JAKARTA, KOMPAS.com - Baru-baru ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan temuan mereka soal kopi instan saset yang mengandung bahan kimia obat (BKO).
Temuan itu didapat setelah tim BPOM melakukan operasi penindakan produk ilegal obat tradisional dan pangan.
Baca juga: Kopi yang Mengandung Paracetamol Beredar di Pasaran, BPOM Imbau Marketplace Lakukan Skrining
Meski kini produk-produk tersebut telah disita, penting bagi masyarakat untuk mengetahui perihal merek, kandungan bahan kimia obat, hingga bahaya kopi temuan BPOM. Berikut rangkumannya.
Setidaknya, ada enam merek kopi yang ditemukan BPOM mengandung bahan kimia obat, yakni:
Selain mengandung bahan kimia obat, merek kopi tersebut juga mencantumkan izin BPOM palsu dalam kemasan.
Produk ini diketahui beredar luas di Bandung dan Bogor, Jawa Barat.
Menurut BPOM, bahan kimia obat yang terkandung dalam beberapa merek kopi temuan mereka yakni paracetamol dan sildenafil.
Baca juga: BPOM Minta Masyarakat Tak Konsumsi Obat dan Bahan Pangan Tak Berizin
Dalam operasinya, BPOM menemukan barang bukti berupa bahan baku produksi kopi, seperti paracetamol dan sildenafil yang jumlahnya lebih dari 30 kilogram.
Ditemukan pula 5 kilogram produk ruahan/bahan campuran setengah jadi.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, bahan-bahan kimia tersebut berfungsi untuk meningkatkan stamina, terutama pada pria, dan berfungsi sebagai antinyeri.
"Tentunya harus diketahui masyarakat ini (kopi temuan BPOM) untuk meningkatkan stamina siapapun mengonsumsinya, terutama stamina laki-laki ini dan obat antinyeri yang digunakan bersamaan tentunya akan menunjukkan sesuatu yang meningkatkan energi daya tahan tubuh," kata Penny dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (4/3/2022).
Menurut Penny, penggunaan bahan pangan yang mengandung bahan kimia obat berisiko pada kesehatan karena bisa menyebabkan gangguan jantung dan gangguan hati. Bahkan, lebih lanjut, bisa menyebabkan kematian.
"Siapa pun yang mengonsumsi ini ya kemudian gangguan-gangguan lainnya bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit kanker juga memungkinkan tentunya," kata dia.
Baca juga: BPOM Gandeng Polisi dan Kominfo Tindak Penjualan Kopi Mengandung Bahan Kimia dan Obat
Diberitakan Kompas.com pada 16 Oktober 2021, paracetamol adalah obat untuk meredakan nyeri dan menurunkan demam.
Melansir Drugs.com, paracetamol berfungsi untuk mengobati berbagai kondisi, seperti nyeri otot, sakit kepala, radang sendi, sakit punggung, hingga sakit gigi. Umumnya paracetamol digunakan untuk menurunkan demam.
Dikutip dari WebMD, paracetamol memiliki efek samping. Umumnya, efek samping yang ditimbulkan tidak serius.
Namun, obat tersebut juga bisa menyebabkan efek samping serius seperti ruam, gatal, bengkak di wajah, lidah, atau tenggorokan, pusing yang parah, hingga sulit bernapas bagi penggunanya.
Baca juga: 5 Obat Tak Lagi Digunakan untuk Covid-19, BPOM: Belum Ada Uji Klinik terkait Khasiat dan Keamanannya
Sementara, melansir WebMD pada 4 Maret 2022, sildenafil umumnya digunakan untuk mengobati masalah fungsi seksual pria atau disfungsi ereksi, yakni sebagai obat impotensi.
Obat ini, dalam kombinasi dengan rangsangan seksual, dan bekerja dengan meningkatkan darah ke penis untuk membantu pria mendapatkan dan mempertahankan ereksi.
Dengan kata lain, kegunaan sildenafil yang terkandung dalam kopi kemasan tersebut biasanya terdapat pada obat-obat viagra.
Saat menemukan produk ilegal itu, BPOM juga mendapati dua tersangka terkait pemalsuan izin edar BPOM dan fasilitas produksi ilegal.
Atas perbuatannya, kedua orang tersangka bisa dikenakan Pasal 196 dan 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Menurut Penny, kedua tersangka terancam hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Adapun bunyi Pasal 196 UU 36/2009 yakni setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Pasal 197 menuliskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.