Kedua, aspek prinsip diplomasi multilateral. Secara teoretik, ada tiga prinsip diplomasi multilateral: persamaan hak (indivisibility), non-diskriminatif (non-discrimination) dan timbal-balik jangka panjang (diffuse reciprocity).
Persamaan hak bermakna setiap anggota punya hak yang sama untuk ikut dalam deliberasi permasalahan. Dalam konteks G20, ini berarti Rusia berhak untuk ikut di setiap pembahasan isu di G20.
Non-diskriminatif (non-discrimination) merujuk kepada perlakuan yang sama terhadap semua anggota.
Setiap negara anggota berhak menerima perlakuan yang sama seperti yang diberikan kepada anggota lain.
Jika undangan diberikan kepada semua negara anggota G20, Rusia juga harus diundang.
Resiprositas (perlakuan timbal balik) dalam diplomasi adalah lumrah. Dalam diplomasi bilateral, resiprositas bisa dinikmati saat itu juga ketika transaksi atau deal politik disetujui.
Berbeda dengan diplomasi bilateral, resiprositas dalam diplomasi multilateral bersifat jangka panjang.
Jika AS dan sekutu Baratnya memberikan konsesi bagi Rusia untuk hadir di G20 saat ini, bukan tidak mungkin di masa yang akan datang (entah kapan) Rusia memberikan konsesi kepada AS dan sekutunya sesuai kepentingan politik mereka.
Ketiga, dari perspektif diplomasi Indonesia. Ketika menyetujui resolusi PBB yang mengecam invasi Rusia ke Ukraina, Indonesia telah menunjukkan kemandirian dalam memutuskan sikap politiknya.
Sikap politik yang diinspirasi oleh nilai-nilai yang terkandung dalam Konstitusi, yang dimanifestasikan dalam prinsip bebas-aktif dan non-blok.
Prinsip bebas-aktif dan non-blok Indonesia bukan berarti netral, bukan tidak memihak. Bebas-aktif Indonesia tentu berpihak. Berpihak kepada kepentingan nasional.
Dalam konteks konflik Rusia-Ukraina, kepentingan nasional Indonesia ada tiga: menghentikan kekerasan, solusi damai dan dialog, serta akses bantuan kemanusiaan.
Karena ketiga kepentingan nasional itu sudah terefleksikan dengan baik di resolusi, Indonesia mendukung resolusi itu.
Di sini jelas, dukungan Indonesia terhadap resolusi PBB didasarkan atas kepentingan nasional. Bukan atas tekanan negara lain, apalagi mengekor AS. Itulah manifestasi kemandirian politik luar negeri Indonesia.
Sekali lagi, Indonesia menunjukkan kemandiriannya. Meski ada tekanan dari beberapa negara, Indonesia mantap hati mengundang Rusia. Sikap Indonesia konsisten dengan prinsip bebas-aktif dan non-blok.
Dalam pakem diplomatik, sikap Indonesia ini sudah sesuai dengan prinsip diplomasi multilateral yang selama ini menjadi pegangan para diplomat.
Dengan berpedoman pada karakter dan prinsip diplomasi multilateral, sejatinya diplomasi Indonesia itu rasional.
Tidak didorong oleh pertimbangan suka atau tidak (like and dislike) terhadap negara anggota tertentu.
Dengan kemandirian politik yang bebas-aktif, Indonesia menunjukkan pada dunia bahwa mengundang Rusia ke G20 adalah keputusan yang “diplomatically proper and politically correct”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.