Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengawal Misi Damai Jokowi Akhiri Tragedi Kemanusiaan Ukraina-Rusia...

Kompas.com - 28/06/2022, 06:00 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo membawa misi besar kemanusiaan dalam lawatannya ke luar negeri kali ini.

Dalam waktu dekat, dia berencana bertemu dengan pimpinan dua negara yang sedang berkonflik, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Kunjungan luar negeri Jokowi dimulai pada Minggu (26/6/2022) dengan bertandang ke Jerman.

Di Jerman, Jokowi dijadwalkan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 pada 27-28 Juni 2022. Presiden mengaku akan mendorong negara-negara G7 untuk mengampanyekan perdamaian di Ukraina.

"Di sini kita akan mendorong, mengajak negara-negara G7 untuk bersama-sama mengupayakan perdamaian di Ukraina," kata Presiden dalam konferensi pers, Minggu (26/6/2022).

Baca juga: Misi Jokowi Temui Zelensky dan Putin untuk Hentikan Perang

Usai kunjungan ke Jerman, Jokowi berencana bertolak ke Ukraina untuk bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy.

Jokowi berjanji bakal mendorong Zelenskyy untuk membuka dialog dalam rangka perdamaian Ukraina dan Rusia.

Setelah bertemu Zelenskyy, kepala negara akan terbang ke Rusia untuk bertemu Presiden Vladimir Putin. Sama seperti saat nantinya bertemu Zelenskyy, Jokowi akan mengajak Putin berdialog untuk membuka peluang menghentikan perang.

“Dan sesegera mungkin untuk melakukan gencatan senjata dan menghentikan perang,” ucap Jokowi.

Baca juga: Jokowi Diminta Upayakan Gencatan Senjata dalam Lawatan ke Rusia-Ukraina

Jokowi mengatakan, kunjungannya ke Ukraina dan Rusia bukan semata-mata penting untuk Indonesia saja, tetapi juga bagi negara-negara berkembang.

Terlebih, untuk mencegah masyarakat di negara berkembang dan berpenghasilan rendah jatuh ke kondisi kemiskinan ekstrem akibat dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh perang.

“Tapi, juga penting bagi negara-negara berkembang untuk mencegah rakyat negara-negara berkembang dan berpenghasilan rendah jatuh ke jurang kemiskinan ekstrem dan kelaparan,” kata dia.

Pengawalan ketat

Mengingat Ukraina masih dalam situasi perang, pemerintah akan memberikan pengamanan khusus setibanya Jokowi di negara tersebut.

"Mereka (pemerintah Ukraina) akan menyiapkan beberapa konvoi. Jadi selain konvoi oleh yang betul-betul mengangkut presiden, akan ada juga konvoi-konvoi bayangan yang tidak mengangkut presiden," demikian laporan Jurnalis Harian Kompas Kris Mada dari Sumy, Ukraina, dikutip dari Kompastv, Senin (27/6/2022).

Baca juga: Jokowi Dinilai Berpeluang Besar Akhiri Perang Ukraina-Rusia dan Tragedi Kemanusiaan

Pengamanan yang akan diberikan ke Jokowi itu juga diberlakukan ke para pimpinan negara-negara Eropa yang berkunjung ke Ukraina beberapa waktu lalu.

"Dan juga ada pengamanan di sepanjang jalur-jalur yang akan dilewati presiden di Kota Kyiv ini," ujarnya.

Berdasar laporan Kris Mada, serangan darat dan udara masih terus diluncurkan Rusia terhadap Ukraina. Terbaru, Minggu (26/7/2022), Rusia melontarkan rudal ke kawasan Kota Sumy di Ukraina.

Rudal itu meledak sekitar 5 kilometer dari kantor Presiden Ukraina dan 1 kilometer dari kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kyiv.

Dampaknya, sejumlah gedung rusak sehingga mengakibatkan warga luka-luka dan meninggal dunia.

"Beberapa minggu terakhir ini memang ada peningkatan serangan dari Rusia-Ukraina. Kemarin Menteri Pertahanan Ukraina menyebutkan, per jam Rusia menembakkan 1.000 rudal, artileri, roket, berbagai macam projektil setiap jam," ucap Kris Mada.

"Jadi kalau 24 jam, artinya 24.000 roket, rudal, artileri ditembakkan Rusia ke wilayah Ukraina," tuturnya.

Baca juga: Kunjungan Jokowi ke Ukraina-Rusia, Pengamanan hingga Deteksi Dini Ancaman Keamanan

Sementara, Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Mayjen Tri Budi Utomo sebelumnya mengatakan, pihaknya telah melakukan sejumlah persiapan dalam rangka mengamankan kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia.

Menurut Tri, Paspampres sudah melakukan latihan untuk mengantisipasi pengamanan dan penyelamatan terhadap presiden.

"Pertama dari internal kita sendiri kita sudah mulai dari beberapa minggu lalu. Kita sudah mulai latihan sampai hari ini, sudah selesai kita latihan. Terkait dengan bagaimana kira-kira kegiatan ataupun kejadian apa yang harus kita antisipasi, kita sudah latihan," ujar Tri saat dikonfirmasi pada Kamis (23/6/2022)

"Contohnya penyelamatan dari kereta api, penyelamatan di stasiunnya sendiri, di jalan seperti apa, meng-escape (melarikan diri) beliau itu kita sudah latihan, itu dari teknisnya," tuturnya.

Tak hanya itu, personel Paspampres juga sudah menyiapkan tim penyelamatan (matan). Tim ini disiapkan khusus pada kunjungan Jokowi kali ini.

Pasukan tim penyelamat akan menggunakan pakaian dinas lengkap (PDL) TNI.

Baca juga: Saat Jokowi Minta Vladimir Putin Segera Hentikan Perang atas Ukraina ...

"Tapi untuk main group-nya kita sendiri tetap penyelamatan dengan meng-cover beliau secara langsung. Nanti kalau seandainya matan punya tugas masing-masing. Itu juga sudah kita siapkan matan 10," ungkap Tri.

"Main group-nya sendiri itu ada 19, kemudian advance-nya 10 nanti yang akan berada di sana, memang kita sudah bagi," lanjutnya.

Dari sisi perlengkapan, tim Paspampres sudah menyiapkan helm dan rompi yang kemungkinan dapat digunakan di lokasi.

Kemudian, terkait senjata pengamanan, Tri menyebutkan, Paspampres yang biasanya tidak menggunakan senjata laras panjang, kini mereka membawanya.

"Untuk senjata, yang biasanya kita tidak menggunakan senjata laras panjang, dari pihak Ukraina juga sudah memberi kita keleluasaan untuk membawa senjata laras panjang sesuai dengan jumlah personel Paspampres kita. Dengan amunisi yang tidak terbatas," jelasnya.

Akhiri tragedi kemanusiaan

Terkait misi Jokowi ini, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana berpendapat, Presiden Jokowi punya peluang besar untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan di Ukraina dan Rusia.

"Probabilitas Jokowi menghadirkan gencatan senjata dan mengakhiri tragedi kemanusiaan sangat besar," kata Hikmahanto kepada Kompas.com, Senin (27/6/2022).

Baca juga: Menteri Retno dan Menlu Saudi Bahas Dampak Perang Ukraina terhadap Krisis Pangan dan Energi

Menurut Hikmahanto, ada lima alasan mengapa Jokowi berpotensi besar menghentikan gencatan senjata kedua negara. Pertama baik Rusia dan Ukraina kini telah lelah berperang.

Rusia menargetkan operasi militer khusus berlangsung cepat. Namun, nyatanya hingga kini serangan belum berakhir.

Sebaliknya, Ukraina saat ini telah banyak menderita akibat serangan-serangan Rusia yang memunculkan tragedi kemanusiaan.

Kedua, legitimasi dari kedua pemimpin di masyarakat masing-masing semakin tergerus.

"Legitimasi yang kuat bagi kedua pemimpin dari masyarakat masing-masing di awal serangan mulai memudar mengingat perang tidak berpihak pada rakyat," ujar Hikmahanto.

Baca juga: Singgung Pandemi hingga Inflasi, Jokowi: Kita Harus Siap jika Krisis Ini Berlanjut Tahun Depan

Ketiga, kata Hikmahanto, saat ini Rusia dan Ukraina sedang mencari jalan untuk mengakhiri perang secara bermartabat. Kedua pemimpin negara tidak ingin kehilangan muka.

Jika Rusia menghentikan serangan secara sepihak, ini akan berakibat pada hilangnya muka Presiden Vladimir Putin dan Rusia.

Pun apabila Presiden Volodymyr Zelenskyy menyerah, maka dia akan kehilangan muka di mata masyarakatnya.

Alasan lainnya, hingga kini tidak ada negara yang berinisiatif untuk mengupayakan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.

"Turki dan Israel pernah mengupayakan, namun gagal karena saat itu kedua negara masih bersemangat untuk berkonflik dengan menggunakan senjata," ucap Hikmahanto.

Terakhir, lanjut Hikmahanto, ada indikasi bahwa Rusia hendak menghentikan serangan. Ini terlihat dari terbukanya Rusia untuk menerima kunjungan Presiden Jokowi.

Padahal, Negara Beruang Merah itu tahu RI merupakan co-sponsor dari Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang disponsori oleh Amerika Serikat yang mengutuk serangan Rusia sebagai suatu agresi.

"Bila Rusia tidak memiliki keinginan untuk menghentikan perang tentu Rusia akan menolak kehadiran Presiden Jokowi yang menganggap Indonesia telah berpihak pada AS dan sekutunya," ujarnya.

Baca juga: Rencana Lawatan Jokowi ke Rusia-Ukraina Dinilai Tepat demi Kemanusiaan

Atas alasan-alasan itulah, Hikmahanto yakin besar kemungkinan Jokowi berhasil mengakhiri tragedi kemanusiaan di kedua negara, meskipun tidak mendamaikan Ukraina dan Rusia.

Menurut Hikmahanto, presiden tidak perlu mengupayakan perdamaian yang bertujuan untuk menyelesaikan akar masalah terjadinya perang kedua negara mengingat Indonesia tidak berada di kawasan dan tak punya berbagai sumber daya yang dibutuhkan.

"Kemungkinan berhasilnya misi untuk menciptakan gencatan senjata dan pengakhiran tragedi kemanusiaan sangat besar daripada mendamaikan kedua negara," kata Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com