Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Pembahasan RKUHP yang Masih Panjang, dari Pasal Kontroversial hingga Penolakan Mahasiswa

Kompas.com - 30/06/2022, 07:06 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) masih panjang dan belum akan disahkan dalam waktu dekat.

Di sisi lain, pembahasan RKUHP juga memicu beragam kritik dari kelompok masyarakat sipil, terutama mengenai pasal-pasal yang dinilai membuat pemerintah terkesan antikritik.

Proses penyusunan RKUHP sudah memakan waktu 58 tahun, sejak dimulai pada 1964 silam. Bahkan beberapa pakar hukum yang ikut melakukan rekodifikasi sudah almarhum.

Penyusunan RKUHP juga tidak dilakukan dari nol, tetapi para pakar memilih jalan melakukan rekodifikasi dan menambah penjelasan pada tiap pasal.

Di sisi lain, masyarakat berharap sejumlah aturan pidana dalam RKUHP dibuat dengan gagasan memberi kepastian hukum tanpa ada pasal-pasal yang dinilai kontroversial.

Pemerintah dan Komisi III DPR menyepakati hasil sosialisasi RKUHP yang disampaikan pada rapat dengar pendapat di Komisi III pada 25 Mei 2022 lalu.

Baca juga: Harap RKUHP Tetap Disahkan Sebelum 7 Juli, Ketua Komisi III: Kalau Belum, Ya Mundur

Saat itu, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan akan membawa draf terbaru RKUHP ke dalam rapat paripurna bersama dengan RUU Pemasyarakatan.

Rencananya RKUHP dan RUU Pemasyarakatan akan disahkan pada Juli 2022 mendatang.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Sharif Omar Hiariej menyatakan bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) batal disahkan pada masa sidang DPR ke-lima, tahun sidang 2021-2022.

"Enggak-enggak. Karena minggu depan sudah reses (DPR). Sementara kita masih memperbaiki draf," kata lelaki yang biasa disapa Eddy itu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2022) lalu.

Eddy mengatakan, saat ini lima poin perbaikan yang tengah dikerjakan dalam draf RKUHP.

Poin pertama adalah melakukan revisi beberapa pasal berdasarkan masukan masyarakat. Kendati demikian, Eddy tak menyebutkan pasal yang dimaksud.

"Kedua, mengenai rujukan pasal. Kan ada dua pasal yang dihapus. Kalau dua pasal dihapus itu kan berarti kan nomor-nomor pasal jelas berubah, sehingga kita rujukan pasal ini harus hati-hati," ucap dia.

"Misalnya ketika kita melihat sebagaimana dimaksud dalam pasal sekian, nah ternyata kan berubah," kata Eddy.

Ketiga, Eddy mengatakan bahwa draf RKUHP masih banyak salah ketik. Hal itu pun tentu perlu diperbaiki.

Baca juga: Wamenkumham Enggan Temui Mahasiswa Bahas RKUHP, BEM UI: Anda Jangan Hanya Omong Kosong Saja!

Poin keempat adalah sinkronisasi antara batang tubuh dan penjelasan.

Yang terakhir tentang persoalan sanksi pidana.

"Jadi sanksi pidana ini kita harus mensinkronkan supaya tidak ada disparitas," kata Eddy.

Eddy kemudian membeberkan alasan mengapa proses revisi draf RKUHP harus cermat dan memakan waktu lama. Yakni pemerintah tidak ingin ada tumpang tindih aturan antara RKUHP dengan undang-undang lain.

Misalnya, kata Eddy, jangan sampai pasal yang ada dalam RKUHP tumpang tindih UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Dipertahankan

Ilustrasi KUHP dan KUHAPKOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Ilustrasi KUHP dan KUHAP

Salah satu persoalan yang membuat pembahasan draf RKUHP menuai reaksi penolakan dari kalangan masyarakat sipil adalah keberadaan pasal penghinaan terhadap presiden.

Eddy berkeras pemerintah tetap mempertahankan pasal itu dalam draf RKUHP.

"Tidak akan kita hapus. Tidak akan. Intinya kita begini ya, pasti tidak mungkin memuaskan semua pihak. Jadi kalau enggak setuju (dengan pembahasan RKUHP), kan pintu MK terbuka lebar," ujar Eddy.

Baca juga: Wamenkumham Ungkap Lima Poin Perbaikan Draf RKUHP

Eddy menepis tuduhan pemerintah antikritik dengan mempertahankan pasal penghinaan presiden.

Menurut dia, orang-orang yang menilai pemerintah antikritik, tidak bisa membedakan antara kritik dan penghinaan.

"Yang dilarang itu penghinaan lho, bukan kritik. Dibaca enggak bahwa kalau itu mengkritik enggak boleh dipidana? Kan ada di pasalnya. Jadi apa lagi?" kata Eddy.

Eddy menyebut orang yang menyamakan penghinaan dengan kritik sebagai orang-orang yang 'sesat pikir' karena tidak membaca.

Sementara itu, kata Eddy, pasal penghinaan adalah pasal yang sangat spesial.

