Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Korneles Materay
Peneliti Hukum

Peneliti Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award

Penjabat Kepala Daerah di Persimpangan Kekuasaan

Kompas.com - 02/06/2022, 11:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM corak negara kedaulatan rakyat, kekuasaan pemerintah Indonesia merupakan manifestasi kehendak rakyat Indonesia. Hubungan negara dan rakyat saling melengkapi.

Pemerintah diserahkan sebagian kekuasaan, selebihnya yang tidak diserahkan tetap menjadi milik rakyat.

Kekuasaan yang telah dimandatkan pun sewaktu-waktu dapat dicabut atau direvisi atas kehendak rakyat.

Pemerintah tidak bisa secara hegemonik melaksanakan suatu kehendaknya. Pemerintah tidak boleh menganggap dirinya paling dominan daripada rakyat. Rakyat jangan diposisikan sebagai pihak yang tidak berdaya.

Indonesia juga telah menyepakati bahwa salah satu asas fundamental kita dalam berbangsa dan bernegara ialah asas demokrasi di mana rakyat turut terlibat atau dilibatkan dalam pelbagai aras kebijakan.

Partisipasi rakyat dalam kekuasaan pemerintah sebagai wujud kontrol agar kesewenang-wenangan pemerintah dapat dicegah atau diminimalikan. Sebab kecenderungan kekuasaan adalah koruptif.

Bahwa ketika merefleksikan penunjukan penjabat kepala daerah, ada problematika antara kekuasaan yang dikelola pemerintah dengan kehendak dan parsipasi rakyat.

Sejak penunjukan lima penjabat kepala daerah pada Kamis, 12 Mei 2022, pemerintah dihujani kritik dari berbagai kalangan.

Publik cukup terkejut dengan penunjukan mereka. Betapa tidak, publik merasa tidak mendapatkan informasi yang memadai soal kandidasi penjabat dan tidak adanya pelibatan publik dalam proses tersebut.

Isu krusial lain ialah ketiadaan aturan teknis penunjukan kepala daerah dan penunjukan anggota TNI/Polri aktif.

Selain itu, disinyalir adanya konflik kepentingan dan munculnya anggapan sebagian penjabat kepala daerah yang ditunjuk sebagai titipan pemerintah pusat.

Mungkin tidak berlebihan spekulasi tersebut. Sebab atas nama kekuasaan atau hak pemerintah, determinasi soal penunjukan penjabat kepala daerah hilang esensi kedaulatan rakyat dan demokratisnya.

Dalam konsep pemerintahan modern, penyelenggaraan pemerintah wajib mendasarkan pada prinsip-prinisp pemerintahan yang baik (good governance).

Prinsip kunci good governance menurut Komisi Hak Asasi Manusia PBB (UN Commission on Human Rights) meliputi: transparansi, pertanggungjawaban (responsibility), akuntabilitas, partisipasi, dan ketanggapan (responsiveness) sebagai prinsip kunci good governance.

Sedangkan, Badan Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme) merumuskan sembilan prinsip good governance meliputi: partisipasi (participation), penegakan hukum (rule of law), transparansi (transparancy), daya tanggap (responsiveness), berorientasi pada konsensus (consensus orientation), keadilan/kesetaraan (equity), efektifitas dan efisiensi (effectiveness & efficiency), akuntabilitas (accountabiity), dan visi strategis (strategic vision).

Menurut Penulis, penunjukan kepala daerah nyaris masalah lemah dan/atau tidak diimplementasikannya prinsip good governance di atas. Inilah akar persoalan yang membuat publik bereaksi.

Namun, pemerintah bersikukuh sudah memutuskan sesuai dengan aturan yang berlaku. Toh, kalau dilihat, aturan-aturan kita tidak harmonis satu dengan lainnya dan multi-tafsir.

Lihat saja, bagaimana tafsir menafsir antara pemerintah dengan masyarakat atas ketentuan penjabat kepala daerah dari kalangan TNI/Polri.

Aturan hukum hanya satu dari sekian banyak kaidah dasar yang sudah seharusnya mendasari keputusan pemerintah.

