Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: Penundaan Pemilu Lebih Tepat Disebut Penggagalan Pemilu

Kompas.com - 17/03/2022, 20:00 WIB
Mutia Fauzia,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyatakan usulan penundaan Pemilu 2024 lebih tepat disebut sebagai penggagalan pemilu.

Titi menjelaskan, upaya penundaan ini dilancarkan ketika jadwal serta tahapan pelaksanaan Pemilu 2024 telah ditetapkan.

Namun demikian, wacana penundaan Pemilu 2024 yang berhembus saat ini muncul sebelum agenda dan tahapan belum terbentuk.

Baca juga: KPU Harap DPR dan Pemerintah Segera Bahas Anggaran dan Tahapan Pemilu 2024

"Kalau penundaan itu kalau tahapan sudah ditetapkan. Tapi ini tahapan belum adam tapi narasi (penundaan pemilu) sudah ada jadi lebih tepat disebut penggagalan karena agenda belum definitif berupa program dan jadwal," kata Titi dalam diskusi Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia, Jakarta, Kamis (17/3/2022).

Ia pun mengungkapkan, wacana penundaan Pemilu 2024 sebagai narasi terbuka yang diungkapkan oleh elite politik dan pemerintahan untuk melemahkan demokrasi.

Menurut Titi, pihak-pihak yang mengembuskan wacana penundaan pemilu menilai, hak rakyat menyuarakan suaranya tak sepadan untuk difasilitasi dengan anggaran negara.

Pasalnya, salah satu alasan pihak yang mendukung penundaan Pemilu 2024 yakni negara masih dalam proses pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

"Yang mana argumen ini kontrakdiktif dengan argumen Pilkada 2020. Pemilu juga dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi dan pelayanan publik, dan ini juga kontradiktif dengan Pilkada 2020," kata Titi.

Selain itu, narasi yang diungkapkan terkait dengan penundaan Pemilu 2024 juga mengerdilkan suara rakyat.

Baca juga: Klaim 110 Juta Dukungan Tunda Pemilu dari Big Data, Luhut Ditantang Buktikan 3 Hal Ini

Pasalnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves) Luhut Binsar Pandjaitan berargumen mengenai big data yang ia miliki terkait 110 juta warganet yang menyuarakan penundaan pemilu.

"Selain itu, teknologi digital digunakan untuk membenarkan opini pejabat publik. Tetapi di saat yang sama tidak digunakan untuk mendorong partisipasi publik di dalam proses pembuatan undang-undang, misalnya seperti UU KPK, UU Minerba, serta UU Cipta Kerja," ujar Titi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com