Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi IX Dukung Pemerintah Setop Pengiriman TKI ke Malaysia

Kompas.com - 15/07/2022, 13:30 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mendukung kebijakan pemerintah melakukan moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) atau tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia.

Menurut dia, pemerintah sudah tepat mengeluarkan kebijakan tersebut dengan alasan aspek perlindungan terhadap PMI.

"Dalam hal ini, ada kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Malaysia yang tidak dilaksanakan secara konsisten. Hal itulah yang dinilai berpotensi merugikan PMI," kata Saleh dalam keterangannya, Jumat (15/7/2022).

Baca juga: Migrant Care Dukung Penghentian Sementara Pengiriman TKI ke Malaysia

Saleh menjelaskan, Indonesia dan Malaysia sebelumnya telah menyepakati nota kesepahaman atau MoU terkait proses penempatan PMI.

Dengan adanya penandatanganan MoU itu, Saleh mengatakan, proses penempatan PMI tidak lagi menggunakan cara lama.

"Harus lebih teradministrasi dan terpantau secara baik. Dengan begitu, kondisi seluruh PMI yang ada di Malaysia dapat dipastikan kenyamanan dan keamanannya," ujarnya.

Saleh menekankan pemerintah agar memerhatikan beberapa hal terkait kebijakan moratorium ini.

Baca juga: Pemerintah RI Bakal Kirim Lagi TKI ke Malaysia, asalkan...

Pertama, pemerintah harus memastikan tidak ada pengiriman PMI secara ilegal dan non-prosedural ke Malaysia.

"Jangan sampai, keputusan moratorium ini malah membuat PMI berangkat tanpa melalui jalur formal. Ini pasti akan menyulitkan. Mungkin tidak sekarang, tapi nanti jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," jelasnya.

Ketua Fraksi PAN DPR itu mengingatkan bahwa moratorium serupa sudah dilakukan ke negara-negara Timur Tengah. Namun faktanya, PMI tetap berangkat secara informal dan non-prosedural.

"Saya mendapat informasi, jumlahnya sangat banyak. Artinya, moratorium itu tidak memperbaiki keadaan sebagaimana yang diinginkan. Justru, ada masalah baru dimana perlindungan PMI semakin tidak tertangani karena tidak terpantau," ucapnya.

Baca juga: Anggota Komisi IX Dukung Penuh Rencana Pemerintah Tunda Pengiriman PMI ke Malaysia

Ia menambahkan, PMI yang pergi secara non-prosedural, akan dilakukan secara sembunyi-sembunyi saat berangkat hingga mereka sampai di tempat kerja.

"Nah, jika nanti ada masalah, barulah pemerintah kesulitan. Kan banyak yang bermasalah juga. Mulai dari jam kerja, gaji, kekerasan, dan lain-lain. Tentu pemerintah akan mengupayakan perlindungannya. Tetapi pasti akan sulit dan rumit karena sejak awal sudah berangkat tidak sesuai dengan jalur yang semestinya," imbuh dia.

Hal kedua, lanjut Saleh, pemerintah diminta untuk menyiapkan lapangan pekerjaan alternatif di dalam negeri. Sebab, menurut dia, warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri, sebagian besarnya karena kesulitan mencari pekerjaan di daerahnya.

"Ini yang harus dipikirkan pemerintah agar para pekerja kita tidak menganggur," tambahnya.

Baca juga: TKI ke Malaysia Disetop Sementara, Menaker: RI Tunggu Malaysia Klarifikasi dan Tutup SMO

Ketiga, sambung Saleh, pemerintah diminta meningkatkan pelaksanaan pelatihan kerja agar PMI memiliki keahlian.

Seandianya harus pergi ke luar negeri pun, menurut Saleh, pekerjaan yang ditargetkan adalah pekerjaan formal.

"Sedapat mungkin harus dihindari pengiriman PMI informal yang bekerja pada bisang domestik. Ini hanya bisa dilakukan jika para PMI kita memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang mumpuni," katanya.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman/penempatan PMI ke Malaysia lantaran adanya pelanggaran perjanjian yang telah disepakati oleh menteri ketenagakerjaan di negara masing-masing.

Baca juga: Anggota Komisi IX Dukung Penuh Rencana Pemerintah Tunda Pengiriman PMI ke Malaysia

Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono mengungkapkan, penghentian sementara pengiriman PMI ke Malaysia karena Malaysia masih menggunakan perekrutan melalui Sistem Maid Online (SMO).

"MoU itu tidak dilaksanakan semua, tapi justru Malaysia menggunakan skema sendiri yang sangat merugikan PMI dan menimbulkan masalah," kata Hermono saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/7/2022).

Hermono mengatakan, perekrutan melalui SMO membuat buruh migran asal Indonesia rentan dieksploitasi.

Baca juga: Mau Selundupkan 16 PMI Ilegal ke Malaysia, 7 Pelaku Perdagangan Orang Ditangkap Polres Bintan

Sebab, lewat sistem besutan Kementerian Dalam Negeri Malaysia (Kemendagri) Malaysia itu, pemerintah Indonesia tidak mengetahui nama majikan dan jumlah upah yang diberikan.

Adapun dalam MoU, kedua negara sepakat menggunakan Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) sebagai satu-satunya sistem yang legal dalam merektur PMI di sektor domestik alias pembantu rumah tangga (PRT).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com