“Itu sudah kita hentikan berdasarkan pelaporan yang PPATK terima,” kata dia.
Dalam penelusurannya, PPATK menemukan adanya aliran uang terkait investasi ilegal sampai ke beberapa negara. Mulai dari Singapura, Amerika Serikat, Australia, dan China.
Humas PPATK Natsir Kongah menyebutkan, saat ini pihaknya sudah menghubungi otoritas negara-negara tersebut untuk membantu proses penyelidikan aliran uang tersebut.
“Kita baru melihat dari aliran dana karena kita melihatnya dari berita transaksi dan di situ tidak dicantumkan apakah pembelian, atau mengalihkan atau menyimpan di negara tersebut, itu masih dalam proses penelitian,” paparnya.
Sementara itu, Bareskrim Polri telah menyita aset para tersangka dugaan kasus investasi ilegal senilai Rp 1,5 triliun.
“Kalau tidak salah sudah lebih dari Rp 1,5 triliun (aset) yang sudah kita sita. Nanti berkembang karena kerja sama kita yang baik dengan PPATK,” tutur Kepala Bareskrim (Kabareskrim) Polri (Komisaris Jenderal) Komjen Pol Agus Andrianto dalam konferensi pers.
Namun demikian, Agus tak merinci siapa saja pihak yang asetnya disita oleh kepolisian.
Baca juga: Mahfud MD Minta KPK dan PPATK Berkolaborasi dengan Negara Anggota G20 Untuk Berantas Korupsi
Ia lantas menyampaikan beberapa modus investasi ilegal yang ditemukan kepolisian.
Pertama, modus menjanjikan keuntungan besar dari modal atas investasi properti, saham, atau trading komoditi yang fiktif.
“Kedua, modus penggelapan dana nasabah investasi yang digunakan tidak sesuai peruntukannya, tapi digunakan untuk kepentingan pengurus,” paparnya.
Ketiga, lanjut Agus, modus koperasi yang tidak sesuai aturan perbankan yaitu dengan mengumpulkan dana dari masyarakat bukan anggota koperasi.
Baca juga: Bareskrim Ajukan Surat ke BPN, PPATK, hingga Korlantas Sita Aset Indra Kenz
Terakhir terkait dengan penipuan online dengan mengajak melakukan trading di bursa komoditi yang belum berizin.
“Jadi fiktif dan dana (masyarakat) kemudian digelapkan,” kata dia.
Agus meminta masyarakat untuk berhati-hati jika mendapatkan berbagai tawaran menggiurkan dengan keuntungan dalam jumlah besar.
“Sebab semakin tinggi keuntungan yang dijanjikan sangat berpotensi terjadi penipuan,” imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.