTV mengarah ke jalan perumahan.

"Kamera CCTV di luar masih aktif. Tidak tahu kalau di dalam (rumah warga). Kecuali kalau yang punya CCTV di dalam rumah mati, kita yang memperbaiki," ucap Seno.

Secara terpisah, Anggota Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan menilai tim khusus Polri yang menangani kasus kematian Brigadir J, harus melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) serta menjelaskan detailnya kepada publik.

Ia mengatakan, penjelasan kepada publik harus jernih dan transparan.

Baca juga: Komnas HAM Akan Dalami Rekaman Kamera CCTV Terkait Penembakan Brigadir J

Ia pun turut menyoroti soal pengambilan kamera pengawas atau CCTV di lokasi kejadian, yang disebut rusak dan diganti.

Ia justru mempertanyakan tujuan pengambilan CCTV itu, apakah murni untuk penyidikan atau justru ada hal lainnya.

"Itu yang olah TKP CCTV diambil itu, diambil dalam langkah penyidikan atau diamankan tanda petik? Kan bisa aja, untuk kepentingan penyidikan, untuk penyidikan atau diamankan?" tanya politikus PDI Perjuangan itu.

3. Kejanggalan pistol Glock

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Trimedya Pandjaitan menilai, ada kejanggalan atas informasi penggunaan senjata Glock 17 oleh Bharada E, saat aksi saling tembak dengan Brigadir J di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Menurut dia, senjata itu tidak seharusnya digunakan oleh Bharada E, karena alasan kepangkatan.

"Ada yang bilang harusnya (Bharada E pakai) senjata laras panjang, gue enggak tahu jenisnya. Yang jelas bukan Glock lah ya," kata Trimedya saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/7/2022).

Menurut dia, keganjilan itu harus diluruskan oleh tim khusus gabungan yang sebelumnya dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Baca juga: Anggota Komisi III Duga Ada Kejanggalan atas Informasi Penggunaan Glock 17 Bharada E

Meski demikian, kalau pun ada personel Polri yang diperkenankan menggunakan Glock 17 karena kepiawaiannya maupun alasan lain, misalnya karena tatangan yang dihadapinya, maka sebaiknya hal itu dapat dijelaskan ke publik.

"Iya harus, kalau memang disampaikan oleh mereka sesuai dengan tugasnya. Misalnya karena yang dikawal adalah Kadiv Propam, dia berhak memakai senjata ini, silakan saja. Gitu lho. Kita kan menyampaikan apa yang kita ketahui," jelasnya.

Di sisi lain, Trimedya juga menyarankan agar Polri ke depan membuat aturan mengenai jenis senjata yang boleh digunakan oleh personel Polri.

Hal itu untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai jenis-jenis senjata yang boleh digunakan atau tidak berdasarkan jenis, kepangkatan dan tugas masing-masing.

"Ke depan, harusnya pimpinan Polri membuat perkap ya soal ini. Soal penggunaan senjata sudah, tapi jenis-jenis senjatanya itu harusnya bikin perkap," urai dia.

Baca juga: Glock Bharada E Vs HS-9 Brigadir J, Dua Senjata dalam Insiden Polisi Tembak Polisi

Secara terpisah, peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto menilai, senjata api (senpi) pistol jenis Glock 17 yang diduga digunakan oleh Bharada E dalam insiden baku tembak yang menewaskan Brigadir J tak sesuai peraturan dasar kepolisian.

Sebab, Bharada E merupakan anggota kepolisian berpangkat tamtama. Merujuk aturan dasar kepolisian, kata Bambang, tamtama hanya boleh membawa senjata api laras panjang.

"Dalam peraturan dasar kepolisian, tamtama penjagaan hanya diperbolehkan membawa senjata api laras panjang ditambah sangkur," kata Bambang kepada Kompas.com, Senin (18/7/2022).

Bambang mengatakan, pemberian rekomendasi penggunaan senjata harusnya disesuaikan dengan peran dan tugas personel kepolisian.

Oleh karenanya, dia mempertanyakan peran Bharada E kaitannya dengan penjagaan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Irjen Ferdy Sambo.

Apakah dia ditugaskan menjaga rumah dinas, sebagai sopir, atau sebagai ajudan Ferdy.

"Kalau penjaga tentu diperbolehkan membawa senjata api laras panjang plus sangkur atau sesuai ketentuan. Kalau sopir buat apa senjata api melekat apalagi jenis otomatis seperti Glock," ujar Bambang.

Baca juga: Tanda Tanya Glock 17, Pistol yang Diduga Dipakai Bharada E dalam Insiden Polisi Tembak Polisi

"Kalau sebagai ajudan, apakah ajudan Pati (perwira tinggi) sekarang diubah cukup minimal level tamtama dan apakah ajudan perlu membawa senpi otomatis seperti Glock?" tuturnya.

(Penulis : Muhammad Isa Bustomi, Adhyasta Dirgantara, Fitria Chusna Farisa, Nicholas Ryan Aditya | Editor : Fitria Chusna Farisa, Dani Prabowo, Jessi Carina, Krisiandi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com