JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) RI menyatakan, banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi karena faktor ekonomi.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA, Valentina Gintings mengatakan bahwa tren pelaporan kasus KDRT meningkat saat pandemi Covid-19.
“Kebanyakan kasus KDRT terjadi karena faktor ekonomi. Apalagi di masa pandemi ini tren kasus dan angka laporan KDRT meningkat drastis," ujar Valentina dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/2/2022).
Baca juga: Kemenag: KDRT Tidak Bisa Dibenarkan, Apalagi Disembunyikan dengan Dalih Keluhuran Istri
Kendati jumlah laporan melonjak, namum Valentina tidak menjelaskan lebih lanjut soal angka kenaikan tersebut.
Ia hanya menyatakan, berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA), sepanjang tahun 2021 ada 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan dilaporkan dan sebanyak 7.608 korban kasus paling banyak terjadi di rumah tangga.
Menurut Valentina, kenaikan angka laporan itu juga menunjukkan bahwa masyarakat sudah lebih sadar atau aware dan berani bicara terkait isu KDRT.
"Tapi, masih banyak juga korban yang tidak mau melapor dikarenakan takut akan ancaman yang diterima dan merasa bahwa KDRT adalah aib keluarga yang tidak perlu diketahui oleh lingkungan sekitar," ujarnya.
Baca juga: Tepatkah Perilaku Menutupi KDRT? Ini Jawaban Psikolog
Ia menjelaskan, melaporkan kasus KDRT itu tidak mudah dan butuh keberanian yang besar.
Namun, Valentina memastikan, pihaknya akan menjamin perlindungan hak privasi pelapor sehingga tak perlu takut untuk melapor.
Selain itu, Valentina menjelaskan beberapa bentuk dan jenis kekerasan dalam rumah tangga, yaitu kekerasan fisik seperti memukul, mencekik, menendang, menampar, menyiksa dengan alat bantu.
Lalu, kekerasan psikis seperti mengancam, menghina, menakut-nakuti, menyindir, mengolok-olok secara verbal. Kekerasan seksual seperti memaksa hubungan seksual, menunjukan gambar atau video yang mengundang pornografi, pornoaksi dan pelecehan seksual.
Kemudian ada penelantaran rumah tangga, seperti tidak memberikan nafkah lahir dan batin, meninggalkan keluarga tanpa berita, melarang bekerja tanpa alasan.
Ia menambahkan, Kementerian PPPA menyediakan hotline dan layanan khusus bagi korban kekerasan perempuan dan anak.
“KemenPPPA memiliki layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak atau SAPA 129 (021-129) atau WhatsApp 0811 129 129, dimana para korban kekerasan dapat melaporkan kekerasan yang dialami atau diketahui," terangnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.