JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah harga yang melambung tinggi, kini minyak goreng menjadi sulit ditemukan di pasaran. Praktik panic buying (beli dalam jumlah besar) kini disebut jadi salah satu penyebab langkanya minyak goreng.
Pemerintah menerapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter mulai awal Februari 2022. Kebijakan tersebut dilakukan menyusul tingginya harga minyak goreng selama beberapa waktu sejak 2021 akibat lonjakan harga crude palm oil (CPO) dunia.
Namun setelah ada kebijakan pemerataan harga, minyak goreng menjadi langka di pasaran.
Di pasar tradisional, minyak sulit ditemukan. Di swalayan atau mini market, minyak goreng jadi rebutan masyarakat.
Pasokan minyak di berbagai mini market dan hipermarket belum mampu memenuhi permintaan konsumen meski stok rutin datang.
Operasi-operasi pasar murah minyak goreng akhirnya menyebabkan kerumunan. Warga berebut untuk membeli minyak goreng, bahkan beberapa kejadian menyebabkan kegaduhan hingga viral di media sosial.
Baca juga: Viral, Video Lautan Manusia di Lubuklinggau, Ternyata Antrean Minyak Goreng yang Digelar Pemda
Menurut pemerintah, idealnya pasar dalam negeri kebanjiran produk minyak goreng selama satu bulan ini.
Hal tersebut lantaran produsen minyak sawit mentah atau CPO telah memenuhi kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dengan memasok sebanyak 351 juta liter untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Selain itu, kebijakan domestic price obligation (DPO) juga seharusnya membuat harga minyak tidak lagi tinggi.
Mendag Muhammad Luthfi menduga ada oknum-oknum yang mempermainkan minyak goreng sehingga menyebabkan masyarakat masih kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga murah.
"Ini kita bicara seluruh Indonesia, 390 juta liter ini untuk seluruh Indonesia, per kemarin itu sudah 415 juta liter hanya dalam 20 hari," ujar Mendag saat melakukan kunjungan ke Pasar Kebayoran Lama, Rabu (9/3/2022).
Ia menduga penyebab kenapa minyak goreng langka di pasaran adalah karena kebocoran untuk industri yang dijual dengan harga tidak sesuai patokan pemerintah.
Lutfi juga menyebut kemungkinan penyebab minyak goreng langka adalah karena adanya penyelundupan dari sejumlah oknum.
Mendag juga mengatakan, ketersediaan minyak goreng yang banyak tetapi langka di pasaran karena ada beberapa oknum yang menimbun.
Hasil timbunan itu lantas dijual ke luar negeri dengan harga yang berlaku di tingkat global.
"Jadi ada yang menimbun, dijual ke industri atau ada yang menyelundup ke luar negeri, ini melawan hukum," sebutnya.
Sementara itu, Inspektur Jenderal Kemendag, Didi Noordiatmoko mengatakan sebenarnya pemerintah sudah secara bertahap menyelesaikan persoalan produksi hingga distribusi minyak goreng.
Namun, saat ini muncul persoalan baru yang merupakan dampak dari kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng sebelumnya. Persoalan baru itu adalah "panic buying" yang dilakukan masyarakat sendiri.
Tren masyarakat kini membeli minyak goreng yang harganya sudah turun dengan jumlah banyak, melebihi kebutuhan.
Panic buying terjadi karena masyarakat sempat kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau, sehingga ketika mendapatkan kesempatan, mereka lalu panic buying.
Padahal hasil riset menyebutkan kebutuhan minyak goreng per orang hanya 0,8-1 liter per bulan. Artinya, kini banyak rumah tangga menyetok minyak goreng.
“Tapi ini baru terindikasi,” kata Didi Noordiatmoko saat kunjungan kerja ke Palembang seperti dikutip dari Antara, Minggu (6/3/2022).
Hal senada juga disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi. Ia mengatakan panic buying dapat mengganggu ketersediaan minyak goreng di pasaran karena kapasitas produksi minyak goreng tidak sebanding dengan pembelian masyarakat.
"Saya ingin mengimbau, sebagai kepala Badan Pangan Nasional, agar tidak panic buying. Jadi kalau yang biasa satu rumah order dua pouch empat liter, enggak usah beli dua karton, tiga karton," ungkap Arief di Pasar Induk Besar Cipinang, Jakarta, Jumat (11/3/2022).
Baca juga: Susah Dapat Minyak Goreng, Pedagang Pasar Surati Jokowi Minta Keadilan
"Kalau setiap orang, setiap rumah tangga membelinya lebih atau beberapa kali lipat, itu artinya akan menarik stok di pasar," lanjut dia.
Akibat hal tersebut, produksi dan distribusi minyak goreng harus berkejaran dengan tingginya pembelian oleh rumah tangga.
Di sisi lain, Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri menemukan kelangkaan minyak goreng di sejumlah daerah di Indonesia terjadi karena pelaku usaha menahan stok karena sebelumnya mereka membeli dengan harga lama yang lebih mahal, namun kini harus menjual dengan harga baru sesuai HET.
Kasus pelaku usaha menahan stok ditemukan Makasar (Sulawesi Selatan), Medan (Sumatera Utara), Lampung, Nusa Tenggara Timur (NTT), Lebak dan Serang (Banten).
Baca juga: Minyak Goreng Masih Langka, Puan Maharani: Ini Bisa Timbulkan Kegaduhan
Polri mendorong agar pelaku usaha segera mendistribusikan minyak goreng sesuai mekanisme pasar.
Sebab pengurangan produksi dan alokasi distribusi akan menambah panjang masalah kelangkaan minyak goreng di pasaran.
"Polri menghimbau untuk segera mendistribusikannya, jangan kurangi produksi dan alokasi distribusi,” ucap Ketua Satgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika, Jumat (4/3/2022).
Menurutnya, beberapa wilayah yang mengalami kelangkaan minyak goreng saat ini karena para pelaku usaha masih menyesuaikan pola kegiatannya dengan kebijakan pemerintah melakukan stabilisasi harga minyak goreng.
Helmy pun memastikan stok minyak goreng di Tanah Air masih aman dan saat ini dalam.
Satgas Pangan Polri terus berkoordinasi dan kolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait guna mengawasi stok minyak goreng. Mulai dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Ombudsman RI, maupun Ditjen PKTN Kemendag.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.