Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Yusril dan La Nyalla Gugat "Presidential Threshold" ke MK: Nilai Diskriminatif hingga Halangi Hak "Nyapres"

Kompas.com - 30/03/2022, 07:04 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

Padahal, begitu banyak putra-putri daerah yang hebat dan mampu serta sangat layak untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden.

"Bahwa eksistensi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu nyatanya telah merugikan daerah dan semakin memperlebar kesenjangan antara daerah dan pusat," demikian petikan berkas permohonan.

2. Tak bisa usung capres

Sementara itu, menurut Yusril, presidential threshold telah menghalangi partainya untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

Sebab, pada pemilu sebelumnya, suara PBB hanya sebesar 1.099.849 atau 0,79 persen.

Adapun untuk dapat mengusung presiden dan wakil presiden, partai politik, atau gabungan parpol setidaknya harus mengantongi 20 persen dari jumlah kursi DPR.

"Bahwa sebagai partai politik peserta pemilu, Pemohon II seharusnya memiliki hak konstitusional untuk mengusung Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945," bunyi permohonan.

Baca juga: MK Putus 21 Perkara Uji Materi Presidential Threshold dalam 5 Tahun, 17 Tak Diterima

Menurut Yusril, ketentuan tentang presidential threshold telah melanggar Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945.

Pasal tersebut mengamanatkan presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat dengan mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilu atau sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

3. Dikontrol oligarki

Menurut La Nyalla, Yusril, dkk, berlakunya presidential threshold menyebabkan pemilu di Indonesia mudah dikontrol oleh oligarki dan pemodal.

Dengan begitu, hasil pemilu bukan merepresentasikan pilihan rakyat atau pilihan parpol secara substansial, melainkan hanya pilihan segelintir elite politik yang dipengaruhi kepentingan bisnis oligarki.

Baca juga: Soal Presidential Threshold, Pusako: MK Mestinya Lebih Terbuka dengan Kepentingan Pemilih

Menurut para pemohon, pemodal akan terus-menerus diuntungkan dan semakin memperkuat posisinya melalui keberlakuan Pasal 222 UU Pemilu.

"Keberlakuan Pasal 222 UU Pemilu yang menghilangkan probabilitas bagi partai politik
untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden secara mandiri, menjadi ruang munculnya fenomena hijacking democracy (pembajakan demokrasi), yang menempatkan pemodal sebagai pihak yang paling berdaulat di Indonesia, bukan lagi rakyat," bunyi permohonan.

4. Menutup perubahan

Ketentuan tentang presidential threshold dinilai mengekang aspirasi rakyat untuk tidak berubah selama 5 tahun.

Sebab, Pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan ambang batas pengusungan calon presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen perolehan kursi di DPR RI atau 25 persen suara sah nasional berdasarkan hasil pemilu sebelumnya.

"Mana mungkin syarat pencalonan presiden tersusun dari hasil pemilu 5 tahun sebelumnya. Tentu selama 5 tahun berjalannya pemerintah, terdapat perubahan aspirasi politik dari rakyat," bunyi permohonan.

Baca juga: Dissenting Opinion Hakim MK Saldi Isra dan Suhartoyo, Ketentuan Presidential Threshold 20 Persen Inkonstitusional

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com