JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah pihak mempertanyakan dan mengkritik keputusan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) karena tidak memecat mantan narapidana korupsi AKBP Raden Brotoseno.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, langkah ini dapat menjadi momentum untuk mempertanyakan kembali komitmen antikorupsi Polri.
ICW mendesak Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo untuk meninjau ulang putusan sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) terhadap Brotoseno.
Apalagi dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa anggota Polri dapat diberhentikan tidak dengan hormat.
"ICW mendesak agar Kapolri meninjau ulang putusan etik yang dijatuhkan kepada Brotoseno dan memecat tanpa pandang bulu anggota Polri yang terlibat dalam kejahatan jabatan," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Selasa (31/5/2022).
Selain itu, Kurnia juga mempertanyakan terkait prestasi Brotoseno dan identitas pihak yang memberi rekomendasi agar mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tidak dipecat agar diungkap.
Hal itu merespons pernyataan Kepala Divisi (Kadiv Propam) Irjen Ferdy Sambo yang sebelumnya menyampaikan bahwa Brotoseno tidak dipecat berdasarkan rekomendasi atasannya serta berprestasi.
Baca juga: ICW Desak Kadiv Propam Ungkap Identitas Atasan Polri yang Rekomendasikan Brotoseno Tak Dipecat
Senada dengan ICW, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa juga mempertanyakan prestasi apa yang telah diperbuat Brotoseno sehingga tetap dipertahankan sebagai anggota Polri.
Terlebih, salah satu satu alasan Polri mempertahankan Brotoseno karena dianggap berprestasi di instansi Kepolisian.
"Jadi tindakan yang tidak tegas atas putusan pidana, tapi dianggap seolah-olah berprestasi, prestasi apa? Seharusnya seseorang yang karena peradilan pidana, prestasinya itu enggak ada. Pencuri kok, ini maling kok," ujar Desmond di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Ia juga mempertanyakan parameter yang digunakan Polri sehingga tidak memecat AKBP Raden Brotoseno meski pernah divonis bersalah dalam kasus tindak pidana korupsi.
Baca juga: Brotoseno Tak Dipecat meski Korupsi, Wakil Ketua Komisi III: Dia Berkelakuan Baik Apa?
Menurut Desmond, kasus korupsi yang menjerat Brotoseno merupakan bukti bahwa Brotoseno telah merugikan negara sehingga semestinya tidak bisa dipertahankan sebagai anggota Polri.
Ia berpandangan, sikap Polri yang mempertahankan Brotoseno justru dapat merusak citra lembaga kepolisian dan harus dievaluasi karena keputusan itu tidak sesuai dengan keinginan maupun moral yang berlaku di tengah masyarakat.
Sementara itu, Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto berpandangan kasus ini memperlihatkan penegakan hukum di internal Polri lemah.
“Di sisi lain, itu juga menunjukan lemahnya penegakan aturan dan hukum di internal Polri yang mengakibatkan tidak adanya efek jera dan terulang lagi kasus-kasus serupa,” kata Bambang.
Menurut Bambang, kasus terkait Brotoseno ini juga menunjukkan ada yang salah dengan pemikiran petinggi Polri.
Ia pun meminta kejadian ini menjadi momentum bersih-bersih di internal Polri, bukan malah membuat retorika pembenaran terhadap kekeliruan yang terjadi.
“Dengan melihat kasus AKBP B (Brotoseno) ini yang kembali aktif setelah menjalani hukuman pidana korupsi, publik bisa memahami bagaimana standar etika profesi di Polri itu ditegakkan,” kata dia.
Brotoseno terjaring dalam operasi tangkap tangan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada 17 November 2016 saat menjabat Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri.
Pada 14 Juni 2017 pun Brotoseno dijatuhi vonis 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Brotoseno terbukti menerima suap Rp 1,9 miliar dan menerima 5 tiket pesawat Batik Air kelas bisnis seharga Rp 10 juta dalam kasus penyidikan dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat.
Setelah menjalani hukuman selama kurang lebih 3 tahun Brotoseno mendapatkan bebas bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Dia dibebaskan pada 15 Februari 2020.
Di akhir Mei 2022 lalu, ICW melontarkan dugaan bahwa setelah bebas Brotoseno kini kembali aktif bertugas menjadi penyidik di Bareskrim Polri.
Merespons itu pihak Polri hanya menegaskan Brotoseno memang tidak pernah dipecat.
Berdasarkan hasil Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) tanggal 13 Oktober 2020, Brotoseno diberikan sanksi demosi atau pemindahtugasan jabatan.
"Dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi," kata Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dalam keterangan tertulis, Senin (30/5/2022).
Baca juga: Polri Akui Belum Pecat Eks Narapidana Korupsi Brotoseno
Sambo menyebutkan, salah satu pertimbangan Brotoseno tidak dipecat karena dianggap berprestasi di instansi Kepolisian.
Kendati demikian, tidak dijelaskan dengan rinci prestasi seperti apa yang telah diraih Brotoseno.
“Adanya pernyataan atasan AKBP R Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian,” tegasanya.
Baca juga: Propam Polri Sebut AKBP Brotoseno Tak Dipecat karena Berprestasi
Selain itu Brotoseno juga disebutkan telah menjalani masa hukuman 3 tahun 3 bulan dari putusan Pengadilan Negeri Tipikor.
Pertimbangan lainnya karena Brotoseno juga disebutkan menerima keputusan Sidang KEPP dimaksud dan tidak mengajukan banding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.