JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menegaskan akan bertanggungjawab karena telah melontarkan wacana penundaan pemilu 2024.
Oleh karena itu, PKB tetap akan melihat keputusan rakyat apakah wacana itu mendapatkan dukungan atau tidak.
"Ya tentu. Kami tidak akan tidak bertanggungjawab. Kita bertanggungjawab sepanjang ini menjadi wacana yang bisa memberikan kemaslahatan kepada rakyat. Basisnya itu. Kita akan teruskan," kata Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid saat diskusi di acara Gaspol! Kompas.com, Selasa (12/4/2022).
Jazilul menekankan bahwa setiap keputusan politik harus mendapat dukungan dari rakyat.
Sehingga, menurutnya PKB tidak akan meneruskan wacana tersebut, jika rakyat justru lebih banyak yang menolak.
"Itu ada kaidahnya kalau di kita. Enggak mungkin kalau itu kemudian menabrak kepentingan rakyat, kita akan teruskan," tuturnya.
Untuk itu, tambah Jazilul, PKB terbuka berbagai masukan terhadap wacana penundaan pemilu.
Ia menekankan, jika banyak yang memberikan masukan atau kritik, tentu PKB akan mengoreksi wacana tersebut.
"Bahwa cara itu (wacana penundaan pemilu) dianggap meleset, menangkap keinginan masyarakat, ya itu biasa saja," ucapnya.
"Kan kadang-kadang publik tidak bisa kita baca. Ya tinggal tentu kalau itu kurang pas, kami akan koreksi," sambung dia.
Diketahui, PKB menjadi salah satu partai politik yang menyuarakan aspirasi penundaan pemilu 2024.
Hal itu disampaikan oleh Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin.
Dalam argumennya, Cak Imin mengeklaim, banyak akun di media sosial setuju dengan usulan dirinya agar pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.
Menurut analisis big data perbincangan di media sosial, kata dia, dari 100 juta subyek akun di medsos, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
Baca juga: Jokowi: Tahapan Awal Pemilu Dimulai 14 Juni 2022, KPU-Bawaslu Harus Segera Persiapkan
"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," katanya, Sabtu (26/2/2022).
Alasannya, survei sebuah lembaga umumnya hanya memotret suara responden pada kisaran 1.200-1.500 orang. Sementara, responden big data diklaim bisa mencapai angka 100 juta orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.