Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Kedekatan Buya Syafii dan Jokowi, Sang Guru Bangsa yang Didengar Presiden

Kompas.com - 27/05/2022, 13:54 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia berduka. Salah seorang tokoh bangsa, Ahmad Syafii Maarif, tutup usia pada Jumat (26/5/2022).

Buya Syafii, begitu sapaan akrabnya, merupakan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Ia mengembuskan napas terakhir di Sleman, Yogyakarta.

"Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka. Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada hari Jumat tanggal 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir seperti dikutip dari keterangan resminya, Jumat.

Baca juga: Buya Syafii Maarif Meninggal Dunia, Muhammadiyah dan Indonesia Berduka

Semasa hidup, tenaga dan pemikiran Buya Syafii banyak dicurahkan untuk kepentingan Indonesia. Selain sebagai tokoh Muhammadiyah, Buya dikenal aktif di dunia pendidikan.

Dia menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1998-2005. Setelah turun jabatan, Buya aktif di Maarif Institute, lembaga swadaya masyarakat yang didirikannya.

Buya dikenal sebagai Bapak Bangsa yang tak pernah lelah berjuang. Sosoknya disegani oleh tokoh-tokoh besar tanah air, termasuk Presiden Joko Widodo.

Buya Syafii dan Jokowi memang dikenal dekat. Presiden beberapa kali melibatkan Buya dalam isu-isu besar.

Kedekatan itu terus terjalin, hingga dua bulan sebelum kepergiannya, Buya sempat mendapat kunjungan langsung Jokowi. Itulah kali terakhir Jokowi bertemu dengan Buya.

"Selamat jalan Sang Guru Bangsa," demikian kenang Jokowi lewat unggahan di akun Twitter resminya @jokowi, Jumat (27/5/2022).

Kirim dokter kepresidenan

Ketika Buya Syafii sakit akhir Maret 2022, Jokowi menjenguk langsung ke kediamannya di Sleman, Yogyakarta.

Kala itu, Buya baru pulang dari rumah sakit setelah dirawat selama beberapa hari. Jokowi pun mengaku senang menjumpai Buya dalam kondisi sehat.

Baca juga: Kenangan Terakhir Jokowi Bersama Buya Syafii Maarif...

Dia juga mengajak masyarakat Indonesia berdoa untuk kesehatan Buya.

“Kita berdoa bersama agar beliau selalu diberikan kesehatan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” kata Jokowi saat itu, Sabtu (26/3/2022).

Kedekatan antara keduanya juga tampak ketika Juli 2019 Jokowi mengirimkan dokter kepresidenan ke RS PKU Muhammadiyah untuk mengecek dan memantau kondisi Buya Syafii. Ketika itu, Buya sakit dan harus diopname.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menceritakan, saat mendengar Buya Syafii sakit, presiden langsung memanggil dirinya.

Jokowi memerintahkan Pratikno untuk segera ke Yogyakarta menjenguk sekaligus melihat kondisi Buya, serta mengirimkan tim dokter kepresidenan.

"Kemarin pagi Pak Presiden memanggil saya, harus segera ke sana. Segera kirim tim dokter kepresidenan," kata Pratikno, 27 Juli 2019.

Presiden Joko Widodo saat menjenguk mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif atau biasa disapa Buya Syafii di kediamannya di Kabupaten Sleman, pada Sabtu (26/3/2022).dok. Sekretariat Presiden Presiden Joko Widodo saat menjenguk mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif atau biasa disapa Buya Syafii di kediamannya di Kabupaten Sleman, pada Sabtu (26/3/2022).

Saat itu, dokter kepresidenan yang mengecek dan memantau menyatakan bahwa Buya dalam kondisi baik. Pratikno pun langsung memberikan kabar ke Jokowi supaya orang nomor 1 itu tak khawatir.

"Saya sudah mendengar penjelasan dari dokter, kondisi Buya baik dan perkembangannya sangat bagus. Habis ini saya telepon beliau (Presiden Jokowi) agar beliau lega dan senang mendengar Buya sudah sehat," ujarnya.

Baca juga: Jokowi: Selamat Jalan Sang Guru Bangsa, Buya Syafii Maarif

Tawari kursi Wantimpres

Awal 2015 silam, Jokowi sempat menawarkan kursi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) untuk Buya Syafii. Saat itu, Jokowi baru beberapa bulan menjabat sebagai presiden.

Namun, oleh Buya, tawaran kursi Wantimpres itu ditolaknya.

"Bukan menolak, tapi tidak bersedia," katanya kepada Kompas.com, 17 Januari 2015.

Kala itu Buya menceritakan, tawaran menjadi anggota Wantimpres disampaikan Presiden melalui Sekretariat Negara (Setneg).

Baca juga: Megawati Kenang Buya Syafii Marif sebagai Sosok Saleh yang Rendah Hati

Seorang deputi sumber daya manusia (SDM) di Setneg menghubunginya melalui sambungan telepon. Dalam perbincangan tersebut, Buya pun langsung menyampaikan penolakannya. Alasannya, karena usianya yang tidak lagi muda.

"Kemarin Deputi SDM Setneg nelepon saya, langsung saya jawab saya tidak bersedia. Saya ini sudah berumur," ujarnya.

Buya ketika itu tak mengungkapkan lebih jauh alasannya tidak menerima tawaran menjadi anggota Wantimpres. Namun, ia berharap keputusannya tak menjadi polemik.

Dua tahun setelah peristiwa itu tepatnya 7 Juni 2017, Buya ditunjuk sebagai anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP).

Lembaga tersebut lantas berganti menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Buya menjadi salah satu anggota dewan pengarah sejak 28 Februari 2018 hingga akhir hayatnya.

Tengahi konflik Polri-KPK

Akhir Januari 2015, Jokowi membentuk tim independen pencari fakta untuk menyelesaikan konflik antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim itu beranggotakan 9 orang dan diketuai oleh Buya Syafii.

Sementara, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie menjadi wakil ketua, dan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menjadi sekretaris.

Saat itu, tim independen dibentuk untuk meredakan ketegangan di tengah masyarakat menyikapi penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Budi Gunawan oleh KPK.

Baca juga: Wapres: Keteladanan Buya Syafii Maarif Wajib Kita Teladani

Awal Januari 2015, Jokowi mengajukan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Namun, 3 hari setelahnya tepatnya 13 Januari 2015, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

KPK menduga, ada transaksi mencurigakan atau tidak wajar di rekening Budi Gunawan.

Atas penetapannya sebagai tersangka, BG, begitu sapaan akrab Budi, mengajukan gugatan praperadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kala itu mengabulkan gugatan BG dan menyatakan penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah.

Saat itu, Hakim menyatakan bahwa KPK tak punya kewenangan untuk mengusut kasus yang menjerat Budi Gunawan.

Situasi politik pun memanas. Atas polemik ini, Jokowi akhirnya menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Baca juga: Kenang Buya Syafii, Anwar Abbas: Jangan Coba-coba Iming-imingi Beliau Kemewahan

Sebagai pimpinan tim independen dalam perkara ini, Buya Syafii sempat mengaku geram pada Jokowi. Buya menilai, Jokowi terkesan ragu dalam memutus nasib Budi Gunawan.

Buya mengatakan, tim independen sebelumnya telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada Jokowi terkait kisruh KPK dengan Polri.

Namun demikian, Jokowi tak kunjung mengambil sikap untuk segera menyelesaikannya.

"Jokowi terlalu lambat. Semua opsi sudah kami berikan, dan setiap opsi pasti memiliki risiko," katanya di Kantor Maarif Institute, Jakarta 17 Februari 2015.

Buya kala itu mengingatkan bahwa setiap keputusan pasti mengandung risiko. Seorang pemimpin, kata dia, harus berani mengambil risiko.

"Seorang pemimpin sejati pasti berani mengambil risiko. Dilantik atau tidak dilantiknya Budi Gunawan pasti ada risikonya," ucap Buya.

Buya mengingatkan bahwa sebagai pemimpin Jokowi seharusnya lebih tegas dalam mengambil sikap. Presiden diminta tidak ragu terhadap tekanan apa pun yang ia terima.

"Sekarang Jokowi perlu nyali rajawali, jangan tiru kelelawar yang pada siang hari katanya redup. Jadilah rajawali, jangan tiru kelelawar," ujarnya.

Baca juga: Buya Syafii Maarif Tutup Usia, Jusuf Kalla: Kita Kehilangan Guru Bangsa

Kendati demikian, Buya saat itu menegaskan bahwa dirinya tak ingin mempengaruhi keputusan Jokowi terkait nasib Budi Gunawan. Ia mengatakan, sebagai presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, Jokowi sudah tahu apa yang harus diperbuat.

"Sekarang tinggal begini saja, mau dengar suara rakyat atau dengar suara segelintir orang saja," tandasnya.

Sebelumnya, Buya Syafii sempat membuat pernyataan mengejutkan terkait polemik ini. Buya mengungkapkan, diajukannya nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri bukan atas inisiatif presiden.

Kondisi ini, kata Buya, bisa terjadi karena Jokowi diusung oleh partai politik, tetapi bukan dalam status sebagai tokoh partai

Meski dipilih oleh rakyat, Buya menyebut tekanan terbesar yang dipilih Jokowi didapat dari partai. Karena itu, dia meminta Jokowi tetap berpihak kepada rakyat.

"Dia memang diusung partai, tetapi dia dipilih rakyat. Utamakan rakyat kan paling bagus. Kalau rakyat bela Presiden, koalisi enggak akan banyak (aksi)," katanya, 28 Januari 2015.

Akhir dari polemik ini, Jokowi membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Sebagai gantinya, presiden menunjuk Badrodin Haiti yang lantas dilantik sebagai Kapolri pada 17 April 2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com