Salin Artikel

Penjabat Kepala Daerah di Persimpangan Kekuasaan

Pemerintah diserahkan sebagian kekuasaan, selebihnya yang tidak diserahkan tetap menjadi milik rakyat.

Kekuasaan yang telah dimandatkan pun sewaktu-waktu dapat dicabut atau direvisi atas kehendak rakyat.

Pemerintah tidak bisa secara hegemonik melaksanakan suatu kehendaknya. Pemerintah tidak boleh menganggap dirinya paling dominan daripada rakyat. Rakyat jangan diposisikan sebagai pihak yang tidak berdaya.

Indonesia juga telah menyepakati bahwa salah satu asas fundamental kita dalam berbangsa dan bernegara ialah asas demokrasi di mana rakyat turut terlibat atau dilibatkan dalam pelbagai aras kebijakan.

Partisipasi rakyat dalam kekuasaan pemerintah sebagai wujud kontrol agar kesewenang-wenangan pemerintah dapat dicegah atau diminimalikan. Sebab kecenderungan kekuasaan adalah koruptif.

Bahwa ketika merefleksikan penunjukan penjabat kepala daerah, ada problematika antara kekuasaan yang dikelola pemerintah dengan kehendak dan parsipasi rakyat.

Sejak penunjukan lima penjabat kepala daerah pada Kamis, 12 Mei 2022, pemerintah dihujani kritik dari berbagai kalangan.

Publik cukup terkejut dengan penunjukan mereka. Betapa tidak, publik merasa tidak mendapatkan informasi yang memadai soal kandidasi penjabat dan tidak adanya pelibatan publik dalam proses tersebut.

Isu krusial lain ialah ketiadaan aturan teknis penunjukan kepala daerah dan penunjukan anggota TNI/Polri aktif.

Selain itu, disinyalir adanya konflik kepentingan dan munculnya anggapan sebagian penjabat kepala daerah yang ditunjuk sebagai titipan pemerintah pusat.

Mungkin tidak berlebihan spekulasi tersebut. Sebab atas nama kekuasaan atau hak pemerintah, determinasi soal penunjukan penjabat kepala daerah hilang esensi kedaulatan rakyat dan demokratisnya.

Dalam konsep pemerintahan modern, penyelenggaraan pemerintah wajib mendasarkan pada prinsip-prinisp pemerintahan yang baik (good governance).

Prinsip kunci good governance menurut Komisi Hak Asasi Manusia PBB (UN Commission on Human Rights) meliputi: transparansi, pertanggungjawaban (responsibility), akuntabilitas, partisipasi, dan ketanggapan (responsiveness) sebagai prinsip kunci good governance.

Sedangkan, Badan Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme) merumuskan sembilan prinsip good governance meliputi: partisipasi (participation), penegakan hukum (rule of law), transparansi (transparancy), daya tanggap (responsiveness), berorientasi pada konsensus (consensus orientation), keadilan/kesetaraan (equity), efektifitas dan efisiensi (effectiveness & efficiency), akuntabilitas (accountabiity), dan visi strategis (strategic vision).

Menurut Penulis, penunjukan kepala daerah nyaris masalah lemah dan/atau tidak diimplementasikannya prinsip good governance di atas. Inilah akar persoalan yang membuat publik bereaksi.

Namun, pemerintah bersikukuh sudah memutuskan sesuai dengan aturan yang berlaku. Toh, kalau dilihat, aturan-aturan kita tidak harmonis satu dengan lainnya dan multi-tafsir.

Lihat saja, bagaimana tafsir menafsir antara pemerintah dengan masyarakat atas ketentuan penjabat kepala daerah dari kalangan TNI/Polri.

Aturan hukum hanya satu dari sekian banyak kaidah dasar yang sudah seharusnya mendasari keputusan pemerintah.

Dalam diskursus penunjukan Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Sulawesi Tengah Brigjen Andi Chandra As’aduddin menjadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Maluku, perbedaan pandangan antara pemerintah dan masyarakat sipil cukup tajam.