Dalam diskursus penunjukan Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Sulawesi Tengah Brigjen Andi Chandra As’aduddin menjadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Maluku, perbedaan pandangan antara pemerintah dan masyarakat sipil cukup tajam.

Masyarakat sipil menilai ada sejumlah masalah mendasar. Pertama, penunjukannya tidak demokratis sebagaimana diamanatkan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dan Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021.

Kedua, jabatan Kabinda bukanlah jabatan yang setara dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang merupakan syarat untuk diangkat sebagai penjabat bupati/wali kota.

Ketiga, yang bersangkutan masih berstatus anggota TNI aktif. Jabatan bupati adalah jabatan sipil.

UU TNI mengatur, anggota TNI hanya boleh menjabat jabatan sipil apabila terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.

Masyarakat sipil menilai bahwa penunjukan yang bersangkutan bentuk pengaktifan dwi fungsi TNI.

Kita dapat melihat bahwa masukan publik dengan mempertimbangkan banyak aspek secara komprehensif.

Publik bukan hanya mengingatkan ada undang-undang yang dilanggar, tetapi juga komitmen bersama untuk merawat agenda reformasi dan demokratisasi.

Dwi fungsi yang telah dihapuskan harus total pelaksanaanya. Pemberantasan KKN juga begitu. Jangan sampai ada ruang menumbuh-kembangkannya.

Publik mendesak agar proses itu dapat melahirkan penjabat kepala daerah yang tidak asal tunjuk, tetapi punya kapasitas dan kapabilitas untuk memimpin daerah itu.

Dengan adanya tujuan melaksanakan pemilu serentak pada 2024, penjabat kepala daerah bisa menjabat hampir 2,5 tahun atau lebih.

Waktu yang sangat lama untuk seorang kepala daerah yang tidak dipilih dari kehendak rakyat.

Lantas, bagaimana nasib daerah dalam tiga tahun tersebut? Bagaimana memastikan hak-hak dasar rakyat terpenuhi, pembangunan daerah berjalan, ekonomi daerah bertumbuh, hingga ruang kebebasan sipil di daerah terjaga?

Bagaimana menjamin harmonisasi antara pemerintah dengan rakyat, pemerintah dengan wakil rakyat di daerah, dan sebagainya?

Dalam konteks ini, sebagai misal ketika berbicara soal kompetensi pemimpin, apakah penjabat dari kalangan anggota TNI aktif berkompetensi mengurusi permasalahan pemerintahan daerah yang sangat kompleks?

Sementara urusan TNI adalah urusan pertahanan dan keamanan negara yang tidak ada sangkut-pautnya dengan ekonomi kerakyatan, pariwisata, perizinan, dll.

Mungkin bisa dilakukan, tetapi membutuhkan penyesuain yang banyak dan bisa lama.

Namun, yang jelas, banyak pejabat daerah yang jauh lebih menguasai permasalahan dan punya hubungan baik dengan rakyat di daerahnya yang dapat dipercaya mengemban tugas tersebut.

Prinsip sederhananya, menempatkan seseorang yang tepat di tempat yang tepat (the right man at the right place).

Penulis membayangkan hal lain, apakah mungkin timbul semacam perasaan di hati pejabat di daerah bahwa ada pengerdilan kemampuan mereka memimpin daerahnya yang dilakukan oleh pemerintah pusat? Yang pada akhirnya, memunculkan alienasi putra-putri terbaik di daerah tersebut.

Pada konteks lain, orang bisa berpikir bahwa karena tahun politik yang semakin dekat, penjabat sebagai antek kekuasaan dan kroninya.

Yang dilakukan bagaimana mengamankan kepentingan politik pemerintah di daerah tersebut dengan berbagai cara menggunakan sumber daya ekonomi dan manusia di daerah.

Bilamana menjadi antek pemerintah, kekuasaan berpotensi besar disalahgunakan. Karena harus membalas kepercayaan yang diberikan itu.

Apakah masih relevan disebut pengabdian pada rakyat, bangsa, dan negara tatkala? Betul-betul penjabat kepala daerah di persimpangan kekuasaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com