Jika presiden diam dan proses politik ini terus bergulir, maka patut diduga dia mendukung usulan penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan presiden.
Baca juga: Wacana Penundaan Pemilu, Politisi PDI-P Curiga Ada Harmoko di Sekitar Jokowi
"Agar kontroversi tidak berlanjut, presiden cukup menyampaikan, 'saya minta sudahi wacana penundaan pemilu ini, pemilu tetap akan dijalankan pada 14 Februari 2024 mendatang, sesuai keputusan pemerintah, DPR, dan KPU'," kata dia.
Luhut sendiri mengeklaim mendengar banyak aspirasi rakyat yang ingin pemilu ditunda.
Menurut dia, banyak yang bertanya ke dirinya mengapa harus menghabiskan dana begitu besar untuk pemilu, padahal pandemi virus corona belum selesai.
"(Masyarakat bertanya), kenapa duit segitu besar, itu kan banyak itu mengenai pilpres mau dihabisin sekarang, mbok nanti loh, kita masih sibuk kok dengan Covid, keadaan masih begini, dan seterus-seterusnya. Itu pertanyaan," kata Luhut usai menghadiri acara Kick-off DEWG Presidensi G-20 2022 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Tak hanya itu, kepada Luhut, banyak yang menyatakan bahwa kondisi saat ini relatif tenang tanpa pergantian kepemimpinan.
Sebaliknya, pemilu bisa mengubah situasi politik menjadi tidak tenang karena adanya poros-poros dukungan ke calon tertentu.
Luhut pun mempertanyakan alasan mengapa Presiden Jokowi harus turun dari jabatannya.
"Saya tanya kamu, apa alasan orang bikin Pak Jokowi turun? Ada alasannya?" kata dia.
Baca juga: Soal Penundaan Pemilu 2024, Luhut Pertanyakan Alasan Jokowi Harus Turun
Luhut sebelumnya juga sempat mengungkap soal big data 110 juta warganet yang meminta supaya Pemilu 2024 ditunda.
Dia mengeklaim bahwa big data itu benar adanya. Namun demikian, Luhut enggan membuka data tersebut.
Meski turut menggulirkan isu ini, Luhut mengaku paham bahwa upaya menunda pemilu butuh proses yang panjang, perlu persetujuan DPR hingga MPR.
Luhut mengatakan, bakal menyambut baik jika wacana tersebut terealisasi. Namun, seandainya tidak berjalan, itu pun tak menjadi soal.
"(Kalau) MPR nggak setuju ya berhenti. Ya itulah demokrasi kita, kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah?" kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.