Masyarakat sipil menilai ada sejumlah masalah mendasar. Pertama, penunjukannya tidak demokratis sebagaimana diamanatkan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dan Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021.

Kedua, jabatan Kabinda bukanlah jabatan yang setara dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang merupakan syarat untuk diangkat sebagai penjabat bupati/wali kota.

Ketiga, yang bersangkutan masih berstatus anggota TNI aktif. Jabatan bupati adalah jabatan sipil.

UU TNI mengatur, anggota TNI hanya boleh menjabat jabatan sipil apabila terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.

Masyarakat sipil menilai bahwa penunjukan yang bersangkutan bentuk pengaktifan dwi fungsi TNI.

Kita dapat melihat bahwa masukan publik dengan mempertimbangkan banyak aspek secara komprehensif.

Publik bukan hanya mengingatkan ada undang-undang yang dilanggar, tetapi juga komitmen bersama untuk merawat agenda reformasi dan demokratisasi.

Dwi fungsi yang telah dihapuskan harus total pelaksanaanya. Pemberantasan KKN juga begitu. Jangan sampai ada ruang menumbuh-kembangkannya.

Publik mendesak agar proses itu dapat melahirkan penjabat kepala daerah yang tidak asal tunjuk, tetapi punya kapasitas dan kapabilitas untuk memimpin daerah itu.

Dengan adanya tujuan melaksanakan pemilu serentak pada 2024, penjabat kepala daerah bisa menjabat hampir 2,5 tahun atau lebih.

Waktu yang sangat lama untuk seorang kepala daerah yang tidak dipilih dari kehendak rakyat.

Lantas, bagaimana nasib daerah dalam tiga tahun tersebut? Bagaimana memastikan hak-hak dasar rakyat terpenuhi, pembangunan daerah berjalan, ekonomi daerah bertumbuh, hingga ruang kebebasan sipil di daerah terjaga?

Bagaimana menjamin harmonisasi antara pemerintah dengan rakyat, pemerintah dengan wakil rakyat di daerah, dan sebagainya?

Dalam konteks ini, sebagai misal ketika berbicara soal kompetensi pemimpin, apakah penjabat dari kalangan anggota TNI aktif berkompetensi mengurusi permasalahan pemerintahan daerah yang sangat kompleks?

Sementara urusan TNI adalah urusan pertahanan dan keamanan negara yang tidak ada sangkut-pautnya dengan ekonomi kerakyatan, pariwisata, perizinan, dll.

Mungkin bisa dilakukan, tetapi membutuhkan penyesuain yang banyak dan bisa lama.

Namun, yang jelas, banyak pejabat daerah yang jauh lebih menguasai permasalahan dan punya hubungan baik dengan rakyat di daerahnya yang dapat dipercaya mengemban tugas tersebut.

Prinsip sederhananya, menempatkan seseorang yang tepat di tempat yang tepat (the right man at the right place).

Penulis membayangkan hal lain, apakah mungkin timbul semacam perasaan di hati pejabat di daerah bahwa ada pengerdilan kemampuan mereka memimpin daerahnya yang dilakukan oleh pemerintah pusat? Yang pada akhirnya, memunculkan alienasi putra-putri terbaik di daerah tersebut.

Pada konteks lain, orang bisa berpikir bahwa karena tahun politik yang semakin dekat, penjabat sebagai antek kekuasaan dan kroninya.

Yang dilakukan bagaimana mengamankan kepentingan politik pemerintah di daerah tersebut dengan berbagai cara menggunakan sumber daya ekonomi dan manusia di daerah.

Bilamana menjadi antek pemerintah, kekuasaan berpotensi besar disalahgunakan. Karena harus membalas kepercayaan yang diberikan itu.

Apakah masih relevan disebut pengabdian pada rakyat, bangsa, dan negara tatkala? Betul-betul penjabat kepala daerah di persimpangan kekuasaan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/02/11092281/penjabat-kepala-daerah-di-persimpangan-kekuasaan

Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke