Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr M Subhan SD
Direktur PolEtik Strategic

Direktur PolEtik Strategic | Founder Mataangindonesia Social Initiative | msubhansd.com | mataanginsaguling.com

Koalisi, Kala Singa Tak Berdaya Menghadapi Sekawanan Hiena

Kompas.com - 26/05/2022, 06:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bahkan Puan Maharani, “putri mahkota” Megawati yang kini Ketua DPR melakukan swafoto bertiga.

Hubungan Megawati dan Prabowo boleh dikata unik. Kadang mesra, kadang tak akur.

Pada Pilpres 2009, Megawati dan Prabowo berpasangan sebagai capres-cawapres. Waktu itu populer sebutan pasangan Mega-Pro. Bahkan koalisi itu diperkuat dengan Perjanjian Batu Tulis.

Di pentas Pilpres, Mega-Pro kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Tiga tahun kemudian, koalisi kembali terjadi pada Pilkada DKI Jakarta.

PDIP dan Gerindra berkoalisi mengajukan pasangan Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kemudian memenangi Pilgub Jakarta 2012.

Dua tahun setelah itu, hubungan merenggang lagi, setelah PDIP mengusung Jokowi sebagai kandidat presiden di Pilpres 2014. Padahal Prabowo juga maju dalam bursa capres.

Ini yang sempat diungkit-ungkit karena salah satu poin Perjanjian Batu Tulis, disebutkan Megawati akan mendukung pencalonan Prabowo pada 2014.

Tetapi Megawati mustahil tak mengusung Jokowi, kader PDIP yang punya elektabilitas tertinggi.

Dukungan PDIP terhadap Jokowi berlanjut pada Pilpres 2019. Alhasil selama satu dekade hubungan keduanya berseberangan.

Bahkan inilah episode terberat dalam politik Indonesia kontemporer karena rivalitas menimbulkan polarisasi yang begitu akut. Demokrasi pun sampai terseok-seok.

Tiga poros koalisi

Silaturahim, komunikasi, dan mungkin penjajakan dilakukan para pimpinan parpol. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (SP) pada 29 Maret 2022.

AHY juga bertemu Airlangga Hartarto pada 7 Mei 2022. Sebelumnya Surya Paloh bertemu Airlangga Hartarto pada 10 Maret 2022, saat panas-panasnya wacana penundaan Pemilu 2024.

Terlepas dari isu yang dibahas dalam pertemuan tersebut, tetapi dipercaya SP mengantungi sejumlah nama untuk bursa capres-cawapres dalam Pilpres 2024.

Bila mencermati peta kekuatan di parlemen, idealnya dapat terbentuk tiga poros koalisi. Yang sudah ada KIB.

Jika ada tiga koalisi, maka akan ada tiga pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2024.

Kalau gelagat kedekatan PDIP dan Gerindra benar-benar terwujud, maka akan menjadi satu poros koalisi. Suara PDIP 19,33 persen dan Gerindra 12,57 persen. Total 31,90 persen.

Tinggal satu poros koalisi lagi. Di sana ada PKB (9,69 persen), Nasdem (9,05 persen), PKS (8,21 persen), dan Demokrat (7,77 persen). Jumlah kekuatannya 34,72 persen.

Justru di tangan koalisi ini terbentuk koalisi terkuat berdasarkan kekuatan suara.

Apakah benar-benar mengerucut pada pemetaan ketiga koalisi tersebut, sekali lagi, politik itu sangat cair. Bisa ya, bisa juga tidak.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang ditanya kemungkinan bergabung dengan KIB, berseloroh mau saja apabila capresnya adalah dirinya. Muhaimin tentu bercanda.

Tetapi di politik diksi bisa bermakna lain alias multitafsir. Kita sama-sama cermati bahwa KIB diinisiasi oleh Golkar.

Sebagai partai kuat, Golkar tak ingin kalah cepat. Apalagi Airlangga didapuk sebagai capres dalam Munas tahun 2019. Maka KIB akan dapat mengamankan posisi Golkar, sekaligus posisi Airlangga.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama Presiden RI Joko Widodo di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Sabtu (12/3/2022)KOMPAS.com/pemprov jateng Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama Presiden RI Joko Widodo di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Sabtu (12/3/2022)
Di politik, koalisi adalah keniscayaan. Secara teoritis, mulanya koalisi partai bersandar pada game theory (Neumann dan Morgenstern, 1944), kemudian disempurnakan dengan konsep the minimal winning coalition (Gamson, 1961; Riker, 1962).

Koalisi ramping saja, tak perlu besar. Asal cukup untuk meraih kemenangan. Jangan membawa beban banyak.

Kenyataannya koalisi justru membengkak, seperti koalisi pemerintahan Jokowi, baik Koalisi Indonesia Hebat (2014-2019), dan terlebih Koalisi Indonesia Maju (2019-2024).

Ini tak mengherankan karena tujuan partai adalah mengakses kekuasaan, karena motif office-seeking dan juga policy-seeking (Kadima, 2014).

Maka, dalam kurun dua tahun ini, kita akan menonton berbagai atraksi dan manuver politik. Komunikasi, silaturahim, atau sekadar ngopi politik akan menjadi santapan hari-hari.

Tetapi kita juga akan menyaksikan singa pun tak bernyali mengaum sendirian merebut kekuasaan puncak di negeri ini.

Singa yang terpisah dari kawanannya bisa tak berdaya dikepung kawanan hiena yang punya insting koalisi sangat baik.

Semakin besar mangsa, semakin besar kekuatan koalisinya. Cara hiena yang solid bergerombol ternyata sangat efektif dalam memburu mangsa di sabana yang liar dan ganas.

Siapa bilang arena politik bukan padang berburu kuasa yang tak liar dan ganas? Lantas, siapa bernyali tak berkoalisi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com