Jokowi memerintahkan Pratikno untuk segera ke Yogyakarta menjenguk sekaligus melihat kondisi Buya, serta mengirimkan tim dokter kepresidenan.
"Kemarin pagi Pak Presiden memanggil saya, harus segera ke sana. Segera kirim tim dokter kepresidenan," kata Pratikno, 27 Juli 2019.
Saat itu, dokter kepresidenan yang mengecek dan memantau menyatakan bahwa Buya dalam kondisi baik. Pratikno pun langsung memberikan kabar ke Jokowi supaya orang nomor 1 itu tak khawatir.
"Saya sudah mendengar penjelasan dari dokter, kondisi Buya baik dan perkembangannya sangat bagus. Habis ini saya telepon beliau (Presiden Jokowi) agar beliau lega dan senang mendengar Buya sudah sehat," ujarnya.
Baca juga: Jokowi: Selamat Jalan Sang Guru Bangsa, Buya Syafii Maarif
Awal 2015 silam, Jokowi sempat menawarkan kursi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) untuk Buya Syafii. Saat itu, Jokowi baru beberapa bulan menjabat sebagai presiden.
Namun, oleh Buya, tawaran kursi Wantimpres itu ditolaknya.
"Bukan menolak, tapi tidak bersedia," katanya kepada Kompas.com, 17 Januari 2015.
Kala itu Buya menceritakan, tawaran menjadi anggota Wantimpres disampaikan Presiden melalui Sekretariat Negara (Setneg).
Baca juga: Megawati Kenang Buya Syafii Marif sebagai Sosok Saleh yang Rendah Hati
Seorang deputi sumber daya manusia (SDM) di Setneg menghubunginya melalui sambungan telepon. Dalam perbincangan tersebut, Buya pun langsung menyampaikan penolakannya. Alasannya, karena usianya yang tidak lagi muda.
"Kemarin Deputi SDM Setneg nelepon saya, langsung saya jawab saya tidak bersedia. Saya ini sudah berumur," ujarnya.
Buya ketika itu tak mengungkapkan lebih jauh alasannya tidak menerima tawaran menjadi anggota Wantimpres. Namun, ia berharap keputusannya tak menjadi polemik.
Dua tahun setelah peristiwa itu tepatnya 7 Juni 2017, Buya ditunjuk sebagai anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP).
Lembaga tersebut lantas berganti menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Buya menjadi salah satu anggota dewan pengarah sejak 28 Februari 2018 hingga akhir hayatnya.
Akhir Januari 2015, Jokowi membentuk tim independen pencari fakta untuk menyelesaikan konflik antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim itu beranggotakan 9 orang dan diketuai oleh Buya Syafii.
Sementara, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie menjadi wakil ketua, dan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menjadi sekretaris.