Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Presiden Memecat Gubernur?

Kompas.com - 30/04/2022, 22:45 WIB
Issha Harruma,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

 

 


KOMPAS.com – Gubernur merupakan kepala daerah di tingkat provinsi. Gubernur juga menjadi wakil pemerintah pusat dengan wilayah kerja daerah provinsi.

Gubernur dipilih langsung oleh rakyat sejak pemilihan kepala daerah (Pilkada) digelar pertama kali tahun 2005 silam. Sebelumnya, kepala daerah, termasuk gubernur, dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Lalu, bagaimana dengan proses pemberhentian gubernur saat ini? Bisakah presiden memecat gubernur?

Penyebab gubernur diberhentikan

Pemberhentian gubernur sebagai kepala daerah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam undang-undang tersebut, ada tiga penyebab kepala daerah atau wakil kepala daerah berhenti, yaitu karena:

  • meninggal dunia;
  • permintaan sendiri; atau
  • diberhentikan.

Baca juga: Masa Jabatan 5 Gubernur Habis Mei 2022, Kemendagri Masih Terima Usulan Nama Penjabat

Kepala daerah atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan karena:

  • berakhir masa jabatannya;
  • tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama enam bulan;
  • dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
  • tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah;
  • melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Ayat 1, kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
  • melakukan perbuatan tercela;
  • diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
  • mendapatkan sanksi pemberhentian.

Larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam Pasal 76 Ayat 1 seperti yang disebut dalam poin kelima, yaitu:

  1. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya;
  2. membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain;
  3. menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun;
  4. menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan daerah yang dipimpin;
  5. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan;
  6. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan;
  7. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;
  8. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya;
  9. melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari menteri; dan
  10. meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari tujuh hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam waktu satu bulan tanpa izin menteri, kecuali untuk kepentingan pengobatan yang mendesak.

Baca juga: DPRD Bangka Belitung Mulai Proses Pemberhentian Masa Jabatan Gubernur dan Wakilnya

Prosedur pemberhentian kepala daerah

Pemberhentian gubernur sebagai kepala daerah oleh presiden tidak bisa dilakukan begitu saja. Presiden tidak bisa memecat gubernur secara langsung.

Terdapat sejumlah mekanisme yang harus dilalui dengan melibatkan tiga atau minimal dua lembaga.

Tahapan pemberhentian gubernur tersebut, yakni:

  • pemberhentian gubernur diusulkan kepada presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) atas pendapat DPRD bahwa gubernur dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah atau melanggar larangan bagi kepala daerah, atau melakukan perbuatan tercela;
  • pendapat DPRD diputuskan melalui rapat paripurna yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir;
  • MA memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 hari setelah permintaan DPRD diterima MA dan putusannya bersifat final;
  • Jika MA memutuskan gubernur terbukti melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah, atau melanggar larangan bagi kepala daerah, dan/atau melakukan perbuatan tercela, pimpinan DPRD menyampaikan usul untuk memberhentikan gubernur kepada presiden;
  • Presiden wajib memberhentikan gubernur paling lambat 30 hari sejak menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD;
  • Jika pimpinan DPRD tidak menyampaikan usul pemberhentian kepala daerah paling lambat 14 hari sejak diterimanya putusan MA, presiden memberhentikan gubernur atas usul menteri.

 

 

Referensi:

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com