Sementara dalam Revisi UU PPP yang dilakukan, partisipasi masyarakat yang lebih bermakna tersebut justru tak terlihat.
Sejak pembahasannya dimulai pada 7 April 2022, tidak terlihat adanya ruang partisipasi publik sebagaimana yang dimaksud dalam putusan MK tersebut.
Pembahasan RUU memang disiarkan secara langsung melalui kanal TV Parlemen dan YouTube DPR, tapi itu hanya bersifat memberikan informasi tanpa adanya ruang bagi publik untuk berpartisipasi.
Dalam konteks ini, asas keterbukaan memang dijalankan, tapi tidak dengan sungguh-sungguh karena tidak adanya ruang partisipasi bagi masyarakat untuk memberikan masukan.
Kedua, perbaikan terhadap UU Cipta Kerja perlu dilakukan dengan memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Hal ini terjadi karena salah satu alasan MK menyatatakan UU Cipta Kerja cacat formil dikarenakan dalam proses pembentukan tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, seperti misalnya asas keterbukaan dan partisipasi publik.
Kemudian, UU Cipta Kerja juga tidak dirumuskan secara baik, karena masih terdapat perubahan subtansi setelah UU tersebut disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020.
Sayangnya, perubahan subtansi setelah sidang paripurna berpotensi kembali terjadi dalam perbaikan UU Cipta Kerja.
Hal itu terjadi karena revisi UU PPP yang baru saja disahkan oleh DPR bersama Pemerintah justru melegitimasi perubahan-perubahan setelah disahkan sebagaimana yang terjadi dalam pembentukan UU Cipta Kerja sebelumnya.
Pasal 72 mencantumkan bahwa draf RUU yang sudah disahkan dalam Rapat Paripurna, dapat dilakukan perbaikan dalam hal teknis penulisan.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penyelundupan hukum setelah RUU disahkan sebagaimana yang terjadi terhadap UU Cipta Kerja. Setelah disahkan pada 5 Oktober 2020, terjadi beberapa kali perubahan subtansi sebelum draf tersebut disahkan oleh Presiden menjadi UU.
Dalam konteks ini, perubahan Pasal 72 justru terkesan melegalkan praktik penyelundupan hukum dan membenarkan praktik penyelundupan hukum yang terjadi dalam pembentukan UU Cipta Kerja.
Merujuk pada beberapa persoalan tersebut di atas, Perbaikan UU Cipta Kerja dapat diprediksi tidak akan berjalan mulus.
Pasalnya, revisi UU PPP yang dilakukan oleh DPR bersama Pemerintah terkesan hanya untuk menjustifikasi kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pembentukan UU Cipta kerja.
Dalam konteks ini, sekalipun perbaikan terhadap Undang-Undang a quo memiliki batas waktu dua tahun, namun bila proses perbaikan tidak memberikan ruang partisipasi secara maksimal, maka penolakan tidak akan hentinya terjadi.
Bahkan setelah perbaikan selesai, UU tersebut akan diuji secara formil di Mahkamah Konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.