JAKARTA, KOMPAS.com - Frekuensi sejumlah tokoh yang bakal bertemu dengan pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) diperkirakan semakin marak menjelang tahun politik atau menyongsong pemilihan umum dan pemilihan presiden-wakil presiden 2024.
Para elite partai politik kerap sowan kepada para kyai-kyai NU menjelang pemilihan kepala daerah sampai pilpres. Begitu juga dengan para pengurus PBNU yang kerap ditemui oleh para petinggi parpol menjelang pemilu.
Walau NU sampai saat ini tetap menyatakan sebagai organisasi masyarakat dan menyatakan tidak terlibat dalam politik praktis, sesuai hasil Muktamar ke-27 di Situbondo pada 1984, tetapi kharisma organisasi itu tetap memikat para elite politik.
Kekuatan politik NU dilebur ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 1973, sebagai langkah Orde Baru dan Presiden Soeharto buat menyederhanakan dan "mengendalikan" partai politik.
Baca juga: SMRC: PDI-P Cenderung Akan Koalisi dengan NU untuk Pilpres 2024
Ketika Orde Baru runtuh dan memasuki Era Reformasi, para tokoh NU seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Mustofa Bisri, dan beberapa orang lainnya kemudian mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) buat menyalurkan aspirasi politik mereka. Namun, PKB bukan bagian dari NU, meski basis pemilihnya adalah warga Nahdliyin dam pesantren.
Akan tetapi, PKB bukan partai politik resmi NU. Selain itu, NU sebagai ormas juga tidak bisa terjun ke politik praktis sesuai hasil Muktamar 1984.
Walau demikian, seiring waktu terbangun citra NU lekat dengan PKB dan sebaliknya.
Maka dari itu, dalam Muktamar Ke-34 NU di Lampung, Desember 2021 lalu, Gus Yahya menegaskan ingin PBNU menjaga jarak dengan semua partai politik dan kepentingan politik di Tanah Air.
Pada 15 Maret 2022 lalu. Saat itu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani menemui Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau kerap disapa Gus Yahya di kantor PBNU, Jakarta.
Meski dalam jumpa pers kedua tokoh itu menyampaikan mereka membicarakan persoalan kebangsaan saat dialog, tetapi aroma politik bisa tercium. Sebab, Puan diperkirakan akan dijagokan dalam ajang pemilihan presiden 2024 mendatang.
Apalagi partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dipimpin sang ibu, Megawati Soekarnoputri, saat ini menjadi partai penguasa.
Saat itu Puan mengatakan, PDIP akan bahu membahu bersama NU menjaga harmoni dan keseimbangan seluruh umat beragama. Selain itu, menurut Puan, pembangunan bangsa tidak bisa dilakukan sendiri melainkan harus bergotong-royong.
Baca juga: Gelar Konferensi Besar 2022, NU Bentuk 19 Peraturan dan Pedoman Organisasi
"NU bersama PDI Perjuangan tentu saja punya konstituen atau rakyat yang sama yaitu wong cilik, karenanya kami berharap ke depan apa yang menjadi tugas-tugas dari PDIP dan NU bisa sama-sama kami sinergikan, bisa sama-sama kami lakukan secara konkret sampai ke bawah," kata Puan.
Di sisi lain, Gus Yahya berharap NU bisa terlibat bekerja sama dengan DPR maupun juga dengan PDIP.
"Kita mencapai banyak kesepahaman mengenai bagaimana kita saling berbagi tugas sekaligus juga bersinergi satu sama lain agar apa yang masalah-masalah yang dirasakan oleh rakyat bisa lebih efektif dicarikan jalan keluarnya," kata Gus Yahya.