Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Alasan Pemerintah Belum Mau Buka Draf Terbaru RKUHP

Kompas.com - 23/06/2022, 15:01 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Seluruh masyarakat berharap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) buat mengganti KUHP yang saat ini berlaku bisa diselesaikan.

KUHP yang saat ini masih berlaku merupakan warisan pemerintah kolonial Hindia-Belanda dan beberapa isinya dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Proses penyusunan RKUHP sudah memakan waktu 58 tahun, sejak dimulai pada 1964 silam. Bahkan beberapa pakar hukum yang ikut melakukan rekodifikasi sudah almarhum.

Penyusunan RKUHP juga tidak dilakukan dari nol, tetapi para pakar memilih jalan melakukan rekodifikasi dan menambah penjelasan pada tiap pasal.

Di sisi lain, masyarakat berharap sejumlah aturan pidana dalam RKUHP dibuat dengan gagasan memberi kepastian hukum tanpa ada pasal-pasal yang dinilai kontroversial.

Proses pembahasan RKUHP saat ini berada di antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) serta Komisi III DPR.

Baca juga: Ketua Komisi III: Kalau RKUHP Ugal-ugalan, Bisa Judicial Review

RKUHP sempat akan disahkan pada 2019 lalu, tetapi tidak jadi dilakukan karena penolakan masyarakat dan mahasiswa yang memicu aksi unjuk rasa besar-besaran di sejumlah kota.

Pembahasan RKUHP kembali dilanjutkan tahun ini. Namun, menurut catatan kelompok masyarakat sipil terdapat sejumlah aturan yang dinilai berpotensi sebagai kriminalisasi.

Salah satunya adalah soal pidana penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden serta pidana penghinaan lembaga negara dan kekuasaan.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan memang tidak mudah dalam menyusun dan meneliti kembali RKUHP sebelum diserahkan kepada DPR. Apalagi RKUHP berisi 628 pasal yang beberapa di antaranya ada yang saling terkait.

Eddy, sapaan Edward, mengatakan tidak bisa membuka draf RKUHP kepada masyarakat sebelum diserahkan ke DPR.

"Mengapa kita belum serahkan? Itu masih banyak typo. Dibaca, kita baca," kata Eddy.

Baca juga: Pemerintah Jawab Mahasiswa yang Desak Draf Terbaru RKUHP Dibuka

Eddy mencontohkan ada pasal yang dihapus tetapi ternyata masih ada pasal lain yang merujuk pada pasal yang dihapus tadi. Hal itu ingin mereka hindari, sehingga proses pembacaan draf masih terus dilakukan.

Dia juga tidak ingin jika RKUHP disahkan oleh DPR bernasib seperti UU Cipta Kerja.

"Kita enggak mau seperti waktu UU Cipta kerja itu terjadi lho. Bilang ayat sekian, padahal enggak ada ayatnya. Itu yang bikin lama di situ," ujar Eddy.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com