Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejanggalan dalam Pengadaan Gorden Rumah Dinas DPR yang Anggarannya Puluhan Miliar Rupiah

Kompas.com - 09/05/2022, 07:16 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadaan gorden untuk rumah dinas anggota DPR di Kalibata, Jakarta Selatan, kembali menjadi sorotan.

Setelah lebih kurang dua bulan tak ada kabar, pengadaan gorden yang anggarannya mencapai angka puluhan miliar rupiah itu berlanjut.

Pemenang tender pengadaan gorden itu pun diumumkan. Pemenangnya adalah perusahaan yang justru menawarkan harga tertinggi, yaitu sebesar Rp 43,5 miliar. Adapun perusahaan itu bernama PT Bertiga Mitra Solusi.

Baca juga: Penawar Termahal Menang Lelang Proyek Gorden Rumah Dinas DPR, MAKI: Terus Terang, Agak Aneh!

Kemenangan PT Bertiga Mitra Solusi yang mengajukan harga tertinggi ini menuai kritik publik. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai janggal proses tender proyek gorden ini.

Pemenang tender perusahaan IT

Menurut dia, pemenang tender itu merupakan perusahaan yang berlatar belakang bidang teknologi dan informatika atau biasa disebut IT.

Baru belakangan ini, kata dia, ada perluasan cakupan proyek yang digarap oleh perusahaan tersebut dengan memasukkan interior supply sebagai salah satu bidang pekerjaannya.

"Kalau perusahaan IT tetiba mengerjakan proyek pengadaan gorden, ya mungkin perlu memang mempertanyakannya," kata Lucius saat dihubungi Kompas.com, Minggu (8/5/2022).

Mengenai penawar harga tertinggi yang menang lelang, Lucius menilai janggal dan perlu dipertanyakan seperti apa proses pemilihan pemenangnya.

Baca juga: Perusahaan Penawar Tertinggi Jadi Pemenang, Formappi Duga Ada Permufakatan Jahat Proyek Gorden Rumah Dinas DPR

PT Bertiga Mitra Solusi keluar sebagai pemenang tender dengan tawaran tertinggi Rp 43,5 miliar.

Padahal, dikutip situs LPSE DPR, ada dua perusahaan lain yang menawarkan harga lebih rendah, yakni PT Sultan Sukses Mandiri dengan Rp 37,7 miliar dan PT Panderman Jaya Rp 42,1 miliar.

"Bagaimana bisa pemenang tender justru adalah perusahaan yang akan menyedot anggaran, bukan perusahaan yang bisa memberikan selisih harga yang menguntungkan negara?" ucap Lucius.

Dia pun menduga ada pemufakatan jahat di balik penentuan pemenang tender. 

"Kengototan melanjutkan proyek gorden mungkin saja didorong oleh adanya pemufakatan jahat yang sudah dilakukan antara penyedia dan pelaksana proyek," kata dia.

Proses lelang tidak kompetitif

Sementara itu, Koordinator MAKI Boyamin Saiman juga mempertanyakan alasan tidak ditetapkannya penawar lelang terendah sebagai pemenang.

Baca juga: Lelang Pengadaan Gorden Rumah Dinas DPR Dimenangkan Penawar Tertinggi Rp 43,5 Miliar

Ia menilai, proses lelang menjadi tidak kompetitif dan terkesan aneh.

Dia menyoroti persyaratan dan spesifikasi barang yang dilelang yaitu gorden.

"Kalau dianggap tidak memenuhi persyaratan, misalnya karena barang jelek, tidak sesuai spesifikasi, tidak dibuka penawaran, itu sudah gugur di fase-fase sebelumnya," kata Boyamin saat dihubungi, Minggu.

Boyamin yakin dua perusahaan lain yang kalah dalam proses tender justru memenuhi persyaratan dan spesifikasi karena gorden adalah barang yang mudah dicari di pasar.

"Ini barang mudah dicari di pasar, di Pasar Baru, Tanah Abang, Mangga Dua. Apalagi di Tanah Abang, pasti banyak yang memenuhi spesifikasi yang bisa disuplai pemborong-pemborong," ucap dia. 

Untuk itu, dia menilai panitia tender harusnya memberikan spesifikasi barang yang dicari di pasar agar proses lelang menjadi kompetitif.

Baca juga: Katakan Tidak Pada(hal) Korupsi, (Pada)hal Gorden Pun Mau

Proses yang kompetitif itu dinilai akan menguntungkan negara. Hal ini juga merupakan prinsip dasar dilakukannya lelang.

"Untuk itu, saya akan memantau kain yang akan disuplai pemborong yang dijadikan pemenang seperti apa. Akan saya bandingkan dengan dua perusahaan lainnya itu (yang kalah tender)," kata Boyamin.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, tidak ada penyelewengan atau hengki pengki dalam pengadaan gorden untuk rumah jabatan anggota Dewan yang pagu anggarannya mencapai Rp 48,7 miliar itu.

Indra menyebutkan, pihak yang kalah lelang di DPR kerap kali memberi bocoran kepada media atau aparat hukum seolah-olah ada penyelewengan dalam pengadaan yang berlangsung di DPR.

"Jadi beberapa kali lelang yang dilakukan di DPR ini, biasanya yang kalah lelang kemudian bocorin ke media, bocorin ke aparat hukum, seolah-olah ada hengki pengki. Enggak ada hengki pengki, enggak ada urusan ya," kata Indra dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (28/3/2022).

Sementara itu, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Agung Budi Santoso telah meminta Sekretariat Jenderal DPR untuk mengkaji ulang pengadaan gorden di rumah jabatan anggota DPR.

Baca juga: Ketua BURT Minta Setjen DPR Kaji Ulang Pengadaan Gorden Rp 48,7 Miliar

Agung mengatakan, anggaran sebesar itu mesti dievaluasi karena masyarakat sedang mengalami kesulitan akibat pandemi Covid-19 dan kenaikan harga bahan pokok, terutama minyak goreng.

"Kami akan meminta Sekretariat Jendral DPR RI untuk meninjau kembali pagu anggaran tersebut. Saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19 dan kelangkaan minyak goreng, jadi harus lebih menghemat anggaran. Kita harus punya sense of crisis," kata Agung dalam siaran pers, Rabu (30/3/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com