Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: Kerumitan Teknis dan Potensi Polarisasi Akan Kembali Kita Hadapi di Pemilu 2024

Kompas.com - 20/03/2022, 17:12 WIB
Tsarina Maharani,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, beban kerja penyelenggara pemilu yang berat, kerumitan teknis, hingga potensi polarisasi masyarakat akan kembali terjadi di Pemilu 2024.

Hal ini disebabkan pemerintah dan DPR tidak merevisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

"Tanpa revisi UU Pemilu, maka beban kerja besar, kerumitan dan kompleksitas teknis, dan potensi polarisasi akan kembali kita hadapi di Pemilu 2024," kata Titi dalam diskusi daring yang diselenggarakan LP3ES Jakarta, Minggu (20/3/2022).

Baca juga: Perludem: Penundaan Pemilu Lebih Tepat Disebut Penggagalan Pemilu

Titi menuturkan, Pemilu 2024 sama seperti di Pemilu 2019 yang akan menggunakan lima surat suara. 

Pemilih akan memilih calon presiden dan wakil presiden, anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, DPR RI, dan DPD.

Selain itu, tanpa revisi UU Pemilu, tidak ada kemajuan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan.

"Stagnasi pada kuota pencalonan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan dan sistem semi zipper, setiap tiga calon legislatif memuat paling sedikit satu calon legislatif perempuan," ucapnya.

Baca juga: Perludem: Tunda Pemilu dengan Alasan Ekonomi Pandemi Covid-19 Bertentangan dengan Penyelenggaraan Pilkada 2020

Kemudian, pemilu akan beririsan tahapan dengan pilkada serentak nasional yang diselenggarakan pada November 2024.

Pemilu 2024 juga dinilai Titi berisiko pada substansi hasil pemilu, termasuk legitimasi hasil pemilu.

Sebab, dengan ketentuan yang ada di UU Pemilu 2017, partai-partai politik berpotensi membentuk koalisi hanya demi kepentingan praktis.

"Kita akan berhadapan kembali dengan potensi koalisi pencalonan yang pragmatis dan transaksional dan tingkat suara tidak sah yang tinggi yang berpengaruh terhadap bagaimana kedaulatan rakyat diterjemahkan menjadi kehendak rakyat," ujar Titi.

Titi pun mengajak masyarakat sipil terus mengawal demokrasi.

Baca juga: Perludem Sesalkan DPR Tak Wujudkan Keterwakilan 30 Persen Perempuan di KPU-Bawaslu

 

Ia mengatakan, kolaborasi dan sinergi gerakan antara organisasi masyarakat sipil prodemokrasi dan media massa bisa menjadi kekuatan penyeimbang dan kontrol dalam mengawasi kinerja pemerintah dan para elite politik.

"Karena kalau kita mengandalkan pada kontrol lembaga-lembaga formal sudah tidak memungkinkan tampaknya di tengah pemusatan kekuasaan. Karena itu sinergi masyarakat sipil dan media menjadi ruang yang kita harapkan bisa jadi ruang ekspresi kontrol," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com