Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nama Soeharto Disebut 48 Kali, Ini Isi Naskah Akademik Keppres Serangan Umum 1 Maret

Kompas.com - 08/03/2022, 05:50 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang diteken Presiden Joko Widodo baru-baru ini menjadi sorotan.

Beleid tersebut mengatur penetapan Hari Penegakan Kedaulatan pada 1 Maret, merujuk pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

Keppres itu ramai diperbincangkan lantaran tidak mencantumkan nama Presiden Soeharto. Padahal, peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 dikenal publik turut melibatkan sosok presiden kedua RI itu.

Baca juga: Ketika Nama Soeharto Tak Masuk Keppres Jokowi Soal Serangan Umum 1 Maret 1949

Poin c konsiderans keppres hanya menyebutkan, Serangan Umum 1 Maret 1949 digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Disebutkan pula dalam poin tersebut bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, serta segenap komponen bangsa Indonesia lainnya.

Terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhulwm) Mahfud MD menyatakan, nama Soeharto tertuang dalam naskah akademik yang disusun untuk membuat keppres tersebut.

Baca juga: Penjelasan Mahfud MD soal Nama Soeharto yang Tak Tercantum di Keppres tentang Serangan Umum 1 Maret

Ia mengatakan, hanya tokoh-tokoh yang berperan sebagai penggagas dan penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dimasukkan dalam bagian konsiderans Keppres Nomor 2 Tahun 2022.

"Ini adalah penentuan hari krusial dan hanya menyebut yang paling atas sebagai penggagas dan penggerak tanpa menghilangkan peran Soeharto sama sekali," kata Mahfud dalam keterangan video, Kamis (3/3/2022).

 

Lantas, seperti apa isi naskah akademik Keppres Nomor 2 Tahun 2022?

Sebut nama Soeharto

Dilihat dari laman Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Polpum Kemendagri), naskah akademik Serangan Umum 1 Maret 1949 memuat 138 halaman.

Dalam dokumen tersebut, nama Soeharto disebut sebanyak 48 kali. Namanya tertera di judul buku referensi naskah akademik hingga isi naskah.

Setidaknya ada 30 buku yang dipakai sebagai rujukan tinjauan historiografi naskah akademik Serangan Umum 1 Maret 1949.

Merujuk pada buku "Tahta untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX" karya Mohammad Roem dkk yang menjadi salah satu referensi, pencetus ide Serangan Umum 1 Maret adalah Sultan Hamengku Buwono IX.

Baca juga: Disorot gara-gara Tak Ada Nama Soeharto, Ini Isi Lengkap Keppres 1 Maret yang Diteken Jokowi

Saat itu, kondisi Yogyakarta sangat tidak kondusif di bawah tekanan kekuasaan Belanda yang melancarkan agresi militer.

Oleh karenanya, Sultan sebagai pemimpin tertinggi saat itu harus mengambil langkah.

Setelah tercetus ide Serangan Umum 1 Maret, Sultan menghubungi Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk meminta persetujuan.

Barulah ia memanggil Soeharto yang kala itu berpangkat Letnan Kolonel untuk ditunjuk sebagai komandan gerilya.

Dalam pertemuan di kompleks Keraton pada 13 Februari 1949, Soeharto menyanggupi tugas tersebut.

Serangan umum pun dieksekusi pada 1 Maret 1949 pukul 6 pagi. Saat itu, Yogyakarta berhasil dikuasai para gerilyawan selama 6 jam.

Baca juga: Perjalanan Rahasia Soeharto: Menginap di Rumah Warga hingga Bekal Beras dan Tempe

Peristiwa Serangan Umum 1 Maret pun didengar oleh dunia internasional. Banyak negara yang bersimpati pada Indonesia dalam kegiatan diplomatik di PBB.

Pada 28 Januari 1949 PBB pun memutuskan resolusi untuk menyelesaikan konflik anatra Indoensia-Belanda.

Saat itu dilakukan perundingan antara delegasi Indonesia yang diwakili oleh Mohammad Roem dan Belanda yang diwakili Herman van Royen. Perundingan itu lantas dikenal sebagai perjanjian Roem Royen.

"Hasilnya, pada 24 Juni 1949 Van Royen menyetujui penarikan mundur pasukan
Belanda dari Yogyakarta," bunyi kutipan naskah akademik.

Pada bagian penutup naskah akademik tertulis bahwa ditetapkannya Hari Penegakan Kedaulatan Negara penting untuk memperingati peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

Penulisan kembali sejarah tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 menjadi krusial karena selama ini telah mengesampingkan peran para tokoh utama bangsa seperti Soekarno, Muhammad Hatta, Panglima Besar Jenderal Soedirman, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan tokoh-tokoh penting lainnya, baik sipil maupun militer.

"Makna pokok peringatan Hari Penegakan Kedaulatan Negara ini adalah untuk mengingatkan dan menguatkan kembali komitmen bangsa untuk setia pada cita-cita dan kesepatakan nasional tentang Pancasila sebagai Idiologi negara dan bangsa, UUD 1945 sebagai landasan dasar konstitusi negara, Bhineka Tunggal Ika sebaga motto dan semangat kebangsaan, Merah Putih dan NKRI sebagai simbolsimbol persatuan dan kesatuan bangsa," demikian penutup naskah akademik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com