Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Migrant Care Ungkap Celah MoU Perlindungan PMI Indonesia-Malaysia

Kompas.com - 05/04/2022, 08:01 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga advokasi perlindungan bagi pekerja migran, Migrant Care, menyoroti sejumlah kelemahan dalam Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia pekan lalu.

Nota kesepahaman itu disepakati melalui pernyataan bersama yang diteken oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, dan Menteri Sumber Daya Malaysia Dato’ Sri M Saravanan Murugan. Kesepakatan yang ditandatangani kedua negara adalah terkait penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor domestik atau asisten rumah tangga.

Permasalahan yang dialami tenaga kerja Indonesia di Malaysia juga sempat menjadi ganjalan hubungan diplomatik kedua negara. Sejumlah kasus kekerasan dan majikan yang tidak membayarkan upah yang dialami para pekerja migran Indonesia membuat komitmen pemerintah untuk melindungi para "pahlawan devisa" kerap dipertanyakan.

Ada sejumlah poin penting dalam Mou itu, yakni Indonesia dan Malaysia sepakat menerapkan Sistem Penempatan Satu Kanal (One Channel System).

Baca juga: Indonesia-Malaysia Teken MoU Perlindungan PMI, Kasus Buruk yang Menimpa PMI Diharapkan Berkurang

Ida mengatakan OCS menjadi mekanisme penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sektor domestik di Malaysia yang dilakukan melalui integrasi sistem penempatan milik Pemerintah Indonesia dan sistem rekrutmen dan imigrasi milik Pemerintah Malaysia.

OCS menjadi satu-satunya kanal bagi proses perekrutan dan penempatan PMI sektor domestik ke Malaysia dan kedua pemerintah sepakat untuk menuangkan komitmen tersebut dalam sebuah Joint Statement.

"Indonesia akan dikecualikan dari proses penempatan pekerja migran ke Malaysia melalui Sistem Maid Online (SMO)," kata Ida.

Baca juga: Kemlu Pastikan MoU RI-Malaysia Mengakomodir Unsur Perlindungan PMI

Karena sistem penempatan satu kanal itu, kata Ida, untuk masa mendatang tidak ada lagi proses penempatan langsung (direct hiring) untuk asisten rumah tangga dari Indonesia ke Malaysia. Perekrutan ART harus dilakukan melalui agensi perekrutan Indonesia dan Malaysia yang memiliki izin dari masing-masing pemerintah dan terdaftar di dalam sistem yang terintegrasi.

Selain itu, Indonesia juga menekankan pekerja migran sektor domestik hanya akan bekerja di 1 tempat atau rumah. Pekerja migran Indonesia dengan jabatan Housekeeper and Family Cook bekerja pada pemberi kerja dengan jumlah keluarga maksimum 6 orang dalam 1 tempat atau rumah.

Pemberi kerja, kata Ida, dapat merekrut PMI dengan jabatan Child Caretaker untuk merawat anak dan/atau Elderly Caretaker untuk merawat lansia sesuai kebutuhan.

Pekerja migran Indonesia sektor domestik, kata Ida, juga akan diikutsertakan dalam skema asuransi ketenagakerjan Malaysia untuk pekerja asing (SOCSO) dan asuransi kesehatan Malaysia, dengan biaya premi ditanggung oleh Pemberi Kerja.

Selain itu, penerbitan Entry Visa dan Work Pass berdasarkan pada Perjanjian Kerja yang telah di-endorse oleh Perwakilan RI di Malaysia.

Baca juga: 26 PMI Ilegal Asal NTT Meninggal di Luar Negeri Selama 2022

Perwakilan RI di Malaysia berwenang menetapkan besaran upah minimum PMI (RM 1,500 atau setara Rp 5,2 juta) dan pendapatan minimum calon pemberi kerja (RM 7,000 atau setara Rp23,8 juta).

Dalam nota kesepahaman itu juga disepakati adanya waktu kerja, istirahat dan libur, serta hak memiliki akses berkomunikasi bagi PMI.

Selain itu, di dalam nota kesepahaman menyebutkan Indonesia melarang majikan menahan paspor atau dokumen pribadi milik pekerja migran. Pemerintah Malaysia diwajibkan memastikan larangan itu dipatuhi.

Lantas komponen biaya penempatan juga ditanggung oleh Pemberi Kerja, serta dibentuknya forum Joint Task Force (JTF) dan Joint Working Group (JWG). Terkait JWG, kata Ida, akan bertemu setiap 3 bulan atau sewaktu-waktu diperlukan guna membahas isu-isu yang muncul terkait pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Baca juga: Kisah Welmince Alunat, PMI Asal NTT Lolos dari Hukuman Mati di Malaysia, Kini Pulang ke Kampung Halaman

Ida mengatakan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi penempatan PMI dengan skema OCS dengan menggunakan Key Performance Indikator. Proses penempatan PMI pada sektor domestik ke Malaysia di bawah skema One Channel System akan dimonitor dan dievaluasi secara berkala oleh kedua pemerintah, tetapi jangka waktunya tidak disampaikan secara rinci oleh Ida.

Celah

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan sebagian inti dari poin-poin nota kesepahaman itu memang berdasarkan usulan lembaga yang dipimpinnya kepada pemerintah. Namun, dia memaparkan sejumlah celah yang dinilai bisa memicu persoalan di kemudian hari.

Persoalan yang pertama, kata Wahyu, adalah tentang larangan penempatan pekerja migran dari Indonesia secara langsung (direct hiring). Di dalam nota kesepahaman itu ditekankan proses perekrutan pekerja migran harus melalui agensi yang mengantongi izin dari pemerintah Indonesia dan Malaysia.

Menurut Wahyu jika hal itu tidak dijelaskan secara tegas dan rinci, maka berpotensi menimbulkan monopoli.

"Ini juga menjadi jebakan, ada kecenderungan nanti yang melakukan monopoli adalah agen penyalur tenaga kerja yang ditunjuk kedua negara," kata Wahyu kepada Kompas.com, Senin (4/4/2022).

Baca juga: Cerita Aris, PMI yang 40 Tahun Bekerja di Malaysia, Kagumi Soekarno

"Itu kan punya potensi monopoli kalau prosesnya tidak transparan," lanjut Wahyu.

Wahyu mengatakan, mereka sudah pernah melakukan diskusi dengan Kemenaker dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) pada Februari 2022 terkait penuntasan nota kesepahaman itu. Sebab, pembahasan nota kesepahaman itu sangat alot di antara kedua negara sejak 2016.

Selain itu, Wahyu mengatakan, sebenarnya Migrant Care berharap nota kesepahaman antara Indonesia dan Malaysia itu merujuk kepada Konsensus Perlindungan Hak-hak Pekerja Migran yang sudah disepakati oleh Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN).

"Rujukan dari MoU ini sebenarna kami berharap mengacu kepada konsensus perlindungan pekerja migran di ASEAN. Karena standar minimum ada di konsensus ASEAN itu," ucap Wahyu.

Hal lain yang luput dari nota kesepahaman, kata Wahyu, adalah usulan hak berorganisasi bagi pekerja migran Indonesia di wilayah tempat mereka bekerja.

Persoalan lain yang menjadi sorotan Migrant Care adalah tentang mekanisme Sistem Penempatan Satu Kanal. Sebab menurut Wahyu sampai saat ini hal itu belum dijelaskan secara rinci oleh Kemenaker.

Baca juga: Polda Bali Ambil Alih Kasus Dugaan Penipuan Pengiriman PMI ke Turki

"Kemenaker haris memberi penjelasan jelas tentang one channel system, itu yang belum dibuka. Sejak MoU ditandatangai kan yang disodorkan ke media-media kan soal One Channel System itu, tapi kita sendiri belum tahu bagaimana bentuknya," ujar Wahyu.

Terkait mekanisme evaluasi pelaksanaan MoU, Wahyu berharap pemerintah terbuka dan melibatkan sejumlah lembaga independen seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dia juga berharap proses evaluasi dilakukan secara berkala seperti di masa sebelumnya yakni 6 bulan sekali.

"Kami berharap hasil evaluasinya mengikat, dan komposisinya inklusif seperti ada unsur non pemerintah dan masyarakat sipil. Kalau bisa melibatkan perwakilan lembaga independen seperti Komnas HAM," lanjut Wahyu.

Wahyu juga mendesak pemerintah segera membuka dokumen nota kesepahaman itu untuk ditelaah bersama-sama.

Sementara itu, Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menyatakan mengapresiasi penandatanganan nota kesepahaman yang sudah ditunggu selama 4 tahun. Namun, dia juga menyampaikan sejumlah catatan tentang nota kesepahaman itu.

Hal pertama yang Anis persoalkan adalah soal aturan one maid one hous dengan maksimal anggota keluarga 6 orang. Menurut dia dalam aturan itu masih ada celah yang bisa merugikan asisten rumah tangga Indonesia.

Baca juga: RI-Malaysia Sepakati Gaji Minimum PMI di Negeri Jiran Rp 5,2 Juta

"Soal aturan one maid one house dengan maksimal anggota keluarga 6 orang masih membuka celah terjadinya potensi over work. Bagaimana jika rumahnya sangat besar?," kata Anis kepada Kompas.com.

Senada dengan Wahyu, Anis juga menilai Sistem Penempatan Satu Kanal yang diterapkan dalam nota kesepahaman itu belum dijelaskan secara rinci.

"One stop service belum terlalu jelas," ucap Anis.

Terakhir, Anis meminta penjelasan kepada pemerintah Indonesia tentang upaya untuk memastikan penerapan dan efektivitas dari nota kesepahaman itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com