Meski demikian, Kemenag meminta para travel atau biro perjalanan haji untuk melapor perjalanan visa mujamalah. Tujuannya agar Kemenag mengetahui pihak-pihak yang menerima visa dan biro perjalanan yang membawa mereka.
"Kalau tidak lapor, Kemenag akhirnya tidak tahu termasuk dalam kasus kemarin. Teman-teman Al Fatih tidak pernah melaporkan jemaah yang mereka bawa kepada Kemenag sehingga mereka tidak tahu. Itulah prinsipnya visa mujamalah atau furoda," beber Eko.
Terkait Al Fatih, Eko tidak ingin berspekulasi lebih lanjut mengenai modusnya. Dia pun tidak mengerti dari mana visa mujamalah bisa didapatkan Al Fatih mengingat para jemaah yang diberangkatkan tidak berasal dari Malaysia atau Singapura, sesuai undangan raja ke negara tersebut.
"Jadi saya tidak bisa komen apakah ini dijual terus bagaimana kedutaan besar Saudi cara mereka memberikan visa kepada pihak yang diinginkan itu, saya tidak tahu," ungkapnya.
Berdasarkan hasil koordinasi kata Eko, travel atau biro perjalanan haji PT Al Fatih Indonesia Travel sudah memberangkatkan jemaah haji furoda sejak tahun 2014. Eko menduga, Al Fatih baru tahun ini mencoba visa dari negara lain.
"Saya tidak bisa kemudian menganalisa yang tahun-tahun sebelumnya. Saya dengar dia sudah beroperasi sejak tahun 2014," tutur Eko.
Baca juga: Tunggu Laporan Korban, Polisi Belum Bisa Tindak Travel Bodong yang Berangkatkan 46 Haji Furoda
Dia merasa janggal lantaran visa furoda harusnya diberikan kepada warga negara yang memiliki izin tinggal di negara tersebut.
Dia mencontohkan, WNI di Singapura maupun Malaysia tidak bisa mendapat visa furoda dari rekomendasi Kedubes Arab Saudi di Singapura atau Malaysia. Pasalnya, WNI di dua negara itu masih berstatus warga indonesia dan tidak memiliki izin tinggal.
"Kenapa kok bisa perusahaan-perusahaan besar Saudi di Singapura atau di Malaysia memberikan visa mujamalah bukan kepada orang yang tinggal di negara itu. Kenapa? Saya enggak tahu juga," tanya Eko.
Untuk mengusut tuntas kejadian ini, Kemenag melakukan penelusuran keberadaan kantor Al Fatih. Sebab setelah ditelusuri, perusahaan memiliki alamat palsu meskipun mencantumkan nama di Jalan Panorama, Lembang, Bandung Barat.
Baca juga: Konjen RI Tegaskan Visa Haji Furoda Kewenangan Kerajaan Saudi, Kemenag Tak Ikut Campur
Kemenag juga mendorong para korban untuk melapor ke polisi. Pasalnya, biaya untuk berangkat haji melalui PT Alfatih Indonesia Travel pun cukup fantastis.
Perusahaan travel itu mematok tarif mulai dari 13.000 dollar AS atau mulai dari (Rp 195.544.700) sampai harga tertinggi sekitar Rp 300 juta.
Apalagi hingga kini, kepolisian belum bisa melakukan tindakan apapun lantaran belum ada korban yang melapor terkait kasus travel bodong.
Baca juga: Tunggu Laporan Korban, Polisi Belum Bisa Tindak Travel Bodong yang Berangkatkan 46 Haji Furoda
Kanwil Kemenag Kabupaten Bandung Barat (KBB) menelusuri keberadaan PT Alfatih Indonesia.
Informasi awal, PT Alfatih Indonesia Travel beralamat di Jalan Panorama 1 Nomor 37, Desa Kayuambon, Kecamatan Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat.
Hasil penelusuran Kompas.com, lokasi yang dicantumkan bukan kantor perusahaan travel pemberangkatan haji, namun penginapan Cahaya Panorama.
Baca juga: Kemenag: Dipastikan PT Alfatih Indonesia Travel Gunakan Alamat Palsu
Pemerintah setempat melakukan investigasi terkait alamat PT Alfatih Indonesia Travel itu, sehingga dipastikan bahwa alamat yang dicatut adalah fiktif.
Camat Lembang Herman Permadi mengatakan, jika perusahaan itu ada di wilayah Lembang, setidaknya pihak RT/RW atau aparat setempat juga mencatat aktivitas mereka.
"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak RT/RW, memastikan berkenaan alamat tersebut. Kami meyakini alamat tersebut tidak ada di kami karena terus terang penomoran itu pasti terdata di pemerintah desa," sebut Herman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.