Apalagi pasal itu tak bisa dirujuk ke negara lain. Eddy menjelaskan, penghinaan di Indonesia dianggap sebagai perbuatan yang jahat, bukan karena dilarang oleh UU.

Sudah diundang

Sekitar lebih dari 300 orang mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, pada Selasa (28/6/2022) sore.Kompas.com/MITA AMALIA HAPSARI Sekitar lebih dari 300 orang mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, pada Selasa (28/6/2022) sore.

Kelompok mahasiswa pada Selasa lalu kembali menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta, menolak pembahasan RKUHP.

Saat itu, Eddy menyatakan menolak menemui mereka.

Menurut dia, alasan penolakan itu karena Kemenkumham sudah mengundang Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di seluruh Indonesia untuk membahas draf RKUHP pada 23 Juni 2022. Namun, pihak BEM tidak hadir.

"Enggak, enggak. Kan kita undang mereka enggak datang. Ngapain nemuin? Kan Kemenkumham mengundang koalisi masyarakat sipil, pimred, dan Badan Eksekutif Mahasiswa. Mereka enggak mau datang," ujar Eddy.

Baca juga: Wamenkumham Sebut Pemerintah Tak Antikritik, meski Pertahankan Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP

Eddy, perwakilan dari aliansi masyarakat sipil hingga pemimpin redaksi (pimred) memenuhi panggilan Kemenkumham.

"Teman-teman BEM enggak mau datang," ucapnya.

Meski demikian, Eddy tidak mengetahui kenapa para mahasiswa memilih tidak datang saat itu. Dia mengaku tidak diberitahu alasan kenapa mereka tak datang.

Tidak didengar

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Bayu Satria menyampaikan pernyataan menanggapi Eddy yang enggan menemui demonstran pada Selasa lalu terkait penolakan RKUHP.

"Prof Eddy, Anda jangan hanya omong kosong saja. Kami sudah memberikan langsung catatan dan rekomendasi aliansi mahasiswa saat kita bertemu," kata Bayu kepada Kompas.com, Rabu (29/6/2022).

Pertemuan itu, menurutnya, terjadi pada 14 Juni 2022. Saat itu, aliansi mahasiswa bertemu dengan Eddy dan menyampaikan sejumlah catatan kepadanya.

"Responsnya pada waktu itu katanya akan dipertimbangkan lagi," kata dia.

Baca juga: Pemerintah Ogah Temui Mahasiswa yang Demo soal RKUHP di DPR, Ini Alasannya

"Bahkan kami juga sudah memaparkan mengapa kami mengritik berbagai pasal yang akan mencederai demokrasi dan mengkhianati Reformasi," lanjut Bayu.

Ia pun menganggap bahwa pertemuan dengan Eddy sebagai hal yang percuma.

"Percuma juga kalau Wamenkumham menemui kami, tapi tidak pernah mau mendengar kami," ujar Bayu.

Aksi Selasa lalu oleh aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP dilakukan karena mereka menilai tidak ada perubahan berarti dalam sikap pemerintah dan DPR terkait RKUHP.

"Ini ibarat lempar batu sembunyi tangan. Pemerintah melempar ke DPR, DPR juga melempar lagi ke pemerintah. Jangan main kucing-kucingan dengan rakyat," ujar Bayu.

"Tidak dibukanya draf RKUHP terbaru ke publik adalah bentuk tidak terwujudnya good governance dan cacatnya proses pembuatan peraturan di negeri ini," jelasnya.

Bayu mengakui bahwa pihaknya akan melakukan konsolidasi bersama dalam waktu dekat untuk menentukan sikap selanjutnya terkait RKUHP.

Mundur

Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Bambang Wuryanto mengatakan, pihaknya masih berharap pengesahan RKUHP dapat selesai pada masa sidang V Tahun 2021-2022.

Akan tetapi, jika tidak bisa dilakukan maka proses pengesahan RKUHP kembali diundur.

"Jadi harapan kita bisa selesai. Harapan kita, masa sidang tanggal 7 Juli (selesai). Ya kalau belum, nanti mundur lagi kan begitu," kata Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/6/2022).

Pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu menyatakan tidak menjadi masalah jika RKUHP tak disahkan pada masa sidang V.

Baca juga: Massa Aksi Minta Puan Maharani Temui Mereka, Hentikan Pembahasan RKUHP Laknat!

"Jadi enggak usah tergesa-gesa, santai aja. Apa sih yang jadi masalah?," imbuh Pacul.

Lebih lanjut, Pacul menilai bahwa seluruh fraksi tidak menemui kendala agar RKUHP disahkan.

Menurut dia, substansi peraturan perundangan dalam hal ini RKUHP sudah selesai.

"Enggak ada (kendala) semua sepakat. Ini tinggal prosedurnya bisa selesai atau tidak," ucapnya.

(Penulis : Nicholas Ryan Aditya, Adhyasta Dirgantara, Vitorio Mantalean | Editor : Icha Rastika, Dani Prabowo, Diamanty Meiliana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com