"Jadi ada perubahan substansi, ada soal typo, ada soal rujukan, dan ada soal sinkronisasi antara batang tubuh dan penjelasan," ucap Eddy.
Pasal penghinaan pemerintah
Menurut Eddy pemerintah masih tetap memasukkan pasal penghinaan terhadap pemerintah dalam RKUHP.
Eddy mengatakan, alasan pemerintah tetap mempertahankan pasal itu sudah pernah dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diuji. Hasilnya, MK menyatakan ditolak.
Keputusan MK itu, kata Eddy, berarti pasal itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Baca juga: Pasal Penghinaan terhadap Pemerintah di RKUHP Dipertahankan, Ini Alasannya
Hanya saja, MK memerintahkan pasal penghinaan terhadap pemerintah itu diubah menjadi delik biasa ke delik aduan.
"Kalau MK menolak, kira-kira bertentangan dengan konstitusi atau tidak? Tidak kan," tuturnya.
RKUHP itu mengikuti putusan MK," ucap Eddy.
Sesuai prosedur
Dalam prosesnya, pemerintah akan kembali menyerahkan draf terbaru RKUHP kepada Komisi III DPR.
Kalau draf itu sudah diserahkan kepada DPR, baru bisa dipaparkan kepada masyarakat umum.
Itu sama dengan RUU TPKS (tindak pidana kekerasan seksual) minta dibuka, 'belum, nanti sampai ke DPR. DPR terima secara resmi, baru kita buka'. Begitu memang prosedurnya," tuturnya.
Draf RKUHP yang beredar saat ini masih versi 2019 yang sempat menuai penolakan besar-besaran.
Baca juga: Pemerintah Disebut Tak Transparan soal RKUHP, KSP: Jangan Suuzan Dulu
Pintu lain
Di sisi lain, masyarakat diminta tidak berburuk sangka dan menuduh pemerintah serta DPR melakukan pembahasan RKUHP secara tertutup.