KOMPAS.com – Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT masih menjadi ancaman dalam kehidupan rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT di Indonesia merupakan perempuan.
Meski demikian, tidak sedikit laki-laki yang juga mengalami KDRT. Namun, kekerasan yang dialami laki-laki biasanya jarang terungkap karena mereka enggan melaporkannya.
Perihal KDRT ini diatur salah satunya melalui UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Mengacu pada undang-undang ini, terdapat beberapa tindakan yang termasuk dalam kategori KDRT, yaitu:
Baca juga: Kemenag: KDRT Tidak Bisa Dibenarkan, Apalagi Disembunyikan dengan Dalih Keluhuran Istri
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
Contoh kekerasan fisik dalam rumah tangga, yakni memukul, menendang, menampar, menjambak, dan berbagai tindak kekerasan terhadap fisik lainnya.
Kekerasan psikis merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Contoh kekerasan psikis, yaitu membentak, menghina, mengancam, mempermalukan, tidak menunjukkan kasih sayang, dan berbagai tindak kekerasan emosional lainnya.
Baca juga: Kementerian PPPA: Banyak Kasus KDRT Terjadi karena Faktor Ekonomi
Kekerasan seksual dalam rumah tangga adalah perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar atau tidak disukai, atau pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.
Kekerasan seksual dalam rumah tangga meliputi:
Penelantaran juga termasuk kekerasan dalam rumah tangga.
Contoh penelantaran dalam rumah tangga, seperti tidak memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, atau membatasi keluarganya untuk bekerja sehingga menimbulkan ketergantungan ekonomi.
Referensi:
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.