Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat RKUHP Picu Demo Besar Mahasiswa pada 2019...

Kompas.com - 21/06/2022, 17:23 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi salah satu alasan aksi unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil di berbagai daerah pada Senin (23/9/2019) dan Selasa (24/9/2019) berujung ricuh dengan aparat keamanan.

Aspirasi utama dari unjuk rasa itu adalah menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang dinilai bermasalah.

Demonstrasi itu digelar di berbagai kota, yakni Jakarta, Bandung, Sumatera Selatan, hingga Sulawesi Selatan.

Di Jakarta, mahasiswa dari berbagai universitas lebih dulu melakukan aksi di depang gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)/Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 19 September 2019.

Baca juga: BEM UI Demo di Patung Kuda Protes RKUHP, Ini Pasal yang Disorot

Mereka menyampaikan misi tidak percaya kepada anggota dewan yang dinilai mengabaikan aspirasi masyarakat terkait sejumlah produk undang-undang yang disahkan.

Saat itu para mahasiswa menolak RKUHP yang sejumlah pasalnya dinilai bermasalah. Mereka juga RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertambangan Minerba, dan RUU Sumber Daya Air.

Salah satu penyebabnya adalah pembahasan RKUHP dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mewakili pemerintah dan Komisi III DPR pada 15 September 2019.

Pembahasan RKUHP itu dilakukan pada 14-15 September 2019 di Hotel Fairmont, Jakarta.

Menurut pernyataan Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang merupakan koalisi 40 lembaga swadaya masyarakat, pembahasan RKHUP itu dilakukan secara tidak terbuka dan sejumlah pasalnya dinilai bermasalah.

Salah satu anggota Panitia Kerja RKUHP yang juga politikus Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, membantah tuduhan pembahasan RKUHP dilakukan secara diam-diam.

Baca juga: Rayakan Ulang Tahun Jokowi, BEM UI Gelar Demo di Patung Kuda, Protes RKUHP

Sejumlah pasal RKUHP yang diprotes itu pertama pasal soal korupsi yang memuat hukuman yang lebih rendah daripada UU Tipikor.

Kemudian pasal tentang penghinaan presiden dan wakil presiden yang mengancam pelaku dengan penjara maksimal 3,5 tahun.

Lalu pasal tentang makar yang bisa diancam hukuman mati, seumur hidup atau bui 20 tahun.

Kemudian pasal soal penghinaan bendera, pasal soal alat kontrasepsi, pasal aborsi, pasal pemidanaan gelandangan, dan pasal tentang Zina dan Kohabitasi (kumpul kebo).

Selain itu ada juga pasal soal pencabulan, pasal pembiaran unggas dan hewan ternak yang memasuki pekarangan, pasal tentang tindak pidana Narkoba, pasal tentang penghinaan terhadap badan peradilan atau contempt of court.

Baca juga: Masyarakat Diminta Tetap Desak Pemerintah Buka Draf Terbaru RKUHP

Kemudian pasal tindak pidana penghinaan agama dan pasal terkait pelanggaran HAM berat.

Aksi itu tidak mendapat tanggapan dari dari DPR. Alhasil pada 23 September 2019, para mahasiswa kembali menggelar aksi unjuk rasa yang lebih besar.

Demo itu berlangsung Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Medan, Palembang, Makassar. Saat itu mahasiswa mengajukan 7 tuntutan, yakni:

  1. Menolak RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, dan RUU Ketenagakerjaan; mendesak pembatalan UU KPK dan UU Sumber Daya Air; mendesak disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga;
  2. Batalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR;
  3. Tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil;
  4. Hentikan militerisme di Papua dan daerah lain, bebaskan tahanan politik Papua segera;
  5. Hentikan kriminalisasi aktivis;
  6. Hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh korporasi dan pidanakan korporasi pembakar hutan serta cabut izinnya;
  7. Tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan, pulihkan hak-hak korban segera!

Yang disayangkan adalah aksi unjuk rasa itu berakhir dengan bentrokan antara massa dengan aparat kepolisian.

Menurut laporan terdapat 232 korban luka dalam bentrokan itu. Mereka terdiri dari mahasiswa, masyarakat sipil, aparat keamanan, hingga wartawan.

Banner bertuliskan Protes mahasiswa terpasang di Depan pagar Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019). Mereka menolak pengesahan RKUHP.KOMPAS.com/M ZAENUDDIN Banner bertuliskan Protes mahasiswa terpasang di Depan pagar Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019). Mereka menolak pengesahan RKUHP.

Selepas aksi demonstrasi itu, politikus Partai Golkar yang saat itu masih menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo menyatakan pemerintah menunda seluruh RUU yang ditolak mahasiswa dan masyarakat.

Baca juga: Kemenkumham: Draf RKUHP Masih Taraf Penyusunan dan Penyempurnaan

"Semua Rancangan Undang-Undang sudah kami tunda, jadi tidak ada lagi yang harus disampaikan aspirasinya," ujar Bambang di RS Pelni Petamburan Jakarta Barat, Rabu (25/9/2019).

Presiden Joko Widodo menyampaikan apresiasi terhadap aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa di berbagai daerah untuk menolak revisi UU KPK dan KUHP.

"Saya menyampaikan penghargaan saya, apresiasi saya terhadap demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa yang ini saya kira sebuah bentuk demokrasi yang ada di negara kita," kata Jokowi usai menerima sejumlah tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Jokowi memastikan masukan yang disampaikan mahasiswa sudah ia tampung. Misalnya terkait revisi KUHP, Jokowi sudah meminta DPR menunda pengesahannya untuk menampung kembali masukan dari masyarakat.

Soal revisi UU KPK yang sudah terlanjur disahkan menjadi UU, Jokowi mempertimbangkan untuk mencabutnya dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

Baca juga: DPR dan Pemerintah Diminta Buka Partisipasi Publik, Jangan Buru-Buru Sahkan RKUHP

"Masukan-masukan yang disampaikan menjadi catatan untuk memperbaiki yang kurang di negara kita," kata Jokowi.

Akan tetapi Jokowi sampai saat ini tak menerbitkan Perppu buat mencabut UU KPK hasil revisi.

Mahkamah Konstitusi (MK) juga menolak seluruh gugatan uji formil atau proses pembentukan UU KPK.

Kompas Video Seperti diketahui, RKUHP menjadi perbincangan masyarakat karena terdapat sejumlah pasal kontroversial. Mahasiswa telah menggelar aksi unjuk rasa sejak pekan lalu untuk menolak pengesahan RKUHP tersebut.


Kendati demikian, Jokowi juga mengingatkan mahasiswa agar dalam menjalankan aspirasinya tidak melakukan aksi anarkistis yang mengganggu ketertiban umum.

"Yang paling penting jangan sampai demo merusak fasilitas umum, anarkis dan merugikan kita semua, saya rasa itu," kata dia.

(Penulis : Ihsanuddin | Editor : Krisiandi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com