Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan Anggap Tak Diaturnya Pemerkosaan di RUU TPKS sebagai Kemunduran

Kompas.com - 05/04/2022, 19:01 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas Perempuan menyayangkan tidak diaturnya pemerkosaan sebagai jenis kekerasan seksual dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Menurut Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, tidak diaturnya pemerkosaan merupakan sebuah kemunduran. Pasalnya, pemerkosaan merupakan salah faktor dilahirkannya RUU TPKS sebagai sebuah peraturan khusus.

"Sejarahnya adalah memperjuangkan bagaimana perempuan korban pemerkosaan, atau disebut korban pencabulan, atau kadang-kadang (disebut) pelecehan seksual, ini bisa dengan lebih baik mendapatkan akses keadilan dan pemulihannya," jelas Andy dalam diskusi virtual, Selasa (5/4/2022).

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan yang dihimpun dari 129 lembaga layanan, pemerkosaan, termasuk di dalamnya pemerkosaan dalam pernikahan dan dalam hubungan keluarga, mendominasi laporan kekerasan seksual dengan porsi 68 persen.

Baca juga: Rapat Pleno RUU TPKS Diundur Jadi Rabu Besok

Sementara itu dalam ranah publik, lembaga-lembaga layanan mencatat terjadinya 459 kasus perkosaan sepanjang tahun 2021.

"Tidak dengan maksud mengecilkan upaya yang dilakukan, khususnya pihak DPR, Baleg di bawah kepemimpinan Mas Willy (Aditya, Ketua Panja RUU TPKS), tetapi dengan meninggalkan peraturan tentang pemaksaan hubungan seksual, kita akan kehilangan satu bagian dari roh awal undang-undang ini ada," jelas Andy.

Sebelumnya, pemerintah dan DPR sepakat untuk tidak mengatur pemerkosaan dalam RUU TPKS karena dianggap bakal tumpang tindih dengan ketentuan soal pemerkosaan yang tengah dirumuskan dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Paradigma ini dianggap kontradiktif dengan gagasan awal membuat UU TPKS.

"Munculnya RUU TPKS dari serangkaian historisnya adalah untuk menjawab gap atau kekurangan ketentuan yang selama ini ada di KUHP," sebut Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nur Syamsi, dalam kesempatan yang sama.

Baca juga: RUU TPKS Atur Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik dan Eksploitasi Seksual

"Menolak salah satu dari sepaket ketentuan tentang kekerasan seksual karena alasan akan diatur dalam KUHP baru, bertolak belakang dengan tujuan awal pembentukan UU (TPKS) ini," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com