Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Yon Bayu

Blogger Kompasiana bernama Yon Bayu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan dan Kepentingan Politik PAN

Kompas.com - 22/06/2022, 11:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENANTIAN panjang Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) masuk ke kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir manis. Benarkah posisinya akan memberi keuntungan elektoral bagi PAN?

Keputusan bergabung dengan koalisi pemerintah secara resmi dideklarasikan pada Rakernas PAN, 31 Agustus 2021, setelah seminggu sebelumnya Zulhas bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara.

Tujuan masuk ke Istana adalah dalam rangka membawa kebaikan dan manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negera seperti dinyatakan Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi.

Rencana masuknya PAN yang tidak berkeringat di Pilpres 2019, sempat memercik gesekan pendapat di antara partai koalisi pemerintah meski pada akhirnya semua sepakat pengisian kursi kabinet hak prerogatif presiden.

Sepakat bahwa presiden membutuhkan tambahan kekuatan politik untuk menghadapi berbagai tantangan ke depan yang semakin kompleks di bawah bayang-bayang resesi global, ambruknya perekonomian sejumlah negara sepeti disampaikan Presiden Jokowi, serta keharusan menuntaskan proyek-proyek besar, terutama pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Namun ketika dilantik pada Rabu (15/6/2022), kita dibuat tercengang mengetahui jabatan yang diberikan kepada Zulhas: Menteri Perdagangan, dengan tugas khusus mengurusi ketersediaan dan keterjangkauan minyak goreng.

Sebab dari menteri pada kabinet yang menonjolkan kepentingan politis, sulit diharap lahir kebijakan-kebijakan yang bebas dari kepentingan politik.

Oleh karenanya sulit, sekadar tidak mengatakan mustahil, berharap Zulhas akan mampu mengemban tugas yang diberikan.

Pertama, ibarat kanker, sengkarut minyak goreng sudah pada tahap stadium empat (metastasis). Butuh keajaiban untuk bisa mengembalikan pada tata niaga semula, apalagi harganya.

Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, dari pemberlakuan domestic obligation market (DMO) hingga larangan ekspor crude palm oil (CPO), nyatanya mentah.

Bahkan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, menteri andalan Jokowi untuk menuntaskan segala urusan, juga gagal menstabilkan harga minyak goreng curah sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram.

Sangat sulit bagi pengusaha sawit untuk mematuhi HET minyak goreng curah setelah keberhasilannya memaksa pemerintah melepas HET minyak goreng kemasan dan menyerahkan harganya sesuai kehendak pasar (pengusaha).

Perubahan harga minyak goreng kemasan dari HET Rp 14.000 per liter menjadi di kisaran Rp 24.000 per liter, bukan hanya membebani rakyat secara telak, tetapi sekaligus menandai hilangnya marwah pemerintah di hadapan pengusaha.

Fungsi pemerintah sebagai regulator, dan juga wasit, yang menjamin ketersediaan bahan pangan dengan harga kompetitif dan adil yang dirumuskan melalui penerbitan HET, yang menjamin tidak ada pihak-pihak yang secara semena-mena mengeksploitasi rakyat atas nama bisnis, gagal total.

Pemberlakuan larangan CPO yang hanya berumur sekitar dua minggu padahal tujuan belum tercapai di mana harga belum sesuai HET, karena adanya pihak lain (petani sawit) yang mengeluh, jelas menggambarkan keragu-raguan, kurang matang, dalam mengambil kebijakